Breaking News

Tayangan Dungu Berjemaah

Oleh : Davy Byanca

Sahabat sufiku.

SEPULUH TAHUN terakhir ini kita disajikan dagelan berupa tayangan diskusi politik secara live di beberapa stasiun tv. Bagi pemirsa yang menginginkan tontonan yang edukatif, cerdas dan bermanfaat, siap-siap saja untuk kecewa. Sebagai institusi bisnis, produser pasti menginginkan banyak viewer dari acara tersebut, bukan bermutu tidaknya program tersebut. Jangan heran jika di antara pembicara harus ada tokoh kontroversial, yang bacotnya kencang walau minim pengetahuan. Yang gaya bicaranya berapi-api kendati dia sendiri tak tahu apa yang dia ucapkan. Semakin gaduh ruangan dibuatnya, maka semakin laris manis program itu baginya.

SEBUAH DISKUSI sejatinya haruslah mengedukasi publik atau audiens, tak masalah ada pro dan kontra, asal masing-masing memiliki argumen yang kuat. Jika ada pembicara yang kemudian ngotot harus menang dalam setiap diskusi, sesungguhnya dia sedang kehilangan kendali. Dia pikir bahwa ‘keras dan ngotot’ itu adalah orang yang kuat. Dia lupa hampir semua orang kuat di dunia ini justru mereka yang paling diam. Kedewasaan seseorang itu diukur dari seberapa sering dia memilih diam, saat dia tahu, kata-katanya akan menghancurkan lawan bicaranya.

DI LUAR SANA, banyak orang yang memiliki pemahaman yang salah. Mereka pikir diam dan tenang itu, berarti tak peduli. Tentu saja ini keliru. Mengelola emosi itu bukanlah suatu bentuk sikap apatis atau anti-sosial, melainkan sebuah pemikiran yang strategis. Terkadang -dalam hidup, kita mesti memainkan peran sebagai orang bodoh yang tak tahu apa-apa, untuk membodohi orang bodoh, yang berpikir dia sedang menolol-nololkan diri kita.

NILAI DIRI kita bukan ditentukan oleh pendapat orang lain atau banyaknya viewers, subscribers atau followers, melainkan ditentukan oleh Dia Yang Menciptakan kita. Bukankah Allah telah memuliakan kita dengan iman, martabat dan jiwa yang memiliki tujuan. Akan selalu ada orang yang tidak menghargai pendapat atau kehadiran kita. Namun demikian, kendati semuanya berpaling, Allah takkan pernah berpaling. Dia tahu apa yang di hati kita, dan itu sudah cukup. Jangan biarkan kebutaan orang lain membuat kita mempertanyakan cahaya kita sendiri. Nilai diri kita tidak terletak pada seberapa besar dan kerasnya omongan kita, seberapa gemoy-nya kita di hadapan orang lain, atau seberapa banyak orang mengelu-elukan diri kita. Tapi terletak pada ketulusan, kesabaran dan perjuangan kita.

YANG BANYAK kurang difahami adalah; banyak orang menjadi tidak menarik setelah kita tahu cara berpikir mereka, apalagi setelah kita tahu mereka tak pernah berpikir. Kalau Franz Kafka bilangnya, “Hanya kerana kebodohan merekalah, mereka mampu menjadi begitu yakin pada diri mereka sendiri”.

Sekian.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur