Breaking News
Resep tak manjur Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Resep Tak Manjur Yusuf Mansur

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

Resep tak manjur Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Lewat instagramnya, Yusuf Mansur kembali berjualan. Kali ini jualan modul materi dan testimoni dari kuliah-kuliah Wisata Hati. Namanya juga kumpulan materi dan testimoni,  isinya gado-gado. Dari cara cepat menjadi kaya raya, melunasi utang, ingin  punya jodoh, ingin punya anak, dapat pekerjaan, semuanya ada. Pokoknya, segala keinginan manusia, akan bisa terwujud jika mengikuti modul dan menyimak testimoni orang-orang yang, katanya, sudah pernah mempraktikkannya.

Selama ini, materi “Kaya Raya Dalam 40 Hari”, “Lunas Utang”, “Dapat Jodoh”, “Dapat Kerjaan”, “Rezeki Lancar”, menjadi favorit sebagai barang dagangan. Materi “Kaya Raya Dalam 40 Hari” menjadi andalan untuk bisa mengatasi segala permasalahan manusia. Dengan program “40 Hari” itu, seseorang tidak hanya bisa kaya-raya, tetapi juga bisa melunasi utang, bisa dapat jodoh, punya anak, dapat pekerjaan, rezeki lancar, dan sebagainya. Semua bisa diatasi melalui program “40 Hari” itu.

Jualan  Yusuf Mansur tentang “40 Hari” itu banyak yang tertarik karena  awalnya merupakan pembenahan atas akidah.  Apa saja materi yang diajarkan? Setelah tauhid, mulai darri awal, di tengah, dan sampai akhir selalu ditekankan pentingnya sedekah. Dalam kurun waktu 40 hari itu diajarkan shalat Sunnah, shalat hajat, puasa, dan dzikir-dzikir yang semuanya mengajak untuk berdekat-dekat dengan Sang Khalik. Jika seseorang dekat dengan Rabbnya, maka orang tersebut akan mendapat kemudahan dalam menjalani  hidupnya.

Masalahnya, bukankah setiap manusia akan mengalami ujian dalam hidupnya? “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (QS 2:214). Ujian hidup yang ditimpakan kepada manusia untuk menguji sejauhmana seseorang bisa berlaku sabar dalam menerima takdirnya? Jadi, ujian dalam hidup seseorang adalah bagian yang melekat dari proses menjalani kehidupan di dunia ini.  Ini masalah pertama.

Masalah kedua adalah, sedekah yang selalu digembar-gemborkan oleh Yusuf Mansur itu, sudah  tepatkah penyalurannya?  Selama ini, Yusuf Mansur yang memulung dan menghimpun dana sedekah jamaah. Ini persoalan yang serius. Bahwa sedekah itu baik dan sangat dianjurkan oleh ajaran agama. Ada sedekah wajib berupa zakat, ada sedekah sunnah berupa infak. Sedekah wajib diberikan kepada 8 pihak yang telah ditentukan oleh agama. Terjadi campur-aduk disini. Yang wajib dan sunnah seakan disamarkan. Pokoknya sedekah, dan itu Yusuf Mansur yang menampung. Untuk apa? Hanya dia yang bisa menjawabnya.

Padahal, di dalam ajaran Islam, sedekah sunnah itu ada skala prioritasnya.  Mari kita tengok sejarah ketika isteri Ibnu Mas’ud hendak mengeluarkan sedekah. Oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, isteri Ibnu Mas’ud tersebut diarahkan untuk memberikan kepada lingkungan keluarga terdekat. “Suami dan anakmu adalah orang-orang yang paling berhak mendapatkan sedekahmu.” (HR. Imam Bukhari). Begitu pula ketika sahabat Abu Thalhah hendak menyedekahkan sebidang kebun di Baruha yang dikenal akan kesuburannya itu, Rasulullah menyarankan agar disedekahkan ke sanak kerabatnya.  Setelah anggota keluarga dan sanak kerabat telah mendapatkan sedekahnya, barulah ke lingkungan yang lebih luas. Inilah keindahan ajaran Islam. Setelah lingkungan terdekat aman secara ekonomi,  sedekah bisa meluas, bahkan sampai ke mancanegara. Inilah yang namanya rahmatan lil ‘alamin.

Masalah yang ketiga, adalah jika memang ajaran Yusuf Mansur itu manjur, mengapa dia (akibat ulahnya sendiri) banyak masalah yang tidak bisa diatasinya? Bahkan, menurut pengakuannya sendiri, dia punya hutang sampai Rp 300 milyar. Untuk bayar hak-hak karyawan Paytren yang di PHK saja dia tidak mampu. Lalu, bagaimana dia bisa meyakinkan orang-orang jika resep yang dijual tidak manjur? Beberapa waktu yang lalu dia melelang kacamata seharga Rp 300 juta. Tidak berhasil alias tidak ada yang mau beli, bahkan jadi cibiran warganet. Tetapi kok ya masih ada saja orang yang percaya, ya? Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur