(Foto : BahasBisnis)

Kasus-Kasus Yusuf Mansur, Kebenaran atau Hoaks?

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

(Foto : BahasBisnis)

 

Setelah dikabarkan sakit sejak Sabtu (22/8), sepekan kemudian dikabarkan bahwa Yusuf Mansur sudah sembuh dari sakit yang dideritanya. Sejak kabar sakitnya Yusuf Mansur mencuat lewat instagram pribadinya, muncul pro-dan kontra. Alih-alih meminta doa, yang terjadi, selain ada yang mendoakan agar segera sembuh, tidak sedikit yang malah melakukan hal yang sebaliknya. Hujatan tak ter-elakkan.

 Respon masyarakat tersebut tentu tidak bisa lepas dari apa yang dilihat, dirasakan, dan dialami oleh kelompok-kelompok masyarakat. Ketika mendengar kabar bahwa Yusuf Mansur kemali sembuh, berbagai sikap anggota masyarakat kembali bertebaran. Ada yang bersyukur bahwa sang penceramah spesialis “sedekah” tersebut bisa beraktifitas kembali, sembari tetap menuntut bahwa kasus-kasus yang menjerat dirinya tetap dituntaskan, bahkan lewat jalur hukum.

 Tetapi, masih ada juga yang punya pendapat, bahwa apa yang dituduhkan kepada Yusuf Mansur selama ini mesti di ricek terlebih dahulu. “Jangan-jangan itu hoaks,” begitu kata sebagian anggata masyarakat. Bahkan, ada yang masih menganggap Yusuf Mansur itu seorang ustadz yang mesti dihormati, bukan dihujat, apalagi jika hujatan tersebut sudah menyangkut aib seseorang.

 

Tentang kasus-kasus yang menyoroti Yusuf Mansur, sedikitnya sudah ada 6 bukuyang beredar, penulisnya jelas, penerbitnya jelas, dan buku-buku tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Puluhan berita yang tersebra di media massa, tentang kasus-kasus wan-prestasi yang dilakukan oleh Yusuf Mansur. Testimony mereka yang dirugikan, juga sudah seabrek; jalur hukumjuga sedang ditempuh, baik perdata maupun pidana.

(Baca: https://bahasbisnis.com/2020/06/10/buku-yusuf-mansur-dan-siasatnya-dowload-gratis)/

 Lalu, dimana letak hoaksnya? Muncul lagi pertanyaan, bolehkah kita membuka aib saudara kita sesama muslim? Pertanyaan itu akhirnya berlanjut bahwa, jika tidak boleh membuka aib dan menggibah saudara kita, lalu bagaimana mensikapi perilaku Yusuf Mansur kepada sebagian masyarakat yang berinteraksi dengannya dan berakhir mengecewakan?

 Menurut Imam Nawawi (631 – 24 Rajab 676 H), pensyarah Kitab Shahih Muslim dan penulis buku Riyadhush Shalihin serta al-Adzkar itu memberikan enam kriteria bahwa membuka aib atau menggibah seseorang diperbolehkan. Salah satunya adalah, jika seseorang melakukan perbuatan fasik atau bid’ah secara terang-terangan, seperti minum khamr di tempat umum, merampas milik orang lain, atau meminta dengan paksa, serta melakukian perkara-perkara batil. Boleh menyebut perbuatan-perbuatan tersebut yang dilakukan secara terang-terangan.

Jika menyimak kriteria dari Imam Nawawi tersebut, apa yang dilakukan oleh Yusuf Mansur selama ini masuk dalam salah satu kriteria aib atu ghibah yang diperbolehkan. Mau bukti? Yusuf Mansur pernah mengaku-ngaku bertemu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam keadaan terjaga; berbisnis batu-bara berakhir dengan huru-hara, patungan usaha dan patungan aset berbuntut masalah; investasi Condotel Moya Vidi yang nyatanya, sejak 2014 sampai sekarang tak terwujud, PayTren yang memunculkan kontroversi tak berkesudahan; dan sebagainya. Praktek-praktek wan-prestasi yang dilakukannya masuk dalam perbuatan fasik, karena perbuatan tersebut sejatinya telah keluar dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

 Karena persoalan-persoalan yang dilakukan oleh Yusuf Mansur tersebut secara terbuka dan menyangkut banyak orang, maka memberikan informasi kepada masyarakat secara benar juga mesti secara terbuka. Masih ada pertanyaan, apa tidak sebaiknya mengkonfirmasi dulu kepada yang bersangkutan? Tabayyun? Tahapan-tahapan tersebut sudah dilakukan, tapi yang bersangkutan tidak pernah mau menjawab secara jujur dan terbuka.

 Tidak sedikit dari mereka yang jadi korban melakukan upaya-upaya kekeluargaan; berkomunikasi secara baik-baik dan tidak mau ribut-ribut. Tetapi, jamak terjadi, mereka tidak mendapat tanggapan yang berarti. Ketika semua proses itu dilakukan dan tidak mendapat tanggapan sebagaiaman mestinya, maka jalur hukum pun ditempuh. Semua itu untuk medapatkan keadilan di muka bumi ini.

 Dari kasus-kasus yang sudah bermunculan, kami sampai pada kesimpulan, bahwa apa yang dilakukan oleh Yusuf Mansur adalah wan-prestasi yang masuk ke ranah hukum. Jika ditutup-tutupi, akan menimbulkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat. Jadi, agar semuanya jelas, maka dihadirkan pula secara terbuka, meskipun jalur hukum terus berjalan.

 Kasus-kasus penghimpunan dana oleh Yusuf Mansur selama ini dilakukan secara terbuka, lewat pengajian, ceramah dan seminar, maka pertanggungjawaban publik mesti dilakukan secara terbuka pula. Dan cara-cara seperti ini, tidak masuk dalam kategori ghibah yang dilarang. Wallahu A’lam.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur