Breaking News
(Foto : Istimewa)

Kunci Kesuksesan Lama yang Usang

Oleh: Ribut Wahyudi

(Foto : Istimewa)

Jika kamu penggemar olahraga Mixed Martial Arts (MMA), kamu pasti menonton pertandingan  Ultimate Fighting Championship (UFC) menarik kemarin antara Dustin Poirier vs Conor McGregor. Hasilnya sebagaimana yang telah kuduga, Dustin menang dan kaki McGregor patah hingga harus dioperasi.

Aku hanya ingin bicara tentang jalan hidup McGregor, selebriti MMA dunia paling tenar yang pernah ada. Dari pemuda Irlandia miskin yang hidup dari uang tunjangan pemerintah menjelma menjadi salah satu atlet terkaya di dunia, pernah mengungguli Cristiano Ronaldo. Usaha kerasnya sungguh membuahkan hasil. Tetapi kini dia hanya menang sekali dalam lima tahun. Dan kekalahan dia selalu saja mengenaskan. Tidak heran kehebatan dia diklaim telah berakhir. Meski masih bisa menghasilkan uang besar tetapi rasanya sulit bagi dia untuk bangkit. Bahkan musuh bebuyutannya, Khabib Nurmagomedov, berucap, “masa kejayaan McGregor sudah habis.”

Bisa jadi ketenaran dan kekayaan punya sisi tajam yang bisa mengiris urat nadi seseorang. Tak lagi tangguh. Terlalu nyaman dengan kesenangan. Meski hal ini tidak berlaku bagi petinju Floyd Mayweather yang masih tak terkalahkan hingga kini.

McGregor kalah karena selalu menggunakan rumus yang sama: omong besar, gaya sesumbar, rasial, penghina keluarga, penghina agama, penghina kaum minoritas, pencemooh kesialan orang, dan tindakan-tindakan serupa. Dulu awal-awal karir saat menapaki jalur kesuksesan, trik ini terbukti jitu. Menjadi bad boy! Kini tidak lagi. Cara jualan dia yang sama menjadi basi. Kemarin bahkan saat kakinya patah pun, dia masih omong besar! Masih bisa menghina lawan dan istrinya.

Dari miskin ke kaya. Dari nothing to someone. Tetapi tidak menutup kemungkinan dia berakhir mengenaskan jika dia “menjual” diri dan personanya dengan cara sama.

Hikmahnya, kita tidak bisa membuka kunci keberhasilan dengan kunci lama yang sama. Kita tidak boleh berhenti berinovasi untuk mencari cara-cara baru. Keadaan kadang memaksa kita untuk berubah.

 

(RibutWahyudi Tinggal di: www.indoliterasi.com)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur