Breaking News
(Foto : Istimewa)

Sedekah Ngarep dan Sedekah “Paksa” ala Yusuf Mansur

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

(Foto : Istimewa)

Tentang sedekah Ngarep, Yusuf Mansur pernah menuliskannya dalam bentuk buku, yang terbit Oktober tahun 2012. Judulnya “Boleh Gak Sih NGAREP?; Belajar Tentang Sedekah”. Menurut Yusuf Mansur, jika seseorang yang sedekah, kepengen anaknya sembuh, maka permintaan itu “setara/sama/serupa” dengan pengen kaya, pengen selamet, pengen nikah, pengen kerja, pengen tolak bala, pengen punya rumah, pengen terus sekolah, pengen masuk kampus favorit, pengen beasiswa di luar negeri, pengen punya anak, pengen punya modal, pengen punya modal, pengen ngembangin usaha, pengen punya usaha, pengen naik karir, dan lain-lain.

Menurut Yusuf, ketika “pengen”, itu sudah masuk wilayah doa. “Bukan niat lagi. Niatnya apa? Ya niatnya sedekah,” katanya. Lalu doanya? “Doanya supaya bisa selamet dari fitnah, dan lain-lain. Semua yang disebut: setara, sama, serupa. Sebab sama-sama disebut doa,” paparnya. Bagaimana dengan orang yang shalat tahajud? Niatnya tentu shalat tahajud. “Ketika dia shalat tahajud supaya dinaikkan derajat, supaya jadi orang kaya, dilapangkan rizki, lunas hutang, sembuh dari penyakit, dan lain-lain, maka ketika ada kalimat ‘supaya’, maka itu masuk wilayah doa,” jelas Yusuf.

Jika ada yang hendak melaksanakan shalat Dhuha dan shalat Tahajud, misalnya, niatnya apa? Niatnya, tentu saja ya untuk shalat Dhuha dan shalat Tahajjud. Ketika shalat Dhuha seseorang menginginkan dimudahkan dan diberi keluasan rezki; ketika shalat Tahajjud menginginkan sembuh dari penyakit, terhindar dari fitnah, berharap dapat ridho dan maghfiroh-Nya, dan seterusnya. Pada saat “menginginkan” sesuatu itu sudah masuk wilayah doa. Dia berdoa agar begini dan begitu, niatnya tetap sesuai judul shalatnya.

Tidak ada yang salah jika doanya hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala. Allah sendiri yang menyuruh umat manusia berdoa, dan akan dikabulkan oleh-Nya, sebagaimana firman-Nya:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.“ (QS. Ghafir: 60)

Doa adalah ibadah, sedekah juga ibadah. Tetapi, semua doa dan ibadah itu tujuannya murni karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-An’am ayat 162, “Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam’.” Inilah tauhid. Semua amalan yang kita lakukan hendaknya murni karena Allah Ta’ala, bukan karena si A atau si B atau karena sebab lain.

Ketika seseorang berdoa minta ini dan itu, boleh-boleh saja. Yang tidak boleh adalah bersedekah lalu sebagai ganjarannya ia meminta ini dan itu. Kalau itu yang terjadi, lalu dimana letak “Lillahi Rabbil ‘Alamin”? Anda bersedekah, akan mendapat ganjarannya sendiri. Seperti dijauhkan dari bala’, diberi keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah, dijauhkan dari kemiskinan, dan seterusnya. Semuanya itu wilayahnya Allah, manusia tidak boleh “menyuap” Allah Ta’ala melalui, antara lain, sedekah. Karena sedekah adalah kewajiban seorang muslim. Tentang ganjarannya, sepenuhnya itu wilayahnya Allah Ta’ala.

Tetapi ketika seseorang mempunyai masalah, dan mengadukan kepada Allah dengan cara berdoa, maka itu adalah jalan yang dibenarkan. Bukan dengan cara bersedekah, lalu, dengan sedekah itu seseorang meminta ini dan itu, yang berkait dengan urusan duniawinya. Pertanyaannya, dimana letak Lillahi Rabbil ‘Alamin? Begitu kritik KH Athian Ali M Da’i, Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) kepada Yusuf Mansur. Jumhur ulama, menurut Kiai Athian, berpendapat, bahwa yang dilipatgandakan oleh Allah atas kebaikan bersedekah adalah pahala akhirat. ”Itupun bagi orang-orang yang ikhlas melakukannya,” simpulnya. Artinya, bersedekah tanpa diembel-embeli permintaan ini dan itu.

Sedekah “Paksa”

Pada bulan Maret 2014, ketika mempromosikan investasi hotel Siti, Condotel Moya Vidi, VSI (cikal bakal PayTren), dihadapan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong, Yusuf Mansur meminta para investor untuk bersedekah sebesar Rp 300.000 per bulan. Sedekah ini didedikasikan kepada Daarul Qur’an, pesantren yang didirikan oleh Yusuf Mansur.

Bagi mereka yang terpaksa ikut sedekah untuk Daarul Qur’an, ada iming-imingnya. Yakni, akan diberi kemudahan jika mau memasukkan anak atau keponakannya ke pesantren Daarul Qur’an, sebagai santri. Mereka akan digratiskan. Ternyata, begitu para TKI kembali ke tanah air dan hendak memasukkan anak-anak mereka ke Daarul Qur’an, rupanya tidak gratis.

“Tidak seperti yang diomongkan oleh Yusuf Mansur, karena semuanya berbayar,” kata seorang mantan TKI di Hong Kong. Bukan hanya itu, bayarnya pun mahal. Butuh uang Rp 40 jutaan untuk masuk ke pesantren ini, belum uang SPP bulanan, uang makan dan uang laundry.

Pesantren Daarul Qur’an yang di Cipondoh, Tangerang, Banten, dikenal sebagai pesantren yang mahal untuk ukuran rata-rata penduduk Indonesia. Meskipun demikian, untuk membangun lokal, Yusuf Mansur masih juga minta sedekah kepada khalayak. Juga, pesantren ini acap membuat program, berupa kajian atau sejenisnya, yang berujung kepada minta sedekah kepad jamaah. Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur