Breaking News

SAID DIDU DIPOLISIKAN

Indikasi Tergerusnya Kebebasan Berpendapat

Oleh : Djudju Purwantoro (Advokat dan Sekjen IKAMI)

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu (MSD), tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, di Jakarta, Senin, 4 Mei 2020. Sesuai surat panggilan, seharusnya dia diperiksa sebagai saksi terkait laporan dugaan pencemaran nama baik pada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan. Meski tidak hadir, Said Didu mengutus kuasa hukumnya, Letnan Kolonel CPM (Purnawirawan) Helvis, ke Kantor Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia untuk meminta jadwal ulang pemeriksaan.

Renacana pemeriksaan Said Didu itu karena adanya laporan polisi oleh Luhut Binsar Panjaitan (LBP) terdaftar dengan nomor LP/B/0187/IV/2020/Bareskrim, tanggal 8 April 2020, maka perlu kami sampaikan legal opini sebagai berikut.

Bahwa video yang diunggah di Youtube berjudul ‘MSD: LUHUT HANYA PIKIRKAN UANG, UANG, DAN UANG’. Pelaporan terhadap MSD terdaftar dengan nomor LP/B/0187/IV/2020/Bareskrim, tanggal 8 April 2020. MSD dilaporkan dengan Pasal 45 ayat 3, Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Pasal 14 ayat 1 dan 2, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pada intinya substansi Pasal 14,15 KUHP antara lain; “Barang siapa menyiarkan berita bohong, tidak pasti dengan sengaja dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. Pasal 27 ayat (3) UU no.19/2016, tentang ITE adalah : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Ancaman pidana Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun

Video yang diunggah di Youtube berjudul ‘MSD’, ungkapannya antara lain : LUHUT HANYA PIKIRKAN UANG, UANG, DAN UANG’. Mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, sudah dinyatakan sebagai delik aduan sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008. Putusan tersebut mengenai penegasan bahwa pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No. 013-022/PUU-IV/2015, memutuskan pasal yang mengatur penghinaan pejabat harus dimaknai sebagai ‘delik aduan’ (klacht delict). Dengan demikian, pelaporan atas dugaan delik penghinaan oleh MSD kepada LBP sesuai   pasal 310 dan 311 KUHP, diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan. Oleh karenanya, laporan ‘a quo’ harus dilakukan atas dasar pengaduan secara langsung oleh pejabat yang bersangkutan, sehingga tidak bisa dikuasakan kepada pihak manapun, dalam hal ini Laporan Polisi oleh LBP dikuasakan kepada pengacaranya.

Apa yang diungkapkan MSD dalam vidio ‘a quo’, adalah suatu bentuk ‘Kritik demi kepentingan umum’ , karena ujarannya tidak dimaksudkan untuk menyerang kehormatan, penghinaan dan atau/fitnah kepada LBP secara personal, sehingga tidak serta merta dikategorikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik. Justru seyogiyanya ‘kritik konstruktif demi kepentingan umum’ semestinya dilindungi.

Kebebasan berpendapat dan atau menyampaikan kritik merupakan hak azasi, harus dilindungi sesuai konstitusi UUD 1945, pasal 28F. Dengan demikian kritik positif dan konstruktif oleh MSD sebagai anggota rakyat sipil, semestinya dijadikan pemacu oleh rezim untuk introspeksi dan perhatian serius guna pembenahan kebijakan dalam menjalankan program pembangunannya.

Jika laporan polisi LBP tetap dieksekusi oleh aparat kepolisian, maka bisa sebagai indikasi tergerusnya hukum kebebasan berpendapat (freedom of speech) dalam era reformasi di iklim demokrasi Indonesia.

Sementara itu banyak fakta laporan polisi dari pihak oposisi, atas berbagai kriminalsasi oleh para pihak yang diduga dekat dengan rezim, sangat lambat prosesnya dan tebang pilih. Hukum harus ditegakkan sama kepada setiap orang , sehingga ‘due process of law’ tidak macet, sesuai asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur