Breaking News
(Foto : Istimewa)

Ma Kyal Sin

(Foto : Istimewa)

Perempuan muda heroik itu bernama Ding Jia Xi atau Ma Kyal Sin, sering juga disebut Angel. Usianya baru 19 tahun, usia yang tengah mekar-mekarnya. Dia seorang anak tunggal, yang diharapkan orang tuanya agar kelak menjadi sosok yang mandiri.

Di Myanmar, dia memilih bergabung dengan barisan demonstran. Nalurinya terpanggil untuk berbuat sesuatu bagi negerinya. Dia tidak berniat untuk sekadar gagah-gagahan lalu berpose alay atau bikin postingan tiktok tentang aksi.

Dia memang mempersiapkan semua kemungkinan terburuk. Dia memakai kaos hitam bertuliskan ”Everything will be OK.” Dia juga mengantongi pengenal, yang di belakangnya ada informasi golongan darah, jika kelak dia tertembak dan butuh transfusi.

Dia memang tertembak pada Rabu (3/3/2021). Saat aparat menembakkan gas air mata, dia menerobos asap gas untuk membuka keran air yang dipakai para demonstran untuk membasuh mata yang perih. Saat itulah, sebutir peluru bundar menembus kepalanya.

Orang-orang merubung. Semua merinding. Di tanda pengenalnya, dia telah menulis pesan kematian, “Jika saya terluka dan tak dapat kembali ke kondisi yang baik, tolong jangan selamatkan saya. Saya akan memberikan bagian tubuh saya yang berguna pada seseorang yang membutuhkannya.”

Kudeta ini telah menjadi krisis kemanusiaan. Akses internet diputus, mengisolasi warga Myanmar tanpa koneksi ke luar. Ratusan demonstran ditangkap dan ditembak, ada yang sampai meninggal dengan tragis seperti Kyal Sin.

(Foto : Istimewa)

Di negeri itu, sudah ada 40 orang demonstran yang tewas demi melawan rezim militer. Para aktivis Myanmar menampilkan perlawanan dengan cara yang mengagumkan. Mereka menggunakan semua kanal media. Mereka terjun ke jalan-jalan dan menjadi perisai bagi para demonstran.

Kudeta yang dilakukan oleh militer terhadap pemimpin yang terpilih secara demokratis di Myanmar kini telah menyebabkan sebuah krisis kemanusiaan. Akses internet diputus, mengisolasi warga Myanmar tanpa koneksi ke luar.

Krisis kemanusiaan semakin membesar di Myanmar. Represi sebagai jalan justifikasi kudeta telah membawa korban yang lebih besar. Laporan pers internasional menyebutkan setidaknya sekitar 54 orang warga sipil dibunuh secara brutal oleh peluru aparat militer di Myanmar.

Jumlah korban tewas  ini kemungkinan besar jauh lebih kecil dari angka sebenarnya. Selain itu laporan dari kelompok-kelompok akademisi Myanmar juga menyebutkan lebih dari 1500 orang ditahan termasuk para dosen dan aktivis mahasiswa.

Memburuknya situasi di Myanmar tak terlepas dari kegagapan sikap negara-negara ASEAN dalam merespon kudeta militer yang terjadi di depan mata. Alih-alih mengambil sikap moral yang tegas dan serius, sebagian negara ASEAN malah mengemukakan retorika diplomatik. Indonesia dan negara-negara lainnya bertanggung jawab moral untuk mendorong ASEAN mengambil sikap yang lebih tepat dan tegas menyangkut Myanmar.

Kita perlu bersolidaritas bersama di tengah perjuangan generasi muda Myanmar yang saat ini tengah mengambil jalan patriotik untuk mempertahankan demokrasi, kebebasan dan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar.

Indonesia bersama-sama dengan negara ASEAN harus mengambil sikap tegas untuk menghindarkan krisis kemanusiaan yang berlanjut di Myanmar dengan menekan pemerintah Junta menghentikan represi dan memulihkan demokrasi serta menyerahkan kekuasaan ke pemenang Pemilu.

Untuk itu, PBB dan  badan-badan kemanusiaaan dunia serta  Komisi Antar-Pemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR) bertindak untuk menghentikan  kerusakan, kekerasan dan krisis kemanusiaan yang lebih luas di sana.

 

(Dari berbagai sumber)

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.