Oleh: Joko Intarto
Mumpung sedang ramai soal warung Madura yang dikeluhkan pengusaha ritel modern, saya akan berbagi pengalaman berbelanja di warung Madura. Benarkah keluhan pengusaha minimarket itu hanya karena warung Madura beroperasi 24 jam?
Saya kurang sepakat dengan keluhan pengusaha minimarket di Bali terhadap operasional warung Madura yang 24 jam sebagai biang kerok menurunnya omset penjualan di ritel modern berjaringan nasional itu.
Menurut saya, kekuatan warung Madura bukan pada jam operasionalnya yang 24 jam, melainkan pada harga barang dan aksesibilitasnya.
Seperti diketahui, warung Madura menjual barang dagangannya dengan harga yang lebih murah dibanding mini market. Di segmen pasar menengah bawah, selisih harga yang tidak seberapa terbukti bisa menjadi pendorong pilihan produk consumer goods
Apalagi, warung Madura biasanya berada di lokasi yang dekat dengan rumah warga karena outletnya tidak besar. Ukuran 4×4 meter saja sudah tergolong besar untuk warung Madura.
Dengan posisinya yang berada di lingkungan permukiman, masyarakat merasa nyaman berbelanja ke warung Madura. Selain harganya lebih murah, warung Madura bisa dijangkau lebih mudah dan murah karena tidak ditarik biaya parkir.
Warung Madura yang menjadi langganan saya di kawasan Tebet Timur, tidak beroperasi 24 jam. Warung kelontong itu buka pukul 06:00 dan tutup pada pukul 01:00. Sementara ada dua ritel modern besar yang buka 24 jam sekitar 100 meter dari warung Madura.
Kalau masalahnya hanya jam operasional, apa susahnya ritel modern mengajukan izin operasi 24 jam? Tapi menurunkan harga jual barang dan membebaskan lahannya dari penguasaan tukang parkir liar bukan hal yang mudah.