Breaking News
(Foto : Youtube)

Beli-Beli Indonesia, Memborong Masalah!

(Catatan Buat Yusuf Mansur)

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

(Foto : Youtube)

Ketika hendak menghimpun investasi umat, Yusuf Mansur selalu mengatakan “Beli-Beli Indonesia”. Istilah tersebut mulai muncul ketika ia gencar-gencarnya memulung dana umat berjudul Patungan Usaha dan Patungan Aset pada tahun 2012. Sejak saat itu istilah tersebut bergulir sampai kini.

Sebagaimana diketahui, “Beli-Beli Indonesia” pertmakali dipakai untuk membeli bangunan apartemen yang mangkrak di jalan M Thoha, Tangerang, Banten. Apartemen 2 tower itu hendak dijadikan hotel Siti. Maka dipulunglah dana umat dengan judul Patungan Usaha dan Patungan Aset. Mereka yang ikutan akan diberi saham. Harga per sahamnya Rp 10juta. Bagi mereka yang punya dana lebih bisa beli saham lebih dari 1 lembar. Pemulungan dana baru berjalan 1 tahun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyetopnya, Juni 2013. Menurut regulasi yang ada, penghimpunan dana tidak boleh dilakukan oleh perseorangan, harus berbadan hukum seperti PT atau yayasan. Maka, berhentilah pemulungan dana secara pribadi. Lalu dibuatlah koperasi Merah Putih atau Koperasi Indonesia Berjamaah. Dana yang tadinya ditransfer ke rekening atas nama Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur, dialihkan ke koperasi Merah-Putih.

Dalam perjalanannya, hotel Siti akhirnya dioperasikan pada tahun 2015. Yang menjadi jamaah tertarik adalah, ini hotel diendors oleh seorang ustadz, lalu hotelnya dikelola secara syariah dengan menggandeng manajaemen Horison. Bukan hanya itu, hotel Siti nantinya akan menjadi hotel transit, unuk para calon jamaah haji atau umroh yang hendak pergi atau pulang dari tanah suci. Para investor pun akan mendapat jatah dan kemudahan untuk bisa menginap di hotel ini. Para investor juga dijanjikan setiap tahunnya akan mendapat keuntungan, dan sebagainya, dan sebagainya.

Tetapi apa yang terjadi? Laporan kepada para investor yang diberikan secara berkala, tidak jalan sebagaimana yang dijanjikan. Web Patungan Usaha dan Patungan Aset tidak lagi aktif. Ketika para investor menghubungi Yusuf Mansur, nomor HP-nya sudah tidak aktif. Menghubungi kantornya juga tidak pernah mendapat jawaban yang pasti dan menentramkan. Atas dasar itu, sejak 2017, setelah 5 tahun berjalan tanpa ada kepastian, barulah para investor mulai ada yang mempermasalahkannya secara hukum. Ada juga yang gigih menagih, tetapi akhirnya hanya pokoknya yang dibayar. Itu pun setelah berbulan-bulan menunggu dan proses yang berbelit-belit. Bahkan, ada yang sejak 2018 menagih dengan menyerahkan bukti-bukti yang diminta, sampai hai ini juga belum dibayar tanpa ada alasan yang jelas.

Tentang hotel Siti sendiri, ternyata, sejak awal dioperasikan, tidak juga sesuai peruntukan. Tidak dipakai untuk transit jamaah haji atau umroh. Sejak tahun 2017, manajemen Horison, hengkang. Lalu hotel Siti swakelola. Tingkat hunian hanya sekitar 30 persen dari kapasitas yang ada. Lalu, ini yang tragis, sejak ditinggal oleh manajemen Horison, hotel Siti tak lagi bersyariah. Bahkan, ada 2 lantai yang dipakai sebagai kamar kos-kosan. Dan, ketika Pandemi Covid-19 di Indonesia sejak Maret 2020, hunian semakin sepi. Restoran yang berada di lobi pun tutup. Tamu tidak lagi mendapat sarapan pagi, atau ngopi-ngopi di restoran. Begitulah nasib hotel Siti yang selalu sepi tamu.

“Beli-Beli Indonesia” juga dilabelkan ketika pada 2018 Yusuf Mansur berencana membeli saham Bank Muamalat Indonesia. Jargon yang dipakai adalah bahwa Bank Muamalat itu bank Islam pertama yang ada di Indonesia. Karena itu, harus diselamatkan. Caranya, dengan membeli sahamnya. Ternyata, itu pun gagal. Yang terjadi adalah, para mitra Paytren ramai-ramai membuka rekening di Bank Muamalat. Setelah itu tak ada lagi kabarnya.

Begitu pula dengan BRI Syariah. Yusuf Mansur bersama mitra Paytren akan membeli sahamnya. Ternyata gagal juga. Bukan hanya pembelian saham bank syariah yang gagal, Yusuf Mansur juga hendak menyelamatkan klub-klub bola di tanah air. Itu pun juga gagal. Paytren juga hendak membeli klub bola di Polandia, serta membeli saham Tempo. Dua-duanya juga tidak ada kabar lanjutnya.

Begitulah, jargon “Beli-Beli Indonesia” tidak terjadi, tidak menjadi solusi, malah memborong masalah yang tak kunjung diselesaikan sampai hari ini. Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur