Breaking News
Birokrasi (foto : prismajurnal)

KEDIKTATORAN BIROKRASI

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
(Ketua Koalisi Advokat Penjaga Islam/KAPI, Kornas Koalisi 1000 Advokat Bela Islam)

 

 

Birokrasi (foto : prismajurnal

“Kalau dulu massa tidak apatis terhadap politik, namun zaman sekarang akibat distrust yang akut menyebabkan massa menjadi apatis, mereka tidak mau tau serta hopeless terhadap proses hingga hasil politik. What will be will be! Kalau dulu dengan kesadarannya massa sulit untuk dimanipulasi oleh kediktaktoran dan birokrasi, sekarang kita terkesan nyaman dan dengan sukarela mau dimanipulasi untuk memuluskan kepentingan politik tertentu sehingga birokrasi pun dipakai sebagai kendaraan untuk mempertahankan dan memperjuangkan vested interest. Birokrasi mana yang dijamin kenetralannya sekarang ini?”

Ungkapan diatas adalah penggalan keterangan ahli yang disampaikan oleh Prof. Dr. Suteki, S.H. M.Hum, yang disampaikan pada sidang perkara Gugatan Tata Usaha Negara yang diajukan HTI terhadap Pemerintah, pada Kamis 01 Februari 2018.

Ada dua hal yang menarik dari uraian Prof. Suteki. Pertama, soal kediktatoran. Kedua, soal birokrasi. Kediktatoran bisa dipahami sebagai tindakan subjektif dari pemilik wewenang untuk mengambil dan menjalalankan keputusan dan/atau kebijakan, berdasarkan wewenang yang otoritatif tanpa mengindahkan asas dan prosedur hukum yang berlaku.

Birokrasi adalah proses menjalankan pemerintahan baik secara administrasi maupun substansi, dalam kerangka menjalankan fungsi Pemerintahan untuk melayani dan mensejahterakan rakyat dan menjaga ketertiban hukum ditengah masyarakat.

Melalui dua poin diatas, ahli ingin mengemukakan pendapat bahwa tindakan Pemerintah yang secara sepihak mencabut status BHP HTI tanpa pengadilan, tanpa proses administrasi baik melalui pemanggilan mediasi maupun surat teguran, mengindikasikan telah terjadi kediktatoran birokrasi.

Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh Pemerintah tidak mengindahkan asas dan prosedur hukum, bahkan cenderung mempertontonkan kejumawaan birokrasi. Adalah keliru, jika negara yang seharusnya memiliki fungsi dan peran untuk membina, melindungi dan mengayomi Ormas kemudian tiba-tiba berubah menjadi birokrat diktator.

Keputusan pencabutan status BHP yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui kemenkumham pada tanggal 19 Juli 2017, yakni 9 hari sejak Perppu ormas diterbitkan atau 7 hari sejak pengumuman penerbitan Perppu ormas pada tanggal 12 Juli 2017 (meskipun Perpu dibuat tanggal 10 Juli 2017), adalah bentuk nyata kediktatoran birokrasi.

Dalam tempo 7 hari saja sejak pengumuman Perpu, Pemerintah tidak pernah mengajak dialog, mediasi atau mengeluarkan teguran kepada HTI. Tiba-tiba, secara sepihak pada tanggal 19 Juli 2017 kemenkumham mencabut sekaligus membubarkan status badan hukum perkumpulan HTI.

Yang tidak kalah menarik, Prof. Suteki juga menguraikan satu teori atau prinsip bahwa ayat suci harus berada diatas konstitusi. Sehingga, ajaran Khilafah yang dianut dan didakwakan HTI adalah ajaran Islam yang berasal dari wahyu (ayat suci) yang mustahil bertentangan dengan konstitusi.

Menurut beliau, Pemerintah keliru jika menyandarkan keputusan pembubaran pada Perppu ormas khususnya pasal 59 ayat (3) huruf c, karena Khilafah tidak mungkin bertentangan dengan Pancasila atau UUD 1945.

Beliau menyebut nilai transenden (wahyu) tidak boleh dianulir oleh konsepsi hukum atau konstitusi. Justru konstitusi harus diilhami oleh nilai transenden yang berasal dari ajaran agama.

Jika dikembalikan pada kasus pembubaran BHP HTI, tegas terdapat kesimpulan keliru yang dilakukan Pemerintah yang mengeluarkan keputusan membubarkan HTI karena mengemban dan mendakwahkan ajaran Khilafah.

Hanya saja, karena pendekatan keputusan pembubaran bukan tunduk pada asas dan prosedur hukum yang berlaku, tetapi diambil berdasarkan ‘Kediktatoran Birokrasi’, sebagaimana digambarkan Prof. Suteki. Jika sudah demikian, umat tentu dapat mengindera dengan jelas bahwa keputusan pembubaran dakwah HTI yang dilakukan Pemerintah hanya berdasarkan argumen “POKOK’E”.

Inilah, wujud nyata Negara Kekuasaan (matchstaat).

About Redaksi Thayyibah

Redaktur