Breaking News

Kecanduan Menulis

Oleh: Joko Intarto

(Foto : Dok. JTO)

Pak Resmen senang sekaligus terkejut. Jaksa di Kejaksaan Agung itu tidak mengira, buku perdananya ”Menjerat Suap di Sektor Privat” mendapat sambutan positif di pasar.

Padahal bukunya sendiri belum diluncurkan. Ia masih mencari waktu , karena kesibukan mengajar jaksa-jaksa muda di Pusdiklat Kejaksaan Agung.

Respon publik itu memantik semangat penulis yang baru meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Brawijaya, Malang itu, untuk membuat buku kedua. Buku baru itu masih bertema antikorupsi. Kali ini tentang tindak pidana pencucian uang atau TPPU sebagai modus baru tindak pidana korupsi.

Saya pun menawarkan diri untuk menjadi editor buku itu. Sebagai bentuk kontribusi dalam usaha pemberantasan korupsi, melalui penerbitan buku.

Seperti halnya tindak pidana suap, TPPU juga diatur dalam undang-undang tersendiri. Pembuat UU membedakan TPPU dengan korupsi. Padahal, TPPU itu modus para koruptor dalam menjalankan aksinya.

Coba ikuti kasus-kasus besar yang tengah ramai yang melibatkan mantan pejabat pajak dan mantan pejabat bea cukai. Atau kasus skandal korupsi yang membelit hakim agung dan menyeret puluhan tersangka dari berbagai cluster itu.

Dari pemberitaan yang beredar, bisa dipahami bahwa suap dan pencucian uang itu ibarat satu mata uang dua sisi. Pengusaha menyuap untuk memperoleh keuntungan tidak sah dalam suatu pekerjaan atau proyek. Pencucian uang digunakan para penerima suap untuk menyembunyikan harta haramnya.

Lucunya, UU TPPU ini usianya masih sangat muda. Terbit tahun 2010. Penyusunnya saat ini sebagian masih duduk di Senayan. Bahkan masih berniat meneruskan karir politiknya di sana.

Menjadi pertanyaan: Mengapa TPPU dipisahkan dari tindak pidana korupsi? Mengapa TPPU tidak dinyatakan saja sebagai modus tindak pidana korupsi yang harus diadili dengan UU Tipikor dengan ancaman hukumannya sangat berat itu?

Secara nasional, Indonesia telah berada pada situasi darurat korupsi. Indonesia membutuhkan pemimpin politik yang berkomitmen pada reformasi hukum. Janji menyejahterakan wong cilik itu hanyalah omong kosong, selama korupsi merajalela.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur