Breaking News
(Foto : Davy Byanca/Istimewa)

Orang-orang yang Tertipu

Oleh: Davy Byanca

(Foto : Davy Byanca/Istimewa)

Dari sekian juta spesies mahluk hidup penghuni bumi yang paling banyak diuji adalah manusia. Mahluk ini pada dasarnya adalah baik, kerana dia diciptakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla, Dzat Yang Maha Baik. Tetapi kita harus tetap waspada kerana kita hidup di tengah medan peperangan yang dahsyat, dengan ego sebagai musuh kita. Dia, setiap hari akan membawa kita ke sebuah pertempuran baru. Dan medan peperangan itu adalah, diri kita sendiri.

Di sisi lain, agama mengajarkan kebahagiaan, tidak mengajarkan penderitaan. Tetapi, melalui penderitaan kita akan mencapai kebahagiaan yang hakiki. Sebab, kita harus dibesarkan dulu dengan penderitaan, setelah itu barulah melakoni prinsip-prinsip kebahagiaan agar meraih kebahagiaan.

Namun kebanyakan manusia mengira bahwa tugas hidupnya hanya terbatas pada mendidik anak, memberikan nutrisi dan vitamin, mencarikan jodohnya, dan membekalinya dengan kekayaan. Jika telah berhasil melakukannya, kita akan mendengar, mereka mengucapkan beribu syukur dan pujian.

Padahal tujuan hidup seperti itu –kata Dr. Khalid ‘Umar Abdurrahman ad-Disuqi dalam kitabnya yang berjudul “Bawaa’its as-Suruur”, adalah tujuan hidup jangka pendek. Sungguh, orang seperti ini sedang tertipu. Yang lebih celaka. Ada manusia yang merasa ‘biasa-biasa’ saja saat melakukan dosa kecil, karena yakin Allah Mahapengampun. Tapi merasa ketakutan jika melakukan kesalahan untuk urusan dunianya. Lupa bahwa saat menghembuskan nafas terakhir, ada 3 kerugian yang diderita anak manusia. Pertama, dia belum puas menikmati apa yang dikumpulkannya. Kedua, dia tidak tahu apa yang akan diterima akibat amalnya, ketiga dia belum mengumpulkan bekal yang cukup. Sungguh, orang seperti ini sedang tertipu.

Ketertipuan yang paling halus adalah ketika melihat sosok manusia yang sopan tutur katanya, santun dalam bergaul, dan sangat dermawan kepada manusia. Lingkungannya memuji sebagai pribadi yang berakhlak mulia. Tapi di sisi lain, sebenarnya ia suka pujian dari mahluk, mencari kedudukan, menegakkan harga diri, dan cinta dunia. Seorang sufi, al-Harits al-Muhasibi berkata, “Sebagian besar manusia hanya mengetahui orang yang diuji dengan dosa dan mereka tidak mengetahui orang yang diuji dengan kebajikan, kecuali segelintir orang yang memiliki Nur, kecerdasan, firasat, kecematan, kecerdikan.”

Kita semua sejatinya adalah korban dunia. Kita mengira bahwa kemenangan adalah puncak harapan, sedang kegagalan adalah puncak siksaan. Padahal dunia hanyalah tempat keberangkatan, bukan tempat tinggal. Seseorang kadang menganggap semua kebaikan yang diberikan Allah adalah balasan atas kebaikannya, dan keburukan yang menimpa dirinya adalah hukuman atas keburukannya. Lupa bahwa kita semua adalah korban dunia.

Sungguh, kemuliaan itu terletak sejauh mana kita menjaga hak-hak Allah, melaksanakan hukum-hukum-Nya, mematuhi semua perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang terpedaya atau tertipu dengan simbol-simbol kemuliaan yang dikemas secara islami.

Rumi berkata, kebenaran sepenuhnya bersemayam di dalam hakekat, Tapi orang dungu mencarinya di dalam kenampakan.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur