Breaking News
Bukan hanya meminta sedekah atau investasi illegal, Yusuf Mansur juga "bermain" Batubara yang berakhir merugikan banyak orang. (Sebuah tambang batubara, foto : Kontan)

Yusuf Mansur Menggenggam Bara

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

 

Bukan hanya meminta sedekah atau melakoni investasi illegal, Yusuf Mansur juga “bermain” Batubara yang berakhir merugikan banyak orang. (Sebuah tambang batubara, foto : Kontan)

 

Sebagai ustadz dan pebisnis dengan jamaah yang lumayan banyak dan berpunya, wajar jika Yusuf Mansur punya kolega di berbagai bidang bisnis. Salah satunya adalah bisnis batu bara. Ini terjadi sekitar bulan Oktober 2009. Orang-orang berpunya berkumpul di sebuah hotel bintang 5 di Jakarta, untuk sebuah bisnis di bidang batu bara. Namanya, Jabal Nuur, mengambil nama gunung yang di dalamnya ada Goa Hiro’, tempat dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebelum diangkat menjadi Rasul, sering mengunjungi tempat ini.

Di bulan pertama, bisnis ini cukup sukses. Begitu pula di bulan kedua, meskipun sudah tercium adanya tanda-tanda yang kurang menguntungkan. Menginjak bulan ke-empat, Januari 2010, bisnis batu bara gulung tikar. Tidak semua mereka yang menanamkan investasinya ikut terpuruk. Ada satu atau dua orang yang berhasil lolos dan tidak menanggung kerugian. Kok bisa? Mereka yang lolos tersebut di bulan ketiga mundur sebagai investor, dan berhasil menarik kembali investasinya.

Bisnis batu bara ala Yusuf Mansur sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai “patungan investasi”. Namanya usaha, bisa untung, bisa pula buntung. Yang terakhir itu biasanya orang tidak siap secara mental. Puluhan orang yang mewakili pribadi dan komunitas diundang ke sebuah hotel, lalu disana Yusuf Mansur bersama timnya menjelaskan tentang rencana pengapalan batu bara dari Kalimantan. Proposal pun disiapkan, sekali angkut batu bara keluar dari Kalimantan diperlukan dana sekian milyar rupiah. Pembelinya pun sudah ada. Satu kali pengapalan akan ada keuntungan sebesar 27%. Dari angka tersebut, keuntungan dibagi dua. Lima puluh persen untuk investor, lima puluh persen untuk pengelola. Keuntungan untuk investor langsung dipotong 2,5% untuk zakat. Dan umumnya, zakat diberikan kepada Darul Quran(Daqu). Hanya satu atau dua orang yang tidak menyalurkan ke Daqu. Tapi mereka yang minoritas ini jadi sorotan dan bisik-bisik di antara sesama investor.

Setelah pengapalan pertama berhasil, mereka berkumpul lagi di sebuah hotel bintang lima, bagi-bagi hasil dan investasi lagi untuk pengapalan berikutnya. Mengapa mesti investasi lagi? Karena dari bulan ke bulan, pengapalan akan bertambah. Keberhasilan di bulan pertama membuat para investor semakin tertarik. Lalu menambah investasinya agar mendapat bagi hasil dengan nominal yang lebih besar lagi.

Tidak hanya itu, di bulan kedua dan ketiga, rencana bisnis semakin melebar. Ada proposal untuk membuat pelabuhan sendiri di daerah Kalimantan tersebut, lengkap dengan foto-fotonya. Itu sebabnya, perlu adanya tambahan modal. Ini juga yang membuat investor mau menanamkan uangnya ke sini. Uang yang terkumpul pun nilainya puluhan milyar.

Dalam buku ini penulis sampaikan bisnis batubara antara Yusuf Mansur dan jamaah Masjid Darussalam, Kota Wisata, Cibubur, Jakarta. Puluhan milyar jamaah masjid rugi akibat ikuti ajakan Yusuf Mansur.

 

Meski di bulan kedua sudah tercium adanya berbagai kejanggalan, yang membuat beberapa investor mundur di bulan ketiga, mayoritas dari mereka tetap bersemangat dan menambah investasinya. Di Januari 2010, bisnis yang menjanjikan itu tak lagi bisa memberikan keuntungan yang dijanjikan. Jangankan keuntungan, induknya saja (modal disetor) tidak bisa ditarik, dengan berbagai alasan.

Kegaduhan pun terjadi. Sampai dengan tahun 2016 lalu, investasi yang ditanam tak bisa ditarik. Lalu, ada inisiatif dari beberapa investor untuk membawa kasus wanprestasi ini ke ranah hukum. Tetapi, di tengah jalan, mereka menarik diri. Alasannya, karena ini menyangkut nama seorang ustadz. Jika kasusnya di bawa ke pengadilan, akan menodai dakwah itu sendiri.

Tentu saja, bisnis batu bara adalah murni bisnis. Siapa pun bisa melakukannya, termasuk mereka yang disebut ustadz. Tetapi, jika ada bisnisnya bermasalah, mesti diusut, kenapa bisa begitu? Di dalam akad misalnya, yang ada bagi untung. Jika akhirnya buntung, siapa yang bertanggungjawab, tidak disebutkan secara eksplisit. Para investor tahunya untung, tetapi tidak siap jika akhirnya buntung.

Para investor umumnya tertarik dengan sistem bagi hasil keuntungan yang 27% (investor dan pengelola masing-masing dapat 13%)tersebut. Investasi perorangan antara Rp 500 juta sampai Rp 5 milyar. Jika yayasan atau kelompok pengajian, jumlahnya bisa mencapai diatas Rp 10 milyar. Bisa dibayangkan, investasi Rp 1 milyar, hanya dalam hitungan 1 bulan, bisa meraih keuntungan diatas Rp 100 juta. Siapa yang tidak tegiur?

Yang menjadi masalah adalah, tanggungjawab Yusuf Mansur atas kerugian yang dialami oleh para investor, tidak nampak. Nama patungan investasi “Jabal Nuur” (Gunung Cahaya) berakhir dengan “Jabal Naar” (Gunung Neraka).

About Redaksi Thayyibah

Redaktur