thayyibah.com :: Waktu yang pasti mengenai, ‘kapan tepatnya Isra Mi’raj berlangsung’ hingga saat ini memang masih menjadi perdebatan. Namun perjalanan Rasulullah tersebut tidak ada keraguan padanya. Isra Mi’raj adalah peristiwa besar dalam kisah kenabian.

Dalam berbagai Hadits dikatakan bahwa perjalanan Isra Mi’raj terjadi di malam hari yang melibatkan jasad dan ruh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang ditemani oleh Jibril. Isra Mi’raj dimulai dari Masjidil Haram di Mekah menuju ke Baitul Maqdis di Palestina (Masjidil Aqsa). Hal tersebut sesuai dengan firman Allah di dalam Alquran yang artinya, “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.” Surah Al-Isra ayat 1.

Adapun rincian dan penjelasan mengenai perjalanan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diriwayatkan dalam berbagai hadits. Setidaknya, ada 16 sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut mulai dari, Ali Bin Abi Thalib r.a, Umar bin hattab r.a, Ibnu Mas’ud r.a, Anas bin Malik r.a, Abu Dzar r.a, Ibnu Umar r.a, dan sahabat-sahabat yang lainnya.

Isra Mi’raj merupakan peristiwa besar yang bisa dikatakan sebagai salah satu penghibur bagi Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam setelah berbagai peristiwa dan ujian yang menimpa beliau. Isra Mi’raj juga menjadi salah satu perjalanan terpenting Nabi Muhammad dimana beliau kemudian mendapatkan perintah untuk mengerjakan shalat. Selain itu, peristiwa Isra Mi’raj juga menandakan bahwa Nabi Muhammad memiliki keistimewaan atau mukjizat yang luar biasa.

Namun setelah kembalinya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (ﷺ) dari perjalanan tersebut, banyak diantara kaum muslimin dan orang-orang munafik pada saat itu yang menyangsikan perjalanan dan cerita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Karena ini merupakan sebuah peristiwa besar yang bagi beberapa akal manusia pada saat itu tidak bisa menerimanya.

Berbeda dengan kaum muslimin yang lain, Abu Bakar yang merupakan sahabat sekaligus mertua Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya mengenai hal tersebut menjawab dengan mantap bahwa hal tersebut “pasti terjadi” jika yang mengatakannya adalah Muhammad sendiri.

Diriwayatkan, pada pagi hari setelah Nabi Muhammad menceritakan peristiwa perjalanan beliau dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa dan proses mi’raj untuk naik ke langit ketujuh hingga bertemu dengan Allah subhanahu wa ta’ala, beberapa orang yang mendengarnya kemudian menanyakan hal tersebut kepada Abu Bakar. Mereka berkata, “Apakah kamu (Abu Bakar) mempercayai sahabatmu (Muhammad) yang mengira bahwa ia telah melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis tadi malam?” mendapat pertanyaan tersebut, Abu Bakar, sebaliknya, bertanya, “Apakah benar Muhammad mengatakan hal tersebut?” Kemudian orang-orang yang bertanya menjawab, “Benar!” maka kemudian Abu Bakar berkata, “Sungguh apa yang dikatakannya (Muhammad) itu benar. Dan aku akan membenarkannya pula, bahkan jika ia mengatakan lebih dari itu.” Kisah tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Al-hakim.

Menurut cerita dari Ali bin Abi Tholib, setelah mendengarkan kesaksian dari Abu Bakar tersebut, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sendiri melalui lisannya, mengatakan bahwa Abu Bakar adalah orang yang memiliki sifat Sidiq, yang berarti “orang yang membenarkan.” Sejak saat itulah, Abu Bakar r.a mendapat julukan As-Siddiq. Ini adalah salah satu bukti loyalitas Abu Bakar dan betapa besarnya Iman Abu Bakar. Beliau tidak ragu-ragu mengenai apapun yang diucapkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan meyakininya sebagai sebuah kebenaran.

Bukti bahwa Abu Bakar memiliki iman yang besar adalah ucapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (ﷺ) yang dikutip oleh Ibnu Katsir, yang artinya, “Tiada aku mengajak seseorang masuk Islam, tanpa ada hambatan, keragu-raguan, tanpa mengemukakan pandangan dan alasan, hanya Abu Bakar lah ketika aku menyampaikan ajakan tersebut, dia langsung menerimanya tanpa ragu sedikitpun. Bahkan di dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa Umar Bin Khattab berkata, yang artinya, “Jika ditimbang keimanan Abu Bakar dengan keimanan seluruh umat, maka akan lebih berat keimanan Abu Bakar.” ini adalah bukti lain bahwa Abu Bakar memang merupakan seorang yang terbuka mata hatinya dan memiliki iman yang sangat kuat. []

Pranala luar:
1. https://muslim.or.id/9377-kisah-isra-miraj.html
2. https://adlanmuslim.com/2016/07/28/bukti-loyalitas-abu-bakar-pada-peristiwa-isra-miraj
3. http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/04/24/oowz52361-abu-bakar-tetap-mengimani-isra-miraj-meski-saat-itu-di-luar-logika