Breaking News
"Gejayen Memanggiil", thema demontrasi mahasiswa Jogga 25 September 2019. Gerakan Mahasiswa tebelah? (Foto : Tribun)

RUU KUHP DITUNDA, RUU P-KS MINTA DISAHKAN

Dua Agenda yang Membedakan Gerakan Perlawanan Mahasiswa

Oleh:  Tarmidzi Yusuf

“Gejayen Memanggiil”, thema demontrasi mahasiswa Jogga 25 September 2019. Gerakan Mahasiswa tebelah? (Foto : Tribun)

 

Semakin hari semakin terang identitas politik mahasiswa. Mahasiswa hijau versus mahasiswa merah. Banyak yang gerah bahkan marah ketika saya menulis, demo mahasiswa ditunggangi dan didesain oleh kelompok merah. Saya dianggap tidak pro mahasiswa.

Banyak orang tak paham peta elit politik. Mahasiswa bersatu ketika menghadapi revisi UU KPK. Tapi terbelah menghadapi RUU KUHP dan RUU P-KS. Dua RUU inilah yang menjadi titik terang, mana mahasiswa merah dan mana mahasiswa hijau.

Publik tak peduli siapa memanfaatkan siapa. Yang penting simbol perlawanan telah dimulai. Bagi saya, bukan soal gerakan perlawanan tapi soal siapa di belakang gerakan perlawanan mahasiswa dan pelajar.

Saya ingin sebut satu saja. Gejayan bergerak. Anda tahu di Jl. Gejayan sekarang Jl. Affandi ada perguruan tinggi milik siapa? Kenapa tidak, Kaliurang bergerak untuk mewakili UGM dan UNY. Padahal UGM jauh lebih terkenal dari perguruan tinggi tersebut.

Bagaimana gerakan perlawanan itu untuk membela kebenaran (al-haq) dan menghilangkan kezaliman. Misalnya, gerakan perlawanan Pilpres curang. Kenapa mahasiswa dan pelajar diam ketika melihat kezaliman nyata, Pilpres curang dan meninggalnya 600 orang lebih petugas KPPS.

Sekarang seolah-olah ingin menjadi pahlawan anti korupsi dan pahlawan kebebasan “selangkangan” dengan menolak UU KPK dan mendukung RUU P-KS. Bukankah itu pahlawan kesiangan dan pahlawan kebebasan seksual. Rumornya tokoh mahasiswa dan pemuda telah “dibius” uang ratusan milyaran agar tidak berteriak pilpres curang dan pelanggaran HAM.

Sejarah perlawanan mahasiswa telah membuktikan dimanfaatkan dan diskenariokan oleh sutradara di belakang layar. Peristiwa Malari tahun 1974 dan gerakan reformasi mahasiswa tahun 1998 sebagai bukti. Mahasiswa Islam dan Ummat Islam bagai mendorong mobil mogok. Setelah mobil bisa jalan, ditinggal bahkan digilas oleh supir mobil mogok. Dimusuhi rezim.

Hari ini pelajar ikut demo viral. Dipuja puji tanpa mengetahui siapa yang menggerakkan mereka? Isu yang mereka usung, sama dengan isu yang dibawa mahasiswa merah. Dimobilisasi atau muncul kesadaran sendiri dikalangan pelajar?. Ragu kalau mereka tidak dimobilisasi. Media ikut membesar-besarkan. Kita tahu, media punya siapa.

Demo kemarin dan hari ini makin beringas. Faisal Amir mahasiswa Universitas al-Azhar babak belur dipukul Polisi. Tengkorak kepala retak. Bahu remuk. Sempat kritis.

Demonstran beradu fisik dengan Polisi. Lempar batu dan petasan melawan gas air mata dan pentungan. Bandingkan dengan aksi damai 21-22 Mei. Doa dan shalawat lawan gas air mata dan tembakan.

Mahasiswa dan Polisi saling pukul. Adu domba mahasiswa dan Polisi berhasil. Mahasiswa dapat simpati rakyat. Sementara Polisi dihujat dimana-mana karena sangat zalim terhadap mahasiswa. Simpati rakyat meluas. Emosi rakyat bangkit. “Pemain” dibelakang layar berhasil menggiring opini. Bahkan mereka maunya rusuh. Persis demo 1974 dan 1998. Rusuh dimana-mana. Demonstrasi meluas ke seluruh Indonesia. Target tercapai.

Kembali isu yang diusung demonstran. Mahasiswa merah dan mahasiswa hijau punya agenda yang sama dalam merespon revisi UU KPK. Sayangnya, pergerakan mereka terlambat. UU KPK hasil revisi sudah disahkan DPR. Mereka menuntut UU KPK dibatalkan diganti Perppu. Jokowi menolak.

Jika eskalasi demonstrasi membesar dan meluas. UU KPK tidak ditanda tangan Presiden. Kado istimewa bagi Jokowi menjelang 20 Oktober. Jokowi diframing oleh media sebagai pahlawan anti korupsi. Sangat kontradiktif dengan agenda mahasiswa hijau. Jokowi turun dan tidak dilantik. Akhirnya tuntutan Jokowi turun dan tidak dilantik tertutup oleh “digorengnya” Jokowi sebagai pahlawan oleh media karena menunda RUU KUHP dan pengesahan RUU P-KS.

Untuk mempermudah identifikasi antara mahasiswa merah dan mahasiswa hijau. Ada 3 perbedaannya; Pertama, Kelompok merah pro Jokowi dua periode. Sedangkan mahasiswa hijau agenda utamanya turunkan Jokowi sekarang juga.

Kedua, mahasiswa merah menolak RUU KUHP. Mereka menuduh RUU KUHP negara masuk wilayah pribadi dan dianggap melanggar HAM. Diantaranya, pasal perzinahan, kumpul kebo dan LGBT. Sementara mahasiswa hijau setuju RUU KUHP disahkan. Alasannya, sudah saatnya pelaku zina, kumpul kebo dan pelaku seks menyimpang LGBT, dihukum yang tidak diatur dalam UU KUHP warisan kolonial Belanda. Hukum Islam lebih berat, dirajam dan dicambuk bagi pelaku zina.

Ketiga, mahasiswa merah setuju RUU P-KS disahkan. Sementara mahasiswa hijau menolak RUU P-KS karena beberapa pasal kontroversial, salahsatunya; melegalkan perzinahan.

Perbedaan agenda sangat prinsip antara mahasiswa merah dan mahasiswa hijau. Dari sinilah kita melihat siapa bermain dan siapa yang memanfaatkan.

Endingnya bisa kita tebak. Lagi-lagi kelompok sekuleris, liberalis, salibis dan komunis sering kita sebut sebagai kelompok merah menang. Sementara Ummat Islam yang sering direpresentasikan kelompok hijau hanya gigit jari.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur