Breaking News
Ibu-ibu beri;tikaf di Masjid Al Baqiyatus Shalihah, Attaqwa Putri, Bekasi. I'tikaf berlangsung dalam 10 hari terakhir Ramadhan. Ibu-ibu beri'tikaf di masjid adalah trradisi yang terbangun di Attaqwa sejak dahulu. (Foto : Fina)

Para Istri Nabi Ber-I’tikaf di Rumah?

 

Meluruskan Pernyataan Yusuf Mansur

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

Ibu-ibu beri’tikaf di Masjid Al Baqiyatus Shalihah, Attaqwa Putri, Bekasi. I’tikaf berlangsung dalam 10 hari terakhir Ramadhan. Ibu-ibu beri’tikaf di masjid adalah trradisi yang terbangun di Attaqwa sejak dahulu. (Foto : Fina)

Di acara “Apa Kabar Indonesia Malam”, Jum’at (15/5), TV One menampilkan dua nara sumber. Salah satunya Yusuf Mansur. Ketika oleh Host ditanya tentang bagaimana iktikaf di masa Pandemi Covid-19, Yusuf Mansur menjawab, bahwa I’tikaf di rumah saja. Sampai di sini, meskipun masih terjadi silang pendapat, tetapi mayoritas umat Islam memahami masalah ini, karena terjadinya pandemi Covid-19.

Tetapi, ketika ia mulai menjelaskan tentang bagaimana para istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Siti Maryam (Ibunda Nabi Isa Alaihi Salam) melakukan I’tikaf di rumah, ini yang perlu diluruskan.

Dalam kitab Bulughul Maram, Ibnu Hajar Al Asqolani, menurunkan hadits tentang I’tikaf.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (HR. Imam Bukhari: 2026 dan Muslim: 1172).

Mayoritas ulama membolehkan wanita i’tikaf sebagaimana kaum laki-laki, dengan syarat: Pertama, harus dalam keadaan suci; Kedua, tidak menimbulkan fitnah; dan Ketiga, mendapat izin dari suami.

Lalu, dimana i’tikaf dilakukan? Mari kita baca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 187:

وَأًنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِيْ الْمَسَاجِدِ

“Sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid.”

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan istri-istri beliau pun ber-i’tikaf di dalam masjid. Tatkala para istri Rasulullah ber-I’tikaf, mereka berada di dalam kemah (dibuatkan ruang khusus) yang ada di masjid.

Bagaimana dengan Ibunda Maryam ketika dalam asuhan Nabi Zakaria Alaihi Salam? Nabi Zakaria waktu itu menjadi pengelola Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Allah Ta’ala mengabadikannya dalam Al-Qur’an:

“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata; ‘Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab: ‘Makanan itu dari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (QS Ali Imran: 37)

Lalu, apa yang dimaksud dengan mihrab? Di dalam beberapa kitab tafsir, ketika Maryam dititipkan kepada Nabi Zakaria, ia ditempatkan di sebuah ruangan khusus di Bayt al-Maqdis (Al-Aqsa). Setiap kali selesai melaksanakan ibadah, Maryam mendapatkan makanan yang ada di mihrab Zakaria. Oleh sebab itu, mihrab yang dimaksudkan itu adalah mihrab di Bayt al-Maqdis (baca: Al-Aqsa).

Tafsir tersebut juga didasarkan pada ayat Al-Quran surah Ali Imran ayat 35: “(Ingatlah), ketika istri Imran berkata; ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Bayt al-Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya, Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.”

Di dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir mengatakan, bahwa mihrab yang dimaksud dalam surah Ali Imran ayat 37 itu bukanlah mihrab sebagaimana yang nampak sekarang di masjid-masjid atau mushala, yang digunakan sebagai tempat imam atau penunjuk arah kiblat. Mihrab, dalam pandangan Ibnu Katsir, dahulunya adalah ruangan utama masjid, yang biasa dipakai sebagai ruang utama shalat. Jadi, pengertian mihrab seperti sekarang ini, tempat imam memimpin shalat, telah melenceng dari makna aslinya.

Dan di dalam mihrab itu, di dalam masjid, Maryam dibesarkan.

Dengan merujuk kepada dua peristiwa tersebut, para istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan i’tikaf, dan Ibunda Maryam dibesarkan dalam asuhan Nabi Zakaria di dalam masjid, maka gugurlah pendapat Yusuf Mansur yang mengatakan bahwa mereka ber-i’tikaf di rumah. Pendapat ini tidak didukung oleh sirah Nabawiyah dan Al-Qur’anul Kariem! Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur