(Foto : Istimewa)

Kisah Pak Rasipan

Oleh: Davy Byanca

(Foto : Istimewa)

Bagi jemaah lawas dan para pegiat awal majelis dzikir Azzikra pasti mengenal Pak Rasipan, pria kurus, mungil dan tuna netra. Hampir setiap kegiatan dzikir bulanan di Depok dan dzikir akbar majelis kami, beliau hadir. Semangatnya untuk menghadiri event dzikir tak pernah kendur.

Saya pernah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorong bapak begitu bersemangat untuk hadir dalam setiap kegiatan dzikir?” Ia menjawab, “Abangku, saya adalah seorang kepala keluarga yang memiliki beberapa anak termasuk anak yatim yang hidup bersama saya. Saya perlu menunjukkan kepada mereka, bahwa dengan keterbatasan ini, saya memiliki sebuah semangat yang akan saya wariskan kepada mereka. Yaitu semangat, mencari dan meraih ridha Allah. Buktinya, sampai saat ini dengan ridha-Nya saya diberi kemampuan untuk menghidupi keluarga besar saya.”

Allahu Akbar! Merinding saat mendengar jawaban dari Pak Rasipan. Jawaban ini makin membangkitkan kesadaranku bahwa jika Allah swt berkehendak, tak ada satu pun mahluk di dunia ini yang dapat menghambat sebuah tekad, tak ada satu pun cobaan yang dapat menghalangi sebuah keinginan. Melalui Pak Rasipan saya memperoleh sebuah pembelajaran baru; keyakinan untuk tidak pernah melihat sejumlah pembatas atau dinding penghalang untuk menggapai sebuah tujuan.

Manusia adalah obyek yang diperebutkan oleh akhlak yang luhur dan watak yang rendah, dan oleh sifat-sifat mulia dan nafsu-nafsu yang jahat. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata, “Jiwa yang terbelenggu itu laksana burung dalam sangkar. Burung yang disiapkan untuk penetasan itu tidak sama seperti burung yang disiapkan untuk lomba pacuan.”

Apabila kita enggan naik ke derajat yang luhur dan lebih menyukai kegelapan, membenci cahaya, membiarkan diri terperosok ke dalam kubangan syahwat lalu berguling-guling di sana, serta menuruti kecenderungan-kecenderungan syaitan maka kelak akan jatuh ke Sijjin. Allah swt berfirman, “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat al-Qur’an) dan mereka mempunyai mata (tapi) tidak digunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak digunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” QS al-A’raaf [7]: 179.

Benar sekali! Mereka itu seperti hewan ternak yang tujuan hidupnya hanya sekadar menuruti hawa nafsu. Mereka seperti seekor unta yang kerjanya hanya makan dan makan. Tapi lupa bahwa nantinya ia akan disembelih dan dijadikan kurban. Mereka lupa mempersiapkan hari depan. Bahkan mereka dianggap lebih sesat daripada hewan. Sebab, hewan tahu hal-hal yang berguna dan bermanfaat bagi dirinya. Hewan masih lumayan karena masih mau menuruti apa kemauan pemiliknya. Sedangkan, mereka tidak sama sekali.

Syaikh Atha’illah as-Sakandari berkata, “Binatang masih mengenal Allah, sedangkan orang kafir sudah tidak mengenal-Nya.” Sementara itu Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Aku melihat ada kaum yang tidak memiliki kelebihan atas binatang, karena yang mereka pikirkan hanya kepentingan perut belaka. Tapi anehnya, ada kaum lain yang justru mengikuti perilaku mereka.”

Bayangkan, di manakah posisi kita saat ini? Apakah termasuk golongan orang-orang yang memiliki semangat seperti Pak Rasipan dengan sejumlah keterbatasan? Atau termasuk orang-orang yang hanya ingin memenuhi kebutuhan perut atau nafsu syahwat belaka kendati telah diberi begitu banyak nikmat oleh Allah?

Kalau belum ketemu jawabannya. Cobalah sekali-sekali perhatikan perilaku orang buta, baik tetangga kita, tukang pijat langganan, atau jika bertemu saat di jalan. Perhatikan 10 menit saja! Kita akan melihat sebuah suguhan yang luar biasa. Mulai dari bagaimana ia berjalan kaki, menyeberang jalan, memberhentikan angkutan umum, membayar kepada pedagang saat membeli makanan atau minuman kerana kehausan di jalan, atau saat menghindari jalan yang becek. Bagaimana mereka mengantisipasi semuanya. Pernahkah kita mendengar orang buta meninggal ditabrak saat menyeberangi jalan? Pernahkah kita mendengar orang buta dikejar-kejar pedagang karena tak membayar usai berbelanja?

Jika hari ini kita hidup dengan semua anggota tubuh yang lengkap, sempurna, dan sehat. Tapi masih belum juga dapat memahami ayat-ayat Allah, tak dapat melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan tak dapat mendengarkan ayat-ayat-Nya, maka kitalah sesungguhnya yang buta!

Allah telah menutup mata hati kita. Dan butanya mata hati sungguh lebih berbahaya daripada butanya mata lahiriah. Bukankah Allah swt telah berfirman, “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).” QS ar-Ruum [30]: 53.

Alhamdulillah sampai saat ini hubungan kami masih terjalin dengan baik. Sesekali Pak Rasipan berkunjung ke rumah sambil membawa keripik kesukaanku, masakan istri beliau yang juga tunanetra.

 

Tetiba kangen Pak Rasipan.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur