Breaking News
Habib Rizieq Syihab di Bandara Soeta sesaat setelah mendarat dari Arab Saudi (Foto : deutsche welle)

KEPULANGAN HABIB RIZIEQ SYIHAB

DIDEPORTASI ATAU REPATRIASI?

Oleh: Syamsul Lombok (Aktivis Serikat Pekerja Migran Indonesia Wilayah Makkah)

Habib Rizieq Syihab di Bandara Soeta sesaat setelah mendarat dari Arab Saudi (Foto : deutsche welle)

Pak Dubes Agus termasuk salah seorang die hard pemerintah yang rajin komen soal Habib Rizieq Syihab (HRS). Banyak narasi yang beliau kembangkan seputar keberadaan HRS di tanah suci Makkah. Diantaranya adalah HRS Over Stay dan saat ini dideportasi.

Bagi WNI yang tinggal di wilayah KSA, istilah over stay dan deportasi ini sudah tidak asing lagi. Kebetulan, saya selama hampir dua tahun mukim di Makkah, kerap berurusan dengan beberapa WNI over stay dan dideportasi dari Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Dan setahu saya, sejak pandemi covid-19, pemerintah KSA menutup sementara program deportasi para ekspatriat hingga hari ini sampai kemudian kondisi kembali normal.

Untuk saat ini, pemerintah KSA hanya mengeluarkan kebijakan Repatriasi bagi Ekspatriat, termasuk WNI. Bedanya dengan deportasi, repatriasi merupakan program pemerintah untuk memfasilitasi ekspatriat kembali ke negaranya masing². Ekspatriat yang mengikuti repatriasi biasanya memiliki dokumen yang lengkap. Baik paspor, visa, izin tinggal dan dokumen primer lainnya. Sedangkan ekspatriat yang dideportasi, biasanya didominasi oleh eksptriat yang non-dokumen. Walaupun tidak dipungkiri, ada sebagian mereka yang memiliki dokumen lengkap, tapi melakukan pelanggaran hukum di wilayah Kerajaan Arab Saudi.

Bagi ekspatriat yang dideportasi, maka seluruh biaya yang timbul selama proses pemulangannya ke negara asalnya ditanggung oleh pemerintah KSA. Sedangkan mereka yang mengikuti program repatriasi, maka biayanya akan ditanggung secara mandiri oleh pribadi yang bersangkutan, ataupun pihak pengguna jasa yang selama ini menggunakan jasa mereka. Bisa oleh syarikah (perusahaan) ataupun perseorangan.

Sependek pengetahuan saya dalam kapasitas saya sebagai pengurus Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) wilayah Makkah, sejak Februari 2020, pemerintah KSA memoratorium program tarhil (deportasi) seiring ditutupnya akses penerbangan internasional dari dan menuju Saudi. Karenanya banyak sekali WNI over stay non dokumen yang mengeluh ke saya, gagal pulang ke Indonesia, gegara program deportasi Pemerintah KSA yang tak kunjung dibuka, hingga hari ini. Bahkan, banyak diantara WNI over stay non dokumen yang ditampung oleh KJRI Jeddah karena terlunta² di jalanan.

Sekitar sepekan yang lalu, Saya juga dihubungi oleh Kepala Etase Ketenagakerjaan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah. Beliau meminta saya mencari keberadaan seorang oknum Pekerja Migran Indonesia yang diduga menelantarkan istrinya. Menurut Beliau, sang istri dalam kondisi hamil dan hendak melahirkan, tetapi tidak punya dokumen lengkap dan berencana mengikuti program tarhil (deportasi). Akan tetapi, berhubung program tarhil belum dibuka oleh otoritas setempat, jadilah TKW tersebut terlunta² di taman kota Jeddah. Meskipun kemudian ybs kini diamankan di penampungan KJRI Jeddah.

Berikutnya, saya juga punya sahabat WNI di Makkah yang over stay juga. Dia sudah tidak punya pekerjaan sejak kebijakan lockdown Saudi. Dia juga gak punya dokumen resmi. Sebelumnya Ia bekerja sebagai Guide (muthawwif). Berhubung corona, semuanya terhenti. Dia bersama beberapa rekannya mencoba menyerahkan diri ke pihak berwajib di Saudi, agar bisa dideportasi. Tapi, nyatanya dia ditolak dan disuruh kembali ke tempat tinggalnya. Karena menurut keterangan otoritas, Tarhil belum dibuka kembali.

Saya pun jadinya ingin bertanya kepada pak Dubes Agus, apakah memang benar program Deportasi sudah dibuka oleh pemerintah KSA..? Kalau memang sudah dibuka, ada ribuan WNI kita yang over stay non dokumen yang siap mengikuti program tersebut. Saya siap membantu pemerintah mendata nama² WNI over stay yang ingin mengikuti program tarhil, sebagaimana yang pernah kami lakukan untuk mendata WNI saat penyaluran bantuan covid-19 oleh KJRI Jeddah. Siapa tahu, saudara² kita ini bisa segera mengakhiri ketidakberuntungannya di negeri orang dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah.

Atau jangan-jangan Pak Dubes belum bisa membedakan antara repatriasi dengan deportasi? Mungkin juga pak Dubes Tahu–pasti tahulah–, namun pura² tidak tahu dan akhirnya menyesatkan opini publik.

Untuk diketahui, saya pernah beberapa kali bertemu HRS di kediaman Beliau di Makkah, bertemu juga dalam sebuah acara di rumah WNI di Tan’im. Bahkan, saya juga pernah ikut pertemuan dengan mantan Dubes RI untuk Saudi, Habib Salim Segaf dengan HRS beserta para pejabat KJRI dan Saudi di salah satu Vila mewah di pinggiran kota Makkah.

Untuk pertemuan terakhir ini, HRS mendapat pengawalan resmi dari pemerintah KSA. Ada juga perwakilan dari KJRI Jeddah. Ada mantan Dubes RI di Saudi. Dan yang mengejutkan saya, setelah lama pertemuan itu berlalu, salah seorang rekan pejabat KJRI Jeddah memberitahu saya, jika tuan rumah yang menyambut HRS dan Pak mantan Dubes itu adalah mantan Kepala Intelijen KSA.

Sekali lagi, jika HRS ini termasuk ekspatriat yang melanggar hukum di wilayah KSA, apakah masuk akal sekelas pejabat Intelijen KSA membiarkan HRS begitu saja dengan leluasa..? Apakah masuk akal juga, jika HRS bisa mengadakan beberapa kali pertemuan bersama WNI di Makkah-Madinah dengan aman dan lancar..? Padahal, sistem administrasi kependudukan dan keimigrasian di negara King Salman ini termasuk yang paling ketat di dunia. Semuanya terkontrol dan terintegrasi dengan baik.

Saya tidak tahu, apa masalah pak Dubes dengan HRS. Yang ingin saya katakan, jika memang HRS dideportasi, maka mohon sampaikan salam dari ribuan WNI di Saudi kepada yang mulia Raja Salman, mereka juga ingin dideportasi oleh pemerintah Kerajaan Saudi. Wallahu a’lam

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur