Tim kuasa hukum (kiri) mewakili Darmansyah menandatangani kesepatan dengan Yusuf Mansur yang didampingi orang kepecayaanna Unang, Februari 2017 di Jakarta (Foto : Darso Arief)

Ingkar Janji ala Yusuf Mansur

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

Tim kuasa hukum (kiri) mewakili Darmansyah menandatangani kesepatan damai dengan Yusuf Mansur yang didampingi orang kepecayaanyna Unang, Februari 2017 di Jakarta. Kesepatakan ini terkait laporan Darmansyah atas investasi Condotel Moya Vidi (Foto : Darso Arief)

Jika bertemu dengan orang-orang yang menagih investasi, Yusuf Mansur selalu nampak welcome. Tetapi, jika diseriusi, akan memerlukan waktu yang panjang dan proses yang melelahkan. Endingnya, lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya. Darmansyah dari Surabaya, misalnya, termasuk dari sedikit investor yang berhasil itu.

Waktu itu, di tahun 2014, Darmansyah ikut investasi Condotel Moya Vidi (Jogjakarta) dengan nilai Rp 40 juta lebih. Setahun kemudian, awal 2015, dana dari Condotel Moya Vidi dialihkan untuk diikutkan pada Patungan Usaha guna mengambil alih bangunan apartemen yang mangkrak di jalan M Thoha, Tangerang, Banten. Bangunan apartemen itu disulap menjadi hotel, bernama hotel Siti yang mulai beroperasi tahun 2015. Dalam perkembangannya, laporan tentang investasi tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Oleh sebab itu, Darmansyah melaporkan Yusuf Mansur ke Mabes Polri, tahun 2017, atas dugaan melawan hukum.

Oleh pihak kepolisian, mereka difasilitasi untuk berdamai. Yusuf Mansur membayar ganti rugi sekaligus uang kerahiman. Darmansyah menerima perdamaian dengan Yusuf Mansur dengan catatan bahwa setelah dirinya, para investor yang hendak mengambil uangnya, akan dipenuhi. Komitnen itu tertuang dalam perjanjian tertulis.  Oleh sebab itu, pada bulan Oktober 2017 Yusuf Mansur mengundang para wartawan dan menjelaskan perihal dana investasi Patungan Usaha, Patungan Aset, serta investasi Condotel Moya Vidi yang semua dananya sudah ditanam untuk hotel Siti.  Kepada para wartawan, Yusuf Mansur sesumbar, bahwa pada bulan November 2017, dia bersama timnya akan mengadakan road show ke 8 kota di Indonesia. Misinya, akan menjelaskan dana-dana investasi yang ia himpun selama ini. Bahkan, Yusuf Mansur juga sesumbar, bahwa dia akan bawa uang cash. “Jika ada yang mau ambil dananya, akan langsung kami bayar,” kata Yusuf, waktu itu. Di hari dan tanggal yang telah ditentukan, pertemuan dengan para investor tidak pernah terjadi. Penulis yang tadinya mau diajak ikut keliling ke sebagian kota yang hendak disinggahi, pada hari H-nya, tak ada kabar. Ketika  ditanya dimana tempat pertemuannya, tidak juga dijawab.

Nasib Darmansyah masih mujur. Tetapi puluhan bahkan ratusan orang yang hendak mengambil dana investasinya tidak semujur Darmansyah. Tengoklah apa yang dialami oleh Ibu Helwa. Mantan TKW di Hong Kong ini lebih dari Rp 50 juta menanam uangnya di Condotel Moya Vidi dan VSI (cikal bakal Paytren) di tahun 2014. Janji-janji muluk disampaikan oleh Yusuf Mansur. Tentang Condotel Moya Vidi, misalnya, para investor dijanjikan dalam setahun bisa menginap gratis. Bagi mereka yang setiap bulan menjadi donatur tetap sebesar Rp 300 ribu akan diberi kemudahan jika anak atau keponakannya  mau mondok di Daarul Qur’an. Ketika Helwa pulang ke tanah air, dan hendak memasukkan keponakannya ke Daarul Qur’an, ternyata tidak gratis. Condotel Moya Vidi pun sampai sekarang tidak ada bekas-bekasnya. Helwa sudah bersusah payah mendatangi kantor Paytren di Bandung, hasilnya nihil. Mencari tahu bangunan Condotel Moya Vidi di Jogjakarta, ternyata juga hanya pepesan kosong. Sampai hari ini Helwa masih berjuang mencari keadilan.

Ada juga kisah Nanang dari Surabaya. Uangnya sebesar Rp 10 juta  sebagai peserta Patungan Usaha (2012), dijanjikan akan dikembalikan. Karena itu, ia diminta untuk menujukkan bukti-bukti kepesertaannya. Semua permintaan dari Yusuf Mansur dipenuhinya, Tetapi, sejak 2018 sampai sekarang sesen pun investasinya tidak kembali.

Yusuf Mansur baru kepentok ketika rumahnya didatangi oleh Luluk-Icha, pasangan suami isteri yang kini tinggal di Tenggarong,  Kalimantan Timur. Rabu dua pekan lalu Luluk-Icha dating ke rumah Yusuf Mansur di Tangerang dan mengajukan proposal pengembalian investasi Patungan Usaha. Itung-itungannya sederhana, jika uang Rp 10 Juta pada tahun 2012 dibelikan dua gerobak  untuk jualan bubur, maka selama 9 tahun (2021) uang yang Rp 10 juta itu kini sudah berkembang menjadi Rp 1,6 milyar lebih.

Proposal itu ditolak Yusuf Mansur dan ia menantang untuk dibawa ke proses hukum.  Ikhtiar hukum, pidana dan perdata, dilakukan. Jika pun di dunia mereka, para investor itu, belum mendapat keadilan sebagaimana mestinya, masih ada pengadilan di akhirat, kelak. Yusuf Mansur memang bukan burung merpati yang tak pernah ingkar janji! Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur