Breaking News
Fachrul Razi, mantan tentrara yang jadi menteri agama (Foto : Istimewa)

HADIAH “PIL PAHIT” DARI JOKOWI UNTUK NU

Oleh : Kang Fandi

 

Fachrul Razi, mantan tentrara yang jadi menteri agama (Foto : Istimewa)

 

Susunan Kabinat Indonesia Maju (KIM) sudah dilantik dan mulai bekerja. Pada umumnya orang mengucapkan selamat menjalankan tugas, semoga sukses dan amanah. Tapi ada saja sebagian orang yang merasa kecewa dan setengah memprotes. Di antara yang terakhir ini adalah sebagian warga NU (Nahdliyyin) karena pada pos Menteri Agama kali ini Jokowi tidak memasang figur NU.

Secara obyektif, sebetulnya cukup banyak sosok Nahdliyyin dalam KIM ini. Sebut saja Mahfudz MD dan tiga pos dari PKB. Figur-figur ini 24 karat pendukung NU. Bahkan kurang apa, Wapresnya adalah mantan Rois Am NU. Tapi kenyataan ini tidak memuaskan mereka gegara lepasnya pos Menteri Agama. Konon, Jokowi dianggap tidak sensitif dengan cita rasa politik tradisional kaum Nahdliyyin yang selama ini melekat dengan kementerian urusan agama.

Lepasnya pos Menteri Agama menjadi bahan evaluasi atas relasi politik NU-Jokowi. Ramai dibicarakan kelakuan politik Jokowi ini telah mencederai kekompakan dalam mengadapi arus massf anti-Jokowi saat pilpres kemarin. Beberapa diantara mereka bahkan memunculkan sangkaan ‘NU dikadali.” Sebagian lagi masih ‘wait and see.’ Banyak juga yang apatis “karepmu.”

Bagaimana dengan pandangan para kyai? Nah ini yang penting dicermati. NU diakui sebagai organisasi besar yang secara politik diperhitungkan dalam percaturan nasional. Organisasi ini memiliki karakter khas berupa pengaruh kyai berbasis pesantren. Di luar pandangan formal PB NU, arah dan sikap politik NU yang sebenarnya terhadap suatu masalah tercermin pada bagaimana reaksi para kyai. Akan halnya urusan KIM, khususnya pos Menteri Agama ini, nampaknya belum terdengar ramai ekspesi kekecewaan yang berarti dari para kyai. Mengapa?

Para kyai sangat hormat dan segan dengan tentara. Bagi kyai, TNI adalah mitra perjuangan yang konsisten dalam soal kebangsaan, termasuk penangkalan radikalisme. Kultur dan tradisi keagamaan kalangan TNI banyak bersesuaian dengan selera nahdliyin.

Secara profesional, para kyai memandang figur tentara diakui disiplin. Ada harapan perbaikan dan penguatan managemen kementerian di bawah kepemimpinan baru ini. Penanganan radikalisme lebih effektif, penyelenggaraan ibadah haji lebih baik, dan pendidikan agama dan akhlakul karimah lebih berkembang dan bermutu.

Para kyai masih berharap isu-isu praktis yang bersentuhan langsung dengan pesantren mendapat perhatian serius. Janji rekognisi dan fasilitasi sesuai pesan UU Pesantren betul-betul nyata. Kehadiran negara dalam penguatan misi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat pada pesantren harus lebih konkrit. Ini meniscayakan adanya dukungan anggaran dan kompetensi pejabat yang betul-betul menjiwai pesantren. Dibutuhkan keberanian pemerintah untuk keluar dari mind-set umum yang mengkonstruksikan pesantren sama dengan sistem sekolah. Pesantren is pesantren.

Di luar ekspektasi di atas, sebagian kyai bahkan memaklumi kebijakan Jokowi yang menunjuk Menteri Agama dari kalangan TNI. Kebijakan ini dibaca sebagat bentuk penghormatan Jokowi terhadap NU. Dalam hal pemberantasan radikalisme, Jokowi ingin agar NU tidak berhadapan langsung dengan kelompok radikal dan intoleran yang sebagian mengusung bendera Islam. Negara harus hadir langsung menangani setiap gelagat yang mengancam keutuhan NKRI berdalih agama sekalipun. NU diposisikan sebagai kekuatan model Islam toleran yang menjadi rujukan negara dalam menangkal radikalisme. Dalam konteks ini, NU diuji konsistensinya sebagai organisasi yang ramah dan setia terhadap NKRI. Apakah komitmen kebangsaan NU akan kendor hanya gara-gara tidak diberi pos Menteri Agama? Jokowi kali ini memberi NU ‘pil-pahit’ yang insya Allah mendewasakan dan mematangkan NU.

Walhasil, kontroversi seputar Menteri Agama dikalangan nahdliyyin masih berada pada level permukaan. Sejatinya NU sangat welcome dan mendukung kebijakan Jokowi. Bagaimana selanjutnya? Kita tunggu kinerja Menteri Agama. Akankah ia betul-betul mengecewakan NU ataukah on the track pada misi NU dalam kerangka Islam Rahmatan lil ‘alamin ? Betul bahwa urusan agama menjadi parameter terkait konsistensi dan kesetiaan Jokowi dalam relasinya dengan NU. Sekali Jokowi mentoleransi pergerakan radikalisme, karena kesengajaan atau karena kekhilafan strategi, ia akan ‘kualat.’ Wallahu a’lam bish-shawab.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur