Breaking News

Sarinah Kini

Oleh: Joko Intarto

(Foto : JTO)

Sore tadi untuk kali pertama saya ke Sarinah pasca renovasi. Saya ingin melihat-lihat a[a saja yang berubah sekalian mencari sepatu kets Onitsuka Tiger, sepatu model klasik yang didesain pensiunan tentara Jepang, tahun 1960-an.

Sebelum bertanya kepada pramuniaga, saya jalan-jalan dulu dari lantai dasar hingga lantai empat. Interior Sarinah ternyata benar-benar beda. Sekarang sudah modern. Tidak kalah dibandingkan mall-mall yang muncul belakangan.

Produk yang dijual di Sarinah juga bagus-bagus. Sebagian besar brand-nya saya kenal. Meski belum pernah membeli produknya. Maklum, harganya terlalu mahal untuk ukuran saya yang sehari-hari lebih senang pakai kaos oblong.

Tapi sepatu kets Onitsuka Tiger yang saya cari tidak ketemu. ”Oh, itu produk sepatu impor ya? Di sini tidak ada. Sarinah hanya menjual produk dalam negeri saja,” kata pramuniaga yang saya temui.

Jawaban pramuniaga itu benar-benar membuat saya kaget. Berarti selama ini saya salah persepsi. Brand-brand yang saya kira berasal dari luar negeri di konter Sarinah ternyata produksi dalam negeri.

Sarinah adalah pusat perbelanjaan termodern pada zamannya. Dibangun pada masa pemerintah Bung Karno, Sarinah menjadi icon gaya hidup modern pada masanya.

Ketika saya bekerja di kantor Jawa Pos biro Jakarta pada 1992, Sarinah sudah menjadi pusat perbelanjaan yang biasa saja. Banyak mall baru dengan konsep lebih menarik dan kekinian.

Namun Sarinah masih menjadi tempat nongkrong favorit anak-anak muda karena di situlah restoran cepat saji Mc Donald membuka outletnya yang pertama di Indonesia. Mc Donald memang sangat mewakili spirit anak-anak muda.

Saya pun sering menghabiskan malam minggu di emper Sarinah. Hanya nongkrong bareng kawan-kawan wartawan dari Kompas, Tempo dan Bisnis Indonesia. Belanjanya sedikit, ngobrolnya berjam-jam. Hanya agar kelihatan gaul semata.

Kian lama, kondisi gedung Sarinah kian tua. Positioning-nya juga semakin tidak jelas. Ditambah lagi penataan outletnya semrawut. Kalau lokasinya tidak satu arah saya pulang dari kantor Kebayoran Lama ke Kelapa Gading, malas rasanya mampir ke Sarinah.

Tapi persepsi buruk masa lalu tidak berbekas lagi sore tadi. Sarinah benar-benar keren. Mulai taman, selasar, hingga outlet penjualannya.

Positioning Sarinah sekarang juga jelas: Hanya untuk menjual barang produksi dalam negeri: Busana, suvenir, makanan, minuman sampai jamu. Memang sebagian brand yang terpampang seakan-akan bahasa asing. Ternyata produk dalam negeri.

Dengan positioning barunya, pelanggan Sarinah sepertinya berubah. Tiga jam di sana, saya melihat begitu banyak orang bule yang berbelanja. Umumnya mereka membeli suvenir khas seperti wayang golek, patung-patung dari kayu, busana batik dan kopi luwak. Produk-produk itu memang sulit diperoleh di luar negeri.

Namun anak-anak muda tetap banyak yang berkunjung. Mereka hanya masuk untuk membeli jus, teh dan kopi. Setelah itu mereka nongkrong lagi di selasar yang bertingkat-tingkat itu.

Setelah salat magrib di musala Sarinah yang bersih, saya pun pulang. Di dekat pintu keluar, saya lihat ada outlet penjualan Erigo.

Saya tahu Erigo adalah brand apparel asli Indonesia yang sering bikin heboh. Menggunakan strategi digital marketing yang hebat, Erigo terkenal dengan penciptaan rekor penjualan. Sold out 10.000 pieces dalam 10 menit, sepertinya sudah biasa.

Saya pun mampir untuk membeli sepotong baju. Kebetulan ada diskon besar. Harga normalnya menjadi tinggal sepertiganya. Sepertinya saya mewakili karakter konsumen lokal. Kalau tidak digoda diskon, pikir-pikir kalau mau belanja.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur