Breaking News

Hotel Siti, Nasibmu Kini

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

Penjual nasi uduk di depan lobi hotel Siti, pagi (Foto : Darso Arief)

Hotel Siti yang diinisiasi oleh Yusuf Mansur kini jadi perbincangan para investor. Hotel yang terlatak di Jalan M Thoha, Tangerang, Banten, itu adalah proyek dari Patungan Usaha dan Patungan Aset tahun 2012-2013. Waktu itu, Yusuf  Mansur gencar mempromosikan Patungan Usaha dan Patungan Aset guna menjadikan bangunan apartemen 2 tower yang mangkrak itu dijadikan hotel transit buat para Jamaah haji atau umroh.

Yusuf Mansur juga menebar janji bahwa hotel Siti yang hendak dikelola itu adalah hotel syariah, dimana tidak sembarang pasangan bisa menginap di sini. Pasangan pria dan wanita harus menunjukkan identitasnya bahwa mereka adalah suami isteri. Para investor diberi iming-iming bahwa mereka akan diberi uang kerahiman sebesar 8% setiap tahunnya. Tidak hanya itu, bagi para investor juga diberi jatah menginap setiap tahunnya. Janji-janji manis Yusuf Mansur sundul langit, membuat para jamaah berbondong-bondong menjadi investor dengan cara membeli “saham”. Satu lembar “saham” nilainya Rp 10 juta, ditransfer le rekening atas nama Jam’an Nurchotib Mansur alai Yusuf Mansur.

Untuk mengambil alih bangunan apartemen yang mangkrak itu diperlukan dana antara Rp 40 milyar sampai Rp 60 milyar. Jika harga saham Rp 10 juta, sedikitnya diperlukan 4 ribu investor. Maka. Yusuf Mansur pun gencar keliling ke kota-kota besar di Indonesia dan lewat siaran televisi untuk mempromosikan hotel Siti. Baru setahun mempromosikan Patungan Usasa dan Patungan Aset, pada bulan Juni 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegur Yusuf Mansur. Pasalnya, perorangan dilarang mengadakan penghimpulan dana masyarakat. Yang boleh menghimpun dana adalah badan hukum dalam bentuk PT, Koperasi, atau yayasan.

Satu dari beberapa macam sertifikat yang dikeluarkan Yusuf Mansur dalam rangka mengumpulkan investasi untuk hotel Siti (Foto : Darso Arief)

Atas jeweran dari OJK tersebut, Yusuf Mansur pun membuat Koperasi Indonesia Berjamaah atau Koperasi Merah-Putih. Uang yang terkumpul di rekening Yusuf Mansur, katanya, dialihkan ke Koperasi Merah-Putih.  Ketika OJK menegur Yusuf Mansur, peserta Patungan Usaha dan Patungan Aset baru berjumlah 1900 orang. Mestinya, sedikitnya diperlukan 4 ribu investor jika uang yang dibutuhkan minimal Rp 40 milyar. Karena hanya 1900 investor, uang yang terkumpul baru Rp 19 milyar. Uang sebesar inilah yang katanya dialihkan ke koperasi. Masalah, ketika dialihkan ke koperasi, investasi mandek. Tak ada lagi orang yang menyetor ke koperasi.

Lalu, bagaimana nasib hotel Siti? Hotel yang mulai beroperasi pada 2015 itu awalnya memang bestatus sebagai hotel syariah dengan manajemen dari Horison. Setelah 2 tahun beroperasi, Horison mundur. Manajemen hotel Siti pun kelimpungan. Maka, sejak Horison mengundurkan diri, hotel Siti tak lagi bersyariah. Tanpa syariah pun hotel Siti tetap sepi tamu, bahkan, sejak 2019, sebelum Covid menyerang Indonesia, bangunan hotel juga digunakan sebagai kos-kosan dengan tariff Rp 2,5 juta per bulan. Tidak bersyariahnya hotel Siti seungguhnya telah melanggar akad dengan para investor.

Bagaimana dengan janji-janji Yusuf Mansur bahwa hotel Siti akan jadi transit jamaah haji dan umroh? Ini tidak terjadi. Bagaimana pula dengan janji bawa per tahunnya para investor dapat uang kerahiman sebesar 8% dari investasi? Tidak terjadi. Menginap gratis selama beberapa hari dalam setahun? Juga tak terjadi. Hotel Siti, sejak awal sudah merugi. Jika yang dibutuhkan untuk mengambil-alih apartemen ini diperlukan dana Rp 40 milyar sampai Rp 60 milyar, maka diperlukan dana minimal Rp 21 milyar sebagai tambahan dari dananya para investor yang terkumpul Rp 19 milyar itu. Dari mana dana talangannya? Dari bank, dan setiap bulan pihak manajemen hotel Siti harus membayar cicilan plus bunagnya.

Daftar sebagia invesator hotel Siti

Oleh sebab itu, setiap kali para investor hendak mengambil dananya, yang terjadi adalah “mbuletisasi”. Oleh pihak manajemen Yusuf Mansur, para investor dibuat lelah jika hendak mengambil investasinya. Mereka dipimpong kesana-kemari tanpa ada hasil. Jika pun ada yang  berhasil itu setelah berbulan dan bertahun-tahun selalu rajin menagih. Itu pun hanya pokoknya saja yang dikembalikan. Alasannya, hotel Siti masih merugi, dan pengembalian dana investor menggunakan dana pribadi Yusuf Mansur.

Hotel Siti ramai diperbincangkan oleh para investor. Tetapi nasib hotel ini tetap saja sepi tamu, apalagi selama Covid, tingkat hunian dibawah 30% dari kapasitas 130 kamar yang ada. Restorannya yang berada di depan lobi, juga sudah lama tutup. Hotel ini sungguh merana.  Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur