Breaking News
(Foto : Istimewa)

Dari Gugatan Perdata Terhadap Yusuf Mansur

Hakim Menafikan Fakta dan Kesaksian!

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

(Foto : Istimewa)

Selasa (10/11), setelah sejak paruh Maret 2020 gugatan perdata terhadap Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, sampailah majelis hakim menjatuhkan keputusannya. Majelis hakim yang dipimpin oleh R Adji Suryo tersebut memutuskan bahwa gugatan perdata kepada Yusuf Mansur “Tidak Diterima”. Gugatannya sendiri tidak ditolak, tetapi majelis hakim tidak meluluskan ganti rugi yamg diajukan oleh para penggugat.

Sebagaimana diketahui, Yusuf Mansur digugat secara perdata oleh Fajar Haidar Rafly bersama 4 investor lainnya atas dugaan melawan hukum terkait investasi hotel Siti di Tangerang dan Condotel Moya Vidi di Jogyakarta yang terjadi pada tahun 2014. Mereka menggugat secara material sebesar Rp 90 juta, dan immaterial sebesar Rp 5 milyar.

Di persidangan, para penggugat yang diwakili oleh pengacara Asfi Davy Bya, menyodorkan bukti-bukti berupa transferan, spanduk, dan kehadiran Yusuf Mansur ketika mempromosikan hotel Siti dan Condotel Moya Vidi. Adapun fakta-fakta persidangan tersebut adalah:

*Pertama*, sepanjang tahun 2014, Yusuf Mansur datang ke Surabaya dan memasarkan Condotel Moya Vidi di Blauran Mall dan di UIN Surabaya.

*Kedua*, pada bulan Maret 2014,Yusuf Mansur bersama rombongan datang ke Hong Kong dan menjual Veritra Sentosa Internasional (VSI, cikal bakal PayTren), hotel Siti, dan Condotel Moya Vidi.

Ketiga, sampai akhir 2014, Condotel Moya Vidi tidak jelas nasibnya. Tiba-tiba, secara sepihak, pada Januari 2015 Yusuf Mansur mengumumkan melalui laman Koperasi Merah Putih miliknya, bahwa transaksi investasi mitra VSI dengan PT Grha Suryamas Vinandito dalam pembelian saham Condotel Moya Vidi di Jogyakarta, telah dibatalkan. Sebagai penggantinya, seluruh dana investasi yang telah disetor, dialihkan ke hotel Siti di kota Tangerang, Banten.

Keempat, kesaksian Darso Arief dan Bambang Pratama atas apa yang dialami oleh Darmansyah, warga Surabaya, anggota VSI yang juga menanamkan investasinya di Condotel Moya Vidi, awal 2014. Karena ketidakjelasan nasib investasinya, pada 26 Agustus 2016, Darmasnyah melaporkan Yusuf Mansur ke Bareskrim Polri dengan dugaan wanprestasi atas investasi yang dia tanam.

Laporan Darmasnyah tidak berlanjut karena terjadi perdamaian di tengah jalan, 21 Februari 2017. Dalam perdamian itu, investasi Darmansyah sebesar Rp 48.600.000 berikut uang kerahimannya dibayar oleh Yusuf Mansur.

Kelima, Kesaksian Hilwa Humairo, mantan tenaga kerja Indonesia di Hong Kong. Ketika pada Maret 2014 Yusuf Mansur datang ke Hong Kong, Hilwa adalah salah seorang panitia dan direkrut sebagai marketing untuk Condotel Moya Vidi. Hilwa juga seorang leader VSI. Selain sebagai marketing, Hilwa juga ikut menanamkan sahamnya sebesar Rp 36 juta. Nasibnya pun sama dengan investor lainnya, sampai Oktober 2020 ini nasib investasinya tidak jelas.

Dari fakta-fakta dan kesaksian tersebut diatas, secara kasat mata, tidak ada keraguan lagi bahwa Yusuf Mansur jelas-jelas terlibat. Memgapa hakim memutuskan lain? Di persidangan putusan ada sesuatu yang ganjil. Yakni, ketika ketua majelis hakim R Adji Suryo membacakan naskah putusannya, mikrofon yang ada tidak difungsikan. Adji Suryo membaca dengan suara yang nyaris tidak terdengar, baik oleh para penasihat hukum maupun para pengunjung sidang. Ketika salah seorang penasihat hukum interupsi karena suara hakim tidak terdengar, tidak diindahkan.

Hakim adalah rujukan moral. Para hakim diangkat karena mereka diharapkan bisa mengadili dan memutuskan perkara secara adil, dengan hati nurani. Putusan bisa saja berbeda dengan apa yang terjadi selama dalm persidangan. Tetapi itu memerlukan kepekaan hati nurani dalam melihat sebuah persoalan. Di sini, kita tidak melihat dan merasakan bahwa putusan tersebut benar-benar berdasarkan hati nurani itu. Wallahu A’lam!

About Redaksi Thayyibah

Redaktur