thayyibah.com :: Meski Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) regular tahun ini sebesar USD 2.585 (Rp 34,6 juta) sehingga mengalami penurunan USD 132 (Rp 1,7 juta) jika dibandingkan dengan tahun 2015 lalu dengan kurs 1 USD Rp 13.400, namun biaya sebesar itu tetap dianggap tinggi oleh mayoritas jamaah haji Indonesia yang berasal dari kalangan kelas menengah, dimana mereka telah menabung selama bertahun-tahun untuk dapat pergi beribadah haji ke Tanah Suci. Apalagi sekarang ini perekonomian nasional lagi mengalami kesulitan dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Jika kondisi perekonomian nasional tidak kunjung membaik dan nilai rupiah terhadap dolar AS terus mengalami penurunan. maka diperkirakan BPIH tahun 2017 nanti akan kembali mengalami kenaikan sehingga bisa mencapai Rp 40 juta per jamaah haji.
Namun hal itu tidak terjadi pada jamaah haji tahun 1998, dimana waktu itu krisis moneter yang disusul krisis ekonomi dan resesi ekonomi sedang hebat-hebatnya terjadi di Indonesia. Jamaah haji waktu itu justru beruntung dan semuanya bisa berangkat ke tanah suci tanpa sedikitpun penambahan BPIH, sebab semuanya telah disubsidi oleh pemerintah melalui APBN. Pasalnya waktu itu Kementerian Agama dipimpin Menteri Agama Tarmizi Taher, seorang Menteri dengan latar belakang militer yang hebat dan ahli dalam bidang diplomasi.
Sebagaimana dikisahkan mantan Sespri Tarmizi Taher sekaligus Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Ustadz Tabrani Syabirin Lc MA kepada penulis baru-baru ini.
Krisis Tahun 1998
Kita sangat beruntung memiliki Menteri Agama yang cerdas, hebat dan lihai dalam diplomasi seperti Laksamana Muda TNI (Purn) Dr H Tarmizi Taher yang menjabat Menag pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) dibawah Presiden Soeharto. Tarmizi Taher kelahiran Padang, Sumatera Barat, 7 Oktober 1936 dan wafat di Jakarta pada 12 Februari 2013 dalam usia 76 tahun dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
Diakhir masa jabatannya, Tarmizi Taher sangat berjasa dalam memberangkatkan jamaah haji Indonesia tahun 1998 dimana waktu itu baru berjumlah 160.000 jamaah. Pasalnya, begitu terjadi krisis moneter yang melanda seluruh Asia yang dimulai pertengahan 1997, dimana nilai rupiah terhadap dollar terjun bebas dari Rp 2.500 menjadi Rp 12.000 awal 1998 dan Rp 16.000 per dollar pada pertengahan 1998. Pada permulaan krisis dimulai pertengahan 1997, secara diam-diam Menag Tarmizi Taher pergi ke AS untuk menemui Gubernur Bank Central AS (The Fed), Alan Greenspain. Setelah bertemu Alan Greenspain, Tarmizi Taher menanyakan apakah ekonomi Indonesia dapat diselamatkan dari badai krisis moneter, ternyata jawaban Alan Greenspain adalah ekonomi Indonesia tidak akan bisa diselamatkan. Padahal menurut Gubernur BI, Sudrajad Djiwandono, fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat sehingga tidak akan terpengaruh dengan badai krisis moneter yang melanda Asia pada waktu itu.
Setelah mendengar jawaban Alan Greenspain tersebut, Tarmizi Taher langsung pulang ke Indonesia dan menemui Sudrajad Djiwandono. Dengan gaya diplomatisnya, Tarmizi Taher menanyakan kepada Gubernur BI apakah fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, ternyata jawaban Sudrajad adalah fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Mendengar jawaban tersebut, Tarmizi Taher langsung meminta Sudrajad agar Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) hari itu bisa menyetorkan seluruh Ongkos Naik Haji (ONH) sekarang Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) ke Bank Indonesia dengan kurs rupiah pada waktu itu Rp 2.500 per dollar AS. Padahal jumlah jamaah haji waktu itu sebanyak 160.000 orang. Karena termakan oleh omongannya sendiri, akhirnya Sudrajad setuju. Sebab Tarmizi Taher beralasan besok dirinya akan pergi ke luar negeri.
Setelah mendengar jawaban Sudrajad yang bagaikan angin surga itu, Tarmizi langsung meminta kepada Sudrajad agar dibuat MoU, dimana dalam salah satu butir perjanjian tersebut berbunyi: “Kapanpun terjadi gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, maka perjanjian ini tidak bisa dibatalkan”. Setelah diteken MoU, malam itu juga Tarmizi Taher memerintahkan seluruh bank yang menerima setoran ONH agar segera membayarnya ke kas Bank Indonesia. Dengan membayarkan setoran ONH ke BI, maka amanlah keberangkatan 160.000 jamaah haji Indonesia tahun 1998 ke tanah suci.
Namun besoknya Menag Tarmizi Taher dipanggil Presiden Suharto di kediamannya jalan Cendana. Pak Harto menanyakan mengapa bisa terjadi begini. Pak Harto mengatakan kalau begitu negara wajib membayar seluruh ongkos jamaah haji yang jumlahnya sangat besar tersebut. Menag Termizi Taher mengatakan dirinya sudah merundingkannya dengan Gubernur BI Sudrajad dan sudah membuat MoU mengenai pembayaran ONH. Kata Tarmizi, perjanjian itu sudah tidak bisa dibatalkan, sebab jika dibatalkan siapa yang akan membayar ONH dan bisa jadi jamaah haji Indonesia tidak bisa berangkat ke tanah suci. Setelah itu Presiden Soeharto memanggil Sudrajad dan langsung menegurnya. Besoknya Sudrajad mendatangi Tarmizi Taher di Departemen Agama Lapangan Banteng dan meminta agar perjanjian tersebut direvisi, namun Tarmizi dengan tegas menolaknya sehingga menyebabkan Sudrajat menangis karena menyesali kebodohannya.
Akhirnya pada Februari 1998, nilai dollar AS terhadap rupiah sudah mencapai Rp 12.000 dan pada waktu itu jamaah haji Indonesia mulai berangkat ke tanah suci. Dengan ONH hanya Rp 6.000.000, berarti jamaah haji Indonesia hanya membayar 500 dollar, padahal seharusnya 3.000 dollar. Jadi seandainya waktu itu bayarnya pakai dollar, maka jamaah haji Indonesia harus membayar Rp 36.000.000. Sedangkan uang yang dikembalikan kepada jamaah haji setelah tiba di tanah air mencapai 800 dollar, lebih besar dari ONH nya yang hanya 500 dollar. Jadi boleh dikatakan, jamaah haji tahun 1998 disubsidi pemerintah melalui APBN, sehingga menjadi haji paling murah dalam sejarah haji di Indonesia. Jadi seandainya pada waktu itu dengan gaya diplomasinya Menag Tarmizi Taher tidak berhasil meyakinkan Gubernur BI Sudrajad Djiwandono untuk membuat MoU dan membayar ONH secara langsung, maka jamaah haji Indonesia yang membayar dengan nilai rupiah itu tidak bisa berangkat, sebab biayanya menjadi enam kali lipat dari ONH sebelum krisis moneter yang dimulai pertengahan 1997. Inilah amal sholeh, jasa sekaligus kelihaian Menag Tarmizi Taher yang perlu diingat umat Islam Indonesia terutama jamaah haji 1998, karena telah menjadi jamaah haji dengan BPIH paling murah dalam sejarah perhajian di Indonesia. [Abdul Halim/Kontributor Thayyibah.com]