Breaking News
(Foto : Istimewa)

Benarkah Yusuf Mansur Mutiara NU yang Terlupakan?

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

(Foto : Istimewa)

Hari Rabu (6/5/2020), TribunNews.com menurunkan artikel dengan judul “Ustadz Yusuf Mansur, Mutiara NU yang Terlupakan”. Ditulis bukan oleh orang sembarangan. Sederet gelar disandangnya, sebagaimana termaktub di awal dan di akhir artikel.

Penulisnya adalah KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Banyak yang diceritakannya tentang Yusuf Mansur, prestasi-prestasinya, dan kakek buyutnya: Guru Mansur. Dari banyak ceritera yang ditulis, ada tiga hal yang patut diberi catatan. Yakni, tentang Daarul Qur’an; sebagai pengusaha yang membangun bisnis dan perekonomian umat; dan membeli klub Polandia, Lechia Gdansk.

Daarul Qur’an

Pondok Pesantren Daarul Qur’an yang berdiri tahun 2003 di Cipondoh itu kini sudah punya cabang di Cikarang (khusus putri), Semarang, Lampung, Jambi, dan Banyuwangi. Di Cipondoh, sebagai pesantren pusat untuk laki-laki, ada lebih dari 1000 santri. Sementara di cabang-cabang, masing-masing punya santri sekitar 250 anak.

Selama ini, Yusuf Mansur selalu menjual nama Daarul Qur’an, sebagai pencetak para penghafal Al-Qur’an. Daarul Qur’an memang tersebar di 21 provinsi dengan jumlah mencapai 1300 rumah tahfidz. Ada tiga model kerjasama antara pihak rumah tahfidz dengan Daarul Qur’an yang berpusat di Tangerang, Banten, tersebut.

Pertama, Pola Mandiri. Ini mulai dari sarana dan prasarana, dikelola secara mandiri. Pihak Daarul Qur’an hanya memberi panduan dan metodologi cara menghafal Qur’an. Kedua, pola Mitra Mandiri. Pihak penyelenggara menyediakan sarana dan prasarana serta santri, Daarul Qur’an mensuplai ustadnya. Ketiga, adalah Mitra. Seseorang atau yayasan mewakafkan gedung kepada pihak Daarul Qur’an, selebihnya pihak Daarul Qur’an yang akan mengelola rumah tahfidz tersebut.

Saat ini, yang berkembang adalah Pola Mandiri. Tetapi, oleh Yusuf Mansur, ini yang jadi jualannya kesana-kemari dalam rangka memulung sedekah dari para donatur. Adapun untuk menjadi santri di daarul Qur’an yang dikelola oleh Yusuf Mansur, tetap berbayar, dan tidak murah. Untuk uang gedung saja dipatok Rp 40 juta per santri. Ini belum biaya bulanannya dan lain-lain.

Sebagai Pengusaha?

Hampir di setiap kesempatan memberikan ceramah, Yusuf Mansur selalu mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pengusaha. Benar, ia memang pengusaha, dan mungkin ia menjadi kaya raya karenanya. Tetapi coba tengok, dari investasi Batu Bara, Patungan Usaha, Patungan Aset, Condotel Moya vidi, Nabung Tanah, VSI, Treni, sampai Paytren. Coba jelaskan pada kami, mana usahanya yang tidak bermasalah?

Paytren yang digadang-gadang menjadi perekonomian umat itu pun juga bermasalah. Meski Majelis Ulama Indonesia Pusat pada tahun 2017 telah memberi label halal, toh tetap saja dinilai oleh berbagai pihak sebagai haram. Dr. Erwandi Tarmizi dengan gamblang mengatakan bahwa Paytren haram. Sebuah skripsi dari Wahyu Putri Wijayanti (Fakultas Agama Islam UII Yogyakarta, 2018) juga berkesimpulan bahwa Paytren haram. Dan masih banyak lagi yang berpendapat serupa. Baca juga buku “1001 Dusta Paytren & Yusuf Mansur” yang disunting oleh Darso Arief Bakuama.

Membeli klub bola

Begitu kagumnya Imam Jazuli, sampai ia menulis:

“ …yang sempat mencengangkan saat ia mengumumkan membeli 10 persen saham klub Polandia, Lechia Gdansk, senilai Rp 42 miliar dengan perusahaan Fintek Groupnya. Ustad Yusuf Mansur menambah daftar pengusaha Indonesia yang mempunyai saham di klub-klub olahraga di Eropa dan lainnya yang bertindak pada pemberdayaan ummat.”

Luar biasa pujian tersebut. Apakah Imam Jazuli tahu kebenaran berita tersebut? Atau hanya baca di media? Adakah ia dapat informasi langsung dari penuturan Yusuf Manusr?

Ketika Yusuf Mansur mengumumkan akan beli saham Lechia Gdansk, itu terjadi di bulan Deember 2018, pada saat posisi Lechia Gdansk berada di urutan teratas Liga Polandia. Rencana pembayaran pembelian saham akan berlangsung sejak Juni 2019 dan dicicil selama 6 bulan ke depan. Tetapi, ketika di bulan Maret 2019 posisi Lechia Gdansk berada di urutan ke-10 dari 15 klub bola di Polandia, adakah Yusuf Mansur melanjutkan pembelian sahamnya?

Lagi pula, jika pun jadi, uang yang untuk beli saham Lechia Gdansk berasal dari mitra Paytren, dan nanti spanduk-spanduk Paytren akan bermunculan di stadion-stadion di Polandia. Pertanyaannya, adakah aplikasi Paytren bisa diakses dan dipakai di Polandia? Coba saudara Imam Jazuli menelusurinya.

Rencana pembelian klub bola tidak hanya di luar negeri. Di dalam negeri, Yusuf Mansur juga berkoar-koar akan membeli 3 klub bola. Faktanya, tiga-tiganya tidak jadi dengan berbagai sebab. Faktor utamanya adalah tiadanya dukungan dana untuk mengeksekusinya.

Akhirnya, kita menghormati kakek buyut (dari jalur ibu) Yusuf Mansur yang bernama Guru Mansur yang seangkatan dengan Hadratusy Syekh Hasyim Asyhari (pendiri Nahdlatul Ulama). Tetapi kita tetap kritis dengan kiprah dari cucunya yang bernama Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur. Nama besar Guru Mansur tidak bisa sertamerta menjadi pemaaf atas apa yang telah diperbuat oleh Yusuf Mansur, terutama yang berkaitan dengan bisnis-bisnisnya yang bermasalah.

Benarkah “Yusuf Mansur Mutiara NU yang Terlupakan? Tidak. Sama sekali tidak. Karena kasus-kasusnya kini kembali terkuak, dan sebagian sedang diproses di pengadilan. Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur