Breaking News
Muhammad Wahyono di pangkuan kakaknya Saudi

Tentang Wahyono Yang Cacat, Yusuf Mansur Telah Berbohong?

Muhammad Wahyono di pangkuan kakaknya Saudi
Muhammad Wahyono di pangkuan kakaknya Saudi

thayyibah.com :: Dalam bulan April lalu, seorang teman membagi sebuah gambar yang berasal dari instagram Yusuf Mansur. Dalam instagram-nya itu, Yusuf Mansur mempublikasikan gambar seorang yang tak punya tangan dan kaki sedang dipangku seorang pria berkulit putih. Dalam keterangannya, Yusuf Mansur menulis, pria cacat itu bernama Wahyono dan merupakan santri dari Yusuf Mansur sendiri.

Melihat gambar ini, penulis teringat akan sebuah video ceramah Yusuf Mansur berjudul ‘Ilmu Keyakinan Kepada Allah’ (https://www.youtube.com/watch?v=oIIT1icZkec). Video itu memperlihatkan Yusuf Mansur sedang berceramah di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 2 Mei 2013. Sepertinya, ceramah yang juga disiarkan oleh Anteve ini, adalah sebuah hajatan yang digelar Remaja Masjid Al Azhar

Dalam video itu Yusuf Masur mengisahkan, dia kedatangan seorang kawan perempuan yang kuliah di Amerika. Dia datang bersama saudaranya yang kuliah di Perth, Australia. Kawan perempuan ini, menurut Yusuf Mansur, punya hati yang sangat luar biasa. Betapa tidak, dia cantik, berpendidikan karena gelar S1 dan S2 diraihnya di Amerika, juga kaya dan salehah.

Perempuan ini kemudian menikah dengan pria miskin yang badannya cuma separoh, persis seperti Wahyono dalam instragramnya itu. Ketika ditanya, mengapa perempuan itu mau menikah dengan laki-laki cacat itu, si perempuan yang luar biasa ini menjawab, “dia ingin beribadah”. Si perempuan ini begitu yakin bahwa kehidupan dunia dan akhiratnya akan menjadi baik karena pernikahannya berlandaskan ibadah, walaupun suaminya punya kapasitas dan kualitas yang sangat kurang.

Seorang teman penulis, Subhan, dari Pesanteren Az Ziyadah, Klender, Jakarta ternyata mengenal dengan baik Wahyono yang diakui Yusuf Mansur sebagai santrinya itu. Menurut Subhan, Wahyono sering datang ke rumah seorang pengusaha yang tinggal tak jauh dari pesantren tempatnya mengajar. Akhirnya, Penulis bisa juga bertemu Wahyono di kediaman pengusaha pada Rabu, 27 April lalu.

Ketika Penulis menunjukkan foto di instagram Yusuf Mansur itu, Wahyono langsung mengiyakan bahwa orang yang berada dalam foto itu memang dirinya. Sedangkan yang bersamanya itu adalah pria asal Amerika Serikat. Ketika ditanya soal statusnya sebagai santri Yusuf Mansur, Wahyono menjawab diplomatis. “Saya menjadi satri semua orang. Dan saya senang belajar dengan siapa saja.” Akan tetapi, jika santri dalam pengertian belajar secara tetap, Wahyono membantahnya. “Saya hanya datang beberapa kali ke pesantren Yusuf Mansur. Kalo mondok saya gak di sana tapi di Kendal,” begitu jawab Wahyono.

Wahyono akui kalau dia pernah diminta Yusuf Mansur untuk menetap di Madrasah Darul Qur’an miliknya. Namun karena kakaknya Saudi yang sudah beristri, yang selama ini mengasuhnya tidak ikut diberi tempat yang sama maka Wahyono menolak pemberian itu. Penolakan Wahyono itu juga diikuti dengan alasan bila nanti dia dijadikan bahan cerita oleh Yusuf Mansur dalam ceramahnya. “Ini yang membuat kami gak enak nantinya,” jawab Saudi kakak Wahyono yang selama ini mengasuh dan mendampinginya.

Datang dari Kampung Kebon Agung, Desa Kembangan, Kecamatan Blado, Batang, Jawa Tengah, Wahyono yang lahir pada 28 Februari 1998 ini diberi nama Muhammad Wahyono. Di kampung orang memanggilnya dengan sebutan Mas Mamat. Sejak lahir Wahyono sudah tidak memiliki tangan dan kaki. Dia adalah bungsu dari sembilan bersaudara sedangkan kedua orangtuanya Darsono dan Warni telah lama berpulang.

Sejak ditinggal orang tua, Wahyono yang memang tak bisa melakukan apa-apa itu dirawat oleh semua kakak-kakaknya. Namun, karena mereka tinggal berjauhan, maka Wahyono lebih banyak diasuh dan dirawat oleh kakaknya kedelapannya, Saudi.

Saudi kemudian mengajarkan Wahyono membaca huruf latin dan mengaji. Ketika sudah bica membaca Qur’an dengan baik, Wahyono diajak Saudi mondok di Pesantren Miftahul Huda di Boja, Kali Wungu, Kendal. Di pesantren ini Wahyono langsung dibimbing oleh pimpinanannya KH. Hasyim Masduqie yang sudah dikenal sebagai Al Hafidz atau penghafal Qur’an. Di pesantren itu, Wahyono terus mengasuh kemampuannya menghafal Qur’an.

Hinga saat ini, Wahyono tidak pernah mau menyebutkan prestasi hafalan Qur’an yang dia tekuni selama ini. Dia hanya meminta doa yang baik dari setiap orang yang bertanya tentang berapa banyak juz yang sudah dihafalnya.

Selain memiliki kemampuan menghafal Qur’an, Wahyono juga memiliki kemampuan melantunkan sholawat dengan suara yang bagus. Itu pula karenanya, dia sering diundang orang untuk mengisi acara-acara, seperti maulidan atau hajatan lainnya.

Memiliki tubuh yang tidak sempurna sekaligus memiliki kemampuan yang luar biasa ini, membuat Wahyono sering dikunjungi orang. Di kampungnya, hampir sepanjang hari rumah Wahyono tak sepi dikunjungi tamu. Para tamu yang datang berkunjung tentu memiliki niat dan tujuan yang berbeda.

Belakangan, masyarakat sudah mulai menempatkan Wahyono sebagai tokoh dalam masyarakat. Itu pula sebabnya, sudah ada yang memberi gelar kepada Wahyono dengan sebutan Ki Tumenggung. Ketika ditanya apa makna gelar itu, Wahyono dan Saudi hanya tertawa geli.

Kemudian tentang apa yang dicertikan Yusuf Mansur dalam salah satu ceramahnya yang kemudian dipublikasikan di Youtube seperti di awal tulisan ini, Wahyono dan Saudi akui kalau mereka memang pernah diceritakan orang tentag hal ini. Hanya saja, tentang dilamar oleh wanita cantik, kaya dan terpelajar dari Amerika itu keduanya membantah cerita Yusuf Mansur itu.

“Cerita itu tidak benar. Gak ada itu. Lha, wong saya tahun ini saja baru 18 tahun. Kalau normal sekalipun saya belum pantas kawin,” begitu Wahyono beralasan.

Sedangkan tentang kemungkinan ada orang yang bertubuh sama dengannya dan mungkin juga sama-sama pernah datangi Yusuf Mansur, baik Wahyono dan Saudi sama-sama meragukan itu. “Sepanjang yang kamu tahu, orang seperti Mas Mamad ini gak ada duanya yang datangi Yusuf Mansur,” kata Saudi yang diiyakan Wahyono.

 

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.