Breaking News
(Foto : Intisari)

Mencoreng Rasa Keadilan Masyarakat

Dari Kasus Deny Siregar

Oleh : Djudju Purwantoro

(Foto : Intisari)

Mengutip kata-kata Buya Hamka, “Adil ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walaupun mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian.”

Apakah kata-kata alm Buya Hamka tersebut juga berlaku bagi seorang yang bernama Deny Siregar. Deny Siregar terkenal seolah menjadi manusia sakti yang kebal hukum di negeri ini. Berulang kali melakukan pelanggaran hukum ujaran kebencian dengan indikasi pencemaran nama baik, penghinaan, ataupun penistaan agama, tapi faktanya sampai saat ini masih juga belum tersentuh hukum.

Baru-baru ini Deny Siregar berulah lagi dengan postingan dalam akun medsosnya. Pada tanggal 27 Juni 2020, dia memposting tulisan yang intinya ada unsur menghina agama Islam serta memfitnah para santri ‘Tahfidz Alquran Daarul Ilmi, dengan judul ‘Adek2ku Calon Teroris yg Abang Sayang’.

Denny juga memposting foto para santri di pesantren itu. Padahal, foto tersebut diambil setelah anak-anak santri itu membaca Al Quran, saat suasana jelang Aksi 212 waktu silam. Walau sebenarnya, mereka tidak ikut serta dalam aksi tersebut. Kini, postingan tersebut telah dihapus.

Dampak postingan tersebut, pada kamis, 3 Juli 2020 ratusan massa dari berbagai ormas, LSM, santri dan pimpinan pondok pesantren yang tergabung dalam ‘Forum Mujahid Tasikmalaya’, melakukan aksi damai di depan pintu masuk Polresta Tasikmalaya, Jabar. Peserta aksi tersebut, sekaligus juga mengantarkan berkas laporan terhadap terduga kasus tindak pidana penghinaan, pencemaran nama baik, dan perbuatan tidak menyenangkan.

Terkait azas ‘Dolus eventualis’ “walau tidak dikehendakinya, sepatutnya Deny menyadari akan adanya akibat lain yang kemungkinan akan terjadi bilamana ia melakukan perbuatan itu, namun ada rasa ketidak perdulian akan akibat yang mungkin terjadi.”

Perbuatan a quo, patut diduga bisa melanggar pidana baik delik aduan pribadi (anak tersebut), maupun delik umum perihal ujaran kebencian, menimbulkan rasa permusuhan antar agama (SARA). Hal tersebut sebagaimana diatur UU No. 11/2008 Tentang ITE, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Ancaman pidana penjara paling lama tahun.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”(ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.

Postingan Deny tersebut, secara esensi mengandung unsur penghinaan agama dan pencemaran nama baik, baik secara ‘kontek maupun konten’nya. Akibatnya, telah menimbulkan gejolak sosial dan keresahan terutama penganut agama Islam di masyarakat, dengan adanya unras secara bergelombang.

Jangan lagi ada orang seperti Deny, bisa merasa sok kebal hukum di negeri ini. Oleh karenanya polisi harus tegas dalam penegakkan hukum kepada semua pihak (equality before the law). Wajib menghindari (conflict interest) yang condong kepada kepentingan/pihak tertentu, sehingga dapat mencoreng rasa keadilan masyarakat.

 

 

Penulis adalah Sekjend IKAMI (Ikatan Advokat Muslim Indonedia)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur