Breaking News
Almaghfurlah Abuya KH. Nurul Anwar

Selamat Jalan, Guru!

Oleh: Inayatullah Hasyim

Pemakaman Abuya KH. Nurul Anwar di Pesantren Attaqwa, Bekasi, Selasa (27/10)

Alumni Pesantren Attaqwa, lalu nyantri di International Islamic University, Pakistan.

Selamat jalan guru. Terkenang sekitar tahun 1982, engkau mengajakku ke rumah ustadzah Nurlaila. Dengan berboncengan vespa putih, kita sampai di Kampung Sumur, disambut senyum penuh pesona ustadzah yang tengah berbahagia. Aku masih ingat betul detail rumah itu. Ruang tamunya dihiasi lampu gantung dan kipas angin. Di pinggir sebelah kiri rumah ada hamparan sawah. Tak luas memang, tapi cukup membuat suasana nyaman perkampungan di tengah kota.

Saat itu, engkau masih bujangan, belum lama kembali dari Suriah. Seorang calon kyai muda yang tengah merancang masa depan. Dan aku, hanya anak kecil, seorang santri kelas satu tsanawiyah. Maka, betapa terkesannya aku ketika kita berboncengan vespa tanpa helm dari Ujungharapan ke Kampung Sumur itu.

Almaghfurlah Abuya KH. Nurul Anwar

Ketika itu, aku memanggilmu “guru”, bahkan saat semua wibawa kyai telah melekat dalam dirimu, aku tetap lebih nyaman memanggilmu “guru”, dan engkau tak pernah keberatan sedikitpun. Tahun 1994, saat aku telah merampungkan studi S1 di International Islamic University Pakistan, aku silaturahim ke rumahmu. Banyak nasehat engkau sampaikan, sama seperti enam tahun di pesantren dalam bimbinganmu. Aku pun pamit, berangkat lagi, melanjutkan studiku.

Ketika lebaran beberapa tahun lalu, aku ceritakan pengalaman naik vespa itu, engkaupun tergelak dalam tawa. Kini, engkau berdua telah menuntaskan amanah cinta itu. Kecintaanmu pada murid-muridmu, para santrimu sungguh luar biasa. Sehingga setiap santri merasa, engkaulah pengganti orang tua kami.

Dan ketika pada pagi hari Jum’at, 23 Oktober lalu, aku ditelpon oleh salah satu keponakanmu, aku terhenyak. Ustadzah telah tiada. Dia telah pergi menemui Sang Maha Pecinta, dan keluarga sepakat tidak memberi tahu semata demi kesehatanmu. Sebetulnya, bagi dua hati yang telah menyatu puluhan tahun, bahkan angin dapat bercerita tentang suasana jiwa pasangannya. Firasatku berkata, engkau tak akan kuat lagi. Empat hari kemudian, engkaupun menyusulnya.

Selamat jalan guru. Selamat jalan ustadzah. Aku bersaksi, bahwa kalian berdua telah menuntaskan amanah cinta. Cinta dalam bingkai dakwah dan pengabdian pada umat. Cinta dalam merajut impian surga. Teringat aku kata-kata Nizar Qabbani, penyair Suriah tempat engkau menuntut ilmu dulu,

لا تقل للحبيبة : أنت أنا وأنا أنت ..
قل عكس ذلك : ضيفان نَحْنُ على غيمةٍ شاردة، زائدة
شُذّ ، شُذ بكل قواك عن القاعدة.

Jangan katakan pada kekasih hatimu: kau adalah aku, aku adalah kau. Katakanlah sebaliknya: kami adalah dua orang tamu di awan yang mengangkasa, tenteram (di sana). Maka menyendirilah, menyendirilah dengan segenap kekuatan (cintamu) berdua dari (belenggu) basa-basi (dunia).

Mohon maaf guru atas segala salah dan khilafku.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur