Breaking News
(Foto : Mata hati)

Tenggelam Dalam Pusaran Thawaf

Oleh: Davy Byanca

(Foto : Mata hati)

Tiba-tiba aku merindu Ka’bah. Suasana Masjidil Haram selepas shalat shubuh. Kebiasaanku duduk termenung, tafakur dan pikiran melayang saat duduk memandang Ka’bah. Aku selalu memilih tempat duduk di anak tangga, pas di sudut Hajar Aswad  menyaksikan semesta berbahagia di mana burung-burung beterbangan seakan menyambut pagi dengan ramah.

Sesekali, aku berada di pelataran atap Masjidil Haram, memperhatikan umat Muhammad saw berputar mengelilingi Ka’bah dengan khusyuk menjalankan perintah-Nya. Aku tak sendirian karena hampir semua yang bersender di pagar loteng, menyapu pandangannya ke bawah, melihat putaran arus manusia, tak henti, sambung-menyambung.

Setiap orang tenggelam dalam interpretasinya masing-masing dalam suasana seperti itu. Aku pun demikian. Aku melesat, terbang jauh ke suasana 1.400 tahun, memasuki lorong waktu, saat Muhammad saw kecil dilahirkan dan dibesarkan. Aku membayangkan, di tempat ini, Abdul Muthalib menggendong bayi kecil yang baru dilahirkan itu ke depan Ka’bah seraya mendoakannya, lalu mendapatkan inspirasi untuk memberikannya nama “Muhammad”, suatu nama yang tak lazim di kalangan orang-orang Quraisy pada zaman itu. Dengarkan saat si kakek berkata, ”Aku ingin supaya Allah memujinya di langit dan dipuji juga oleh manusia di bumi.” Siapakah yang menggerakkan hati sang kakek untuk memberikannya nama Muhammad? Satu-satunya nama yang berhak disandingkan dengan nama Allah!

Aku berjalan di dalam lorong waktu, serasa hadir bersama pasukan Rasulullah saw saat peristiwa Fattuh Mekkah, berjalan membawa panji-panji Islam bersama para sahabat lainnya. Kalau sudah begitu, itulah mimpi terindah di luar tidur. Pikiran dan jiwa kita larut dalam arus putaran manusia yang tertuju pada satu titik yakni Ka’bah. Aku membayangkan Ka’bah sebagai hatinya para rasul dan wali Allah. Tempat bagi wahyu Allah. Mawlana Rumi berkata, ”Ka’bah secara fisik hanyalah dahan dari hati. Jika ia tidak demi hati, apa gunanya Ka’bah? Para rasul dan wali mengorbankan hasrat mereka dan mengikuti hasrat Allah. Apa yang diperintahkan Allah, mereka melaksanakannya.”

Tidakkah kita melihat banyak jalan menuju Ka’bah. Ada yang menempuhnya dari daratan Eropa, sebagian dari Syria, yang lain datang dari China, atau melalui jalan darat dari India dan Yaman. Semua hatinya tertuju kepada Ka’bah, terjalin menyatu dalam kerinduan dan cinta mereka kepada Ka’bah. Tetapi apakah benar hati mereka tertaut pada fisik bangunan kubus tersebut? Tentu tidak.

Karena sesungguhnya hati mereka tertarik dengan medan elektromagnetik yang berada di sekitar Ka’bah. Energi luar biasa yang mampu meluluhlantakkan kerasnya hati, yang memiliki kemampuan mencerahkan akal sehingga memberikan inspirasi bagi Abdul Muthalib untuk memberikan nama ‘Muhammad’ bagi cucu tersayangnya.

Sungguh aku heran jika melihat ada jama’ah yang menghabiskan waktunya di depan Ka’bah dengan sia-sia. Melamun di kamar hotel sambil merokok, atau malah menghabiskan waktunya berbelanja karpet, sajadah, dan minyak wangi. Mengapa tak mencoba menangkap hikmah yang terjadi di sekitar Ka’bah? Mengapa tak mencoba memahami makna thawaf, apa arti perputaran yang berlawanan dengan arah jarum jam?

Mengapa tak bisa mengerti juga, bahwa prosesi thawaf merupakan prosesi yang luar biasa, yang dapat merontokkan semua energi negatif yang menempel di tubuh Anda, menghapus dosa-dosa Anda? Mengapa Anda tidak larut saja di dalam pusaran thawaf yang akan membawa hidung Anda menempel di Hajar Aswad?

fArgghh … betapa beruntungnya dikau yang hidupnya larut dalam arus pusaran thawaf!

Hmm .. kangenku mengunjungi Baitullah.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur