Breaking News

Dosa Yang Lebih Besar Dari Dosa Syirik

Dosa Yang Lebih Besar Dari Dosa Syirik

 

thayyibah.com :: Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dosa syirik adalah dosa yang paling besar dan larangan yang paling besar dalam agama. sebagaimana hadits yang mengurutkan dosa yang paling besar yaitu dosa kesyirikan sebagai urutan yang paling pertama.

Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَوْ قَوْلُ الزُّورِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Suatu ketika kami berada di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?”-beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali-. “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan bersaksi palsu atau berkata dusta.” Saat itu beliau bersandar kemudian beliau duduk. Beliau masih saja mengulang-ulang sabdanya sampai-sampai kami berkata kalau seandainya beliau diam. (HR. Muslim, no 126)

Syaikh Muhammad At-Tamimi berkata,

وأعظم ما أمر الله به: التوحيد، وهو إفراد الله بالعبادة وأعظم ما نهى عنه: الشرك وهو دعوة غيره معه. والدليل قوله تعالى: {وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً}

“Perintah Allah yang besar adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah, dan larangan Allah yang terbesar adalah syirik, yaitu beribadah kepada selain Allah dan menyamakannya dengan beribadah kepada-Nya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: ‘Dan beribadah hanya kepada Allah, dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun (An-Nisa: 36).” [Tsalatsatul Ushul, hal. 8]

Dalam AL-Quran disebutkan juga bahwa kesyirikan merupakan kedzaliman yang paling besar. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Sebagian ulama menjelaskan bahwa ada dosa yang lebih besar dari dosa kesyirikan yaitu berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala ,

قُلْ إنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan

[1] Perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan

[2] Perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)

[3] Mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan(mengharamkan)

[4] Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu).“ (Al A’raf: 33)”

Mengapa dosanya di atas dosa kesyirikan? Karena dosa syirik sumbernya adalah berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu.

Ibnul Qayyim rahimahullah  berkata menjelaskan ayat ini,

فرتب المحرمات أربع مراتب، وبدأ بأسهلها وهو الفواحش، ثم ثنى بما هو أشد تحريما منه وهو الإثم والظلم، ثم ثلث بما هو أعظم تحريما منهما وهو الشرك به سبحانه، ثم ربع بما هو أشد تحريما من ذلك كله وهو القول عليه بلا علم، وهذا يعم القول عليه سبحانه بلا علم في أسمائه وصفاته وأفعاله وفي دينه وشرعه

“Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi yaitu berbuat syirik kepada Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari’at-Nya.”[I’lamul muwaqqi’in hal. 31, Dar Kutubil ‘Ilmiyah]

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan bahwa bahaya dosa berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu bisa mengubah agama Allah dan bahkan menempatkan dirinya sejajar dengan Pembuat syariat –wal’iyadzu billah-. Beliau berkata menafsirkan ayat,

في أسمائه وصفاته وأفعاله وشرعه، فكل هذه قد حرمها اللّه، ونهى العباد عن تعاطيها، لما فيها من المفاسد الخاصة والعامة، ولما فيها من الظلم والتجري على اللّه، والاستطالة على عباد اللّه، وتغيير دين اللّه وشرعه

“(Berkata-kata atas nama Allah) pada asma’ dan sifat-Nya, pada perbuatan dan syariat-Nya. Semua hal ini telah Allah haramkan dan Allah larang hamba-Nya untuk melakukannya, karena menimbulkan mafsadat umum dan khusus, merupaan kedzaliman dan kelancangan kepada Allah, melampui batas dan mengubah agama dan syariat Allah.” (Tafsir As-Sa’diy)

Mengubah agama Allah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal kemudian mengatakan ini adalah agama dan syariat Allah. Perbuatan ini memposisikan dan menjadikan orang tersebut sebagai Rabb. Sebagaimana firman Allah.

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (At Taubah : 31)

Maksud ayat ini adalah mereka mentaati rahib dan pendeta secara taqlid buta padahal mereka telah mengubah agama dan berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Perhatikan hadits yang menafsirkan ayat tersebut.

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةَ ((اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ)) قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ

Dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata, “Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan pada leherku ada (kalung) salib yang terbuat dari emas. Maka beliau bersabda, ‘Hai ‘Adi, buanglah berhala itu darimu!” Dan aku mendengar beliau membaca (ayat al-Qur’an) dalam surat Bara’ah (at-Taubah, yang artinya), “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah”, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka itu (para pengikut) tidaklah beribadah kepada mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka). Akan tetapi jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) menghalalkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap halal. Jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap haram”. (HR. Tirmidzi, no: 3095; dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Semoga kita dijauhkan dari berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu dan dijauhkan dari berbagai jenis kesyirikan dan maksiat.

 

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

About A Halia