Djudju Purwantoro di sela-sela sidang Pra Peradilan Habib Rizieq Shihab diwawancari media di PN Jakarta Selatan (Foto : Ahdam)

Catatan Dari Sidang Pra Peradilan Habib Rizieq Shihab

Oleh: Djudju Purwantoro (Anggota Tim Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab)

Djudju Purwantoro diwawancarai wartawan disela-sela sidang Pra Peradilan Habib Rizieq Shihab  di PN Jakarta Selatan (Foto : Ahdam)

Sidang Pra Peradilan Habib Rizieq Shihab (HRS), pada Jum’at (8/1/21) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, agendanya adalah keterangan Ahli dari pihak Termohon dan Pemohon.

Pemohon disangkakan antara lain dengan pasal 160 KUHP: “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”

Pasal 160 KUHP merupakan delik Materil, maka pengertiannya adalah atas ceramah yang disampaikan Habib Rizieq Shihab (HRS), haruslah ada niat dan upaya menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan tertentu, yang berakibat dari ceramah tersebut timbulnya suatu perbuatan pidana.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-VII/2009, juga telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materil. Artinya, pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila timbul akibat yang dilarang misalnya : kerusuhan, perbuatan anarkis atau tindak pidana lainnya.

Dengan adanya putusan MK tersebut, maka sudah terang benderang bahwa “perbuatan penghasutan saja tidak bisa dipidana jika orang yang dihasut tidak melakukan perbuatan dan atau tindak pidana apapun.”

Dalam hal ini, juga perlu dibuktikan apakah ada hubungan sebab-akibat dari orang yang menghasut dan terhasut.

Dalam hal ini in casu , apa yg disampaikan HRS di muka umum, faktanya tidak terjadi atau timbul peristiwa pidana apapun.

HRS juga  disangkakan melanggar Pasal 93 UU No. 6  Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, yaitu dengan sudah membayar hukuman denda sebesar 50 juta rupiah.

Penerapan Pasal 160 KUHP, dan juga ditambah Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, walau  kondisi saat ini tidak sedang diberlakukan  Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Oleh karenanya penetapan status Tersangka kepada HRS, sangat dipaksakan, mengada-ada, tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak sah dan harus dibatalkan. Kami berharap hakim dapat memutus perkara ini secara ‘adil dan fair’ sesuai dengan hukum, hati nuraninya dan independen, dengan segera membebaskannya dari tahanan. Keputusan hakim (vonis) atas sidang Pra Peradilan HRS tersebut akan dibacakan pada selasa, 12/1/21, jam 14.00.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur