Breaking News
Hetri. Bersiap membuka warungnya (Foto : Darso Arief)

Balada Hetri Bersedekah kepada Yusuf Mansur

Dari Uang hingga Sepeda Motor

Hetri. Bersiap membuka warungnya (Foto : Darso Arief)

 

Sudah lama, Hetri perbolehkan penulis bertemu dengannya untuk berbagi pengalamannya bersedekah dengan Yusuf Mansur. Keinginan bertemu ini makin kuat setelah buku Yusuf Mansur Obong karya HM. Joesoef terbit dan beredar.

Sabtu (27/6) pagi,  akhirnya penulis bisa jambangi tempat usaha Hetri, sebuah rumah makan Masakan Padang di Rancabungur, Bogor. Rumah makan ini terbilang kecil, hanya tersedia dua meja dan delapan kursi untuk pengunjung. Omset penjualan setiap hari juga tidak besar, kurang dari satu juta rupiah. Belum juga 10 tahun Hetri menyewa tempat ini untuk usaha.

Saat penulis sampai, Hetri dan istrinya sedang bersiap membuka layanan warungnya. Menu di etalase belum tersusun, begitu juga termos wadah nasih belum juga terisi. Hetri bermandi asap membakar ayam pada pembakaran berbahan bakar gas. Sementara istrinya sibuk mamasak lauk pauk. Semerbak aroma Masakan Padang memenuhi seluruh ruang dapur yang terbilang sempit ini.

Hetri dan penulis di warung kecilnya

Hetri mulai tertarik pada ceramah Yusuf Mansur dan mengikuti pengajian-pengajiannya pada tahun 2005 setelah membaca buku ‘Mencari Tuhan Yang Hilang. Waktu itu Hetri masih tinggal di tempat usaha orangtuanya, sebuah rumah makan masakan Padang di Balaraja, Tangerang. Karena tak jauh dari tempat yang biasa Yusuf Mansur adakan pengajian, yakni Ketapang, Tangerang, Hetri menjadi rajin hadiri pengajian Yusuf Mansur.

Kepada Yusuf Mansur, ada dua cara sedekah yang diberikan Hetri. Pertama, sedekah mingguan. Sedekah ini diberikan setiap selesai pengajian mingguan. Kedua, sedekah bulanan sebesar 1,2 juta. Hetri berikan sedekah-sedekahnya selama hampir enam tahun kepada Yusuf Mansur. Padahal, seperti yang diakui Hetri, dia belum memiliki usaha sendiri dan masih bekerja membantu orangtuanya.

Puncaknya pada tahun 2010, Hetri menyerahkan kendaraan kesayangannya Honda CS1 buatan tahun 2008. Hetri membeli sepeda motor itu dengan cara menyicil selama dua tahun. Ketika lunas pada tahun 2010 itulah, sepeda motor itu diserahkan kapada Yusuf Mansur sebagai sedekah. Menurut Hetri, motor itu selama beberapa hari masih dilihatnya terpajang di kantor Yusuf Mansur di kawasan CBD Bintaro, Tangerang.

Honda CS1, jenis sepeda motor yang Hetri berikan kepada Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Hetri teringat, saat dia bersedekah sepeda motor miliknya itu, hampir bersamaan waktunya dengan Bupati Kampar, Riau, yang juga menyerahkan harta di badan bersama istrinya. Saat hadiri pengajian, Yusuf Mansur meminta istri sang bupati menyerahkan semua perhiasan yang melekat di bandannya. Sedangkan sang bupati diminta mengeluarkan semua uang yang ada dalam dompetnya. “Itu bupati dan istrinya seperti orang yang terkena hipnotis, mengikuti saja permintaan Yusuf Mansur”, begitu Hetri mengenang.

Keraguan Hetri terhadap Yusuf Mansur sebagai orang berilmu dan berakhlak mulai timbul ketika suatu hari saat sholat Dzuhur selepas pengajian. Dalam sholat itu, sebagai imam Yusuf Mansur lupa lakukan tahiyatul awal. Anehnya, jamaah laki-laki tak ada yang berani menegur Yusuf Mansur atas kesalahan itu. Padahal, menurut Hetri, saat itu ada jamaah yang diketahuinya alumni Al Azhar, Mesir. Seorang ibu akhirnya memberanikan diri mengingatkan Yusuf Mansur. Alih-alih berterimakasih, Yusuf Mansur malah memarahi ibu itu dengan kata-kata yang tak pantas diucapkan di hadapan banyak orang dalam masjid. Sejak itu, Hetri mulai ragu dengan keilmuan dan keikhlasan Yusuf Mansur sehingga dia mulai jarang ikuti pengajian.

Pandangan Hetri terhadap Yusuf Mansur sebagai ustadz yang senang mengumpulkan harta terlihat ketika seorang temannya dipaksa mensedekahkan mobil barunya seharga satu milyar. Hetri mulai mengingar-ingat, ternyata banyak perbuatan Yusuf Mansur yang tidak sejalan dengan perkataannya.

Hetri akhirnya sadar, ternyata apa yang dia harapkan dari memberikan uang dan sepeda motor kepada Yusuf Mansur sebagai sedekah itu tidak pernah membuahkan hasil. Keinginanannya untuk cepat sukses seperti cerita Yusuf Mansur tak kunjung tiba.

Mata Hetri baru mulai terbuka, bahwa Yusuf Mansur rupanya bukan ustadz yang berilmu dan tak memiliki akhlak yang baik. Dia mulai ragu dengan keikhlasan dan kejujuran Yusuf Mansur dalam menerima dan mengelola sedekah.

Keinginan untuk meninggalkan Yusuf Mansur makin kuat saat program Patungan Usaha dan Patungan Usaha mulai diluncurkan. Hetri teringat, Investasi Sawah Produktif yang sudah Yusuf Mansur galakkan belum terlihat hasilnya bagi jamaah investor, kini mulai kumpulkan uang lagi. Hetri sudah tak tertarik dengan ajakan Yusuf Mansur untuk berinvestasi. “Apalagi saya juga mulai kehabisan uang sehingga saya benar-benar tinggalkan Yusuf Mansur”, demikian Hetri.

Pada bagian akhir perbincangannya dengan penulis, Hetri bertutur tentang pandangannya yang salah soal sedekah sekaligus menyesal karena telah terpedaya dengan penampilan dan kata-kata Yusuf Mansur. “Jika ada kesempatan saya mau hubungi kawan-kawan yang sudah menyerahkan uang kepada Yusuf Mansur agar memintanya bertanggungjawab. Insya Alla,” demikian Hetri.

 

 

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.