Breaking News

Raden Pandan Aran atau Sunan Tembayat

Oleh: Agus Dardiri Zunaidi

Ziarah kubur ‘tokoh legendaris religius dan tokoh pejuang nasionalis’ di Jawa dan Nusantara memiliki spiritual value dan ‘rasa nges’, selain memupuk iman bahwa “mati” itu pasti, akhirat itu “pasti”.

Kali ini saya ada perlu di Jogja, sekalian ziarah di makam Raden Pandan Aran. Siapa beliau?

Ada banyak versi asal usul beliau, salah satunya ada ujung kait dengan darah Majapahit, Brawijaya (V) Terakhir. Silsilah ini dikaitkan dengan awal Kerajaan Demak yang menggantikan pengaruh Majapahit yang surut.

Diriwayatkan lisan, bahwa Raden Pandan Aran ini “semula” Bupati Semarang di bawah Kesultanan Demak Bintiro. Namun “Power Tend To Corrupt”, menggunakan kekuasaannya untuk mengejar hawa nafsu, karenanya oleh Sultan Demak melalui Sunan Kalijogo, Raden Pandan Aran dipecat. Diganti tahtanya oleh adiknya.

Raden Pandanaran pasrah, bertobat dan meninggalkan “kehidupan nafsu dunia” dan lengser keprabon dan “khuruj”, berdakwah ke wilayah selatan, akhirnya sampailah di Bukit Bayat, yang setelah kehadiran sang Raden bukit itu juga disebut “Jabal Kad”. ( Menirukan nama ‘Jabal Ukhud’, di Hijaz, Arab Saudi, dengan lidah Jawa – Jabal Kad).

Peziarah memiliki “niat” beraneka ragam saat berkunjung, dan menaiki tangga Bukit Bayat atau Jabal Kad.

Walau bagaimanapun, betapa tidak dapat dinafikan, bahwa para tokoh, wali, sunan, ulamak, setelah wafatpun masih dan selalu “akan” dapat menghidupi ribuan orang melalui kharismanya. Caranya?

Karena kharismanya yang tidak ikut wafat, orang datang dari berbagai penjuru masih berziarah. Dengan demikian dapat menggerakkan “ekonomi” masyarakat , tumbuhnya suply dan demand atas komoditi barang dan jasa.

Meskipun pandemi covid-19 belum reda significant, peziarah sudah mulai ramai dibandingkan beberapa bulan lalu.

Raden Pandan Aran, “mantan penguasa Semarang” yang akhirnya “Mandito” berdakwah untuk masyarakat Bayat, Klaten dan sekitarnya.

(Foto-foto : Agus Dardiri Zunaidi)

Hal positif yang perlu ditiru adalah, bahwa seandainya Raden Pandan Aran tetap menjadi penguasa Semarang, mungkin jenazahnya terlupakan. Sekedar masuk dalam sejarah, namun hilang dari sandaran tahlil-yasin-hadiyah fatihhah dan makannya tidak ada peziarah. Karena bertobat, MENINGGALKAN dunia, uzlah dan khalwat, justru langgeng lestari dalam kemulyaanya di dunia dan akherat, saking Kersane Gusti Allah.

“Sudah saatnya (aku) meninggalkan dunia yang fana ini untuk mencari ridho Allah saja . Meninggalkan nafsu untuk menyintai dan dicintai dunia, lillahi ta’ala”

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur