6 anggota FPI yang ditembak polisi itu (Foto : Istimewa)

6 Anggota FPI Tewas

 ADA KEJAHATAN NEGARA (STATE CRIME) DALAM KASUS INI?

Oleh : Ahmad Khozinudin
(Sastrawan Politik)

6 anggota FPI yang ditembak polisi itu (Foto : Istimewa)

Selain adanya dugaan Extra Judicial Killing dalam kasus tewasnya 6 (enam) anggota FPI yang jelas merupakan pelanggaran HAM, terdapat juga dugaan adanya kejahatan yang dilakukan oleh aktor representasi negara (State Crime). Celakanya, kejahatan oleh Negara ini dilakukan oleh Negara terhadap Warga Negaranya sendiri.

Peristiwa invasi AS ke Irak yang menyebabkan lebih dari 2 (dua) juta korban rakyat Irak adalah contoh praktik kejahatan Negara (State Crime). Karena pada faktanya, dalih senjata pemusnah massal yang dimiliki Irak tak terbukti, dan Amerika mengakui hal itu.

Dengan demikian, invasi dan pendudukan wilayah Irak oleh Amerika adalah bentuk kejahatan Negara (State Crime). Karena tindakan itu dilakukan oleh tentara Amerika, yang berupa organ Negara, alat negara resmi atas perintah dan kebijakan Amerika.

Kasus hilangnya 6 anggota FPI pada mulanya hanyalah kejahatan konvensional. Karena FPI dalam rilisnya, menduga anggotanya diserang dan diculik oleh Preman OTK.

Namun, publik tersentak ketika Polda Metro Jaya secara resmi mengakui 6 anggota FPI mati ditembak anggotanya. Itu artinya, peristiwa penghadangan, penembakan, dan penculikan anggota FPI yang mengawal HRS dilakukan resmi oleh organ Negara, bukan oleh Preman OKP.

Tindakan anggota Polda Metro Jaya bukan tindakan pribadi, sehingga bisa dikualifikasi sebagai kesalahan personal (oknum). Tapi tindakan yang dilakukan dalam kerangka menjalankan tugas Negara, yakni dalam kerangka penyelidikan perkara.

Konfirmasi dari Polda Metro Jaya menjadi bukti adanya peran ‘Negara’ pada kasus tewasnya 6 anggota FPI. Tindakan ini, bisa dibatalkan sebagai tindakan organ Negara jika Kepolisian tidak mengakuinya, atau minimal sedang melakukan penyelidikan tentang pelaku yang menyebabkan tewasnya 6 anggota FPI. Namun faktanya kepolisian mengakui itu perbuatan anggotanya.

Lebih jauh, institusi politik yakni Presiden yang merupakan atasan Polri mendiamkan kejadian ini. Setidaknya, hingga tulisan ini dibuat, tak ada pernyataan resmi dari Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, memberikan respons terhadap kasus ini.

Celakanya, dugaan kejahatan oleh Negara ini dilakukan oleh aparat kepolisian sebagai institusi negara yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap rakyatnya sendiri. Jika Amerika, melakukan kejahatannya terhadap rakyat Irak, kasus FPI ini justru mengkonfirmasi adanya dugaan tindakan kejahatan negara terhadap rakyatnya sendiri.

Padahal, konstitusi telah mengamanatkan kepada Negara untuk melindungi setiap warga negara dan segenap tumpah darah Indonesia. Kepolisian juga memiliki fungsi melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat.

Sungguh, ini benar-benar kejadian yang memilukan. Negara harus segera membentuk TGPF untuk mengungkap peristiwa secara benar, dan menyeret seluruh aktor intelektual dan aktor lapangan yang terlibat dalam kasus dugaan Kejahatan Negara ini. [].

About Redaksi Thayyibah

Redaktur