Breaking News

Ulama Aceh Larang Penyematan Kalimat Tauhid di Peci hingga Mobil, Ini Alasannya

Ilustrasi. ©2018 Merdeka.com/Imam Buhori
Fatwa tersebut disahkan dalam rapat paripurna dihadiri 43 ulama dari 47 ulama yang tergabung dalam wadah para ulama belum lama ini.

 

thayyibah.com :: Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh melarang penyematan kalimat seperti tauhid, syahadat, atau ayat-ayat Alquran lainnya di mobil, peci, hingga baju. Larangan tersebut tercantum di antara 10 poin dari Fatwa Hukum tentang Penggunaan Salam, Doa, dan Penggunaan Simbol Lintas Agama dalam Perspektif Syariat Islam yang baru saja dikeluarkan oleh institusi ulama.

Penyematan simbol-simbol agama di tempat-tempat tersebut dilarang karena dikhawatirkan akan memunculkan penggunaan di tempat lain yang tidak terhormat. Selain itu, lafaz tauhid yang sering ditemukan ditempel di kaca mobil, peci, dan baju kemungkinan besar akan terinjak, atau bercampur dengan benda kotor dan sebagainya saat dicuci.

Namun, untuk penempatan simbol-simbol agama di dinding atau di pintu rumah, seperti yang sering ditemukan di Aceh, masih diperbolehkan. Demikian yang dijelaskan Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk H. Faisal Ali.

Fatwa tersebut disahkan dalam rapat paripurna dihadiri 43 ulama dari 47 ulama yang tergabung dalam wadah para ulama belum lama ini. Draf fatwa saat ini sudah finis kendati masih akan diperiksa kembali untuk melihat kesalahan tulis atau tipo, tanpa mengubah subtansi.

“Sebenarnya landasan untuk mengeluarkan fatwa hukum ini sudah muncul sebelum pemilu, tapi karena takut dikait-kaitkan dengan politik,” jelas Lem Faisal, sapaan akrabnya, kepada Liputan6.com, Minggu (15/12/2019).

Sesuai tajuknya, fatwa tersebut juga melarang seorang muslim di Aceh memberi salam kepada penganut agama lain. Menurut Faisal, poin ini berlaku tidak hanya di Serambi Makkah saja, tapi juga secara nasional.

“Dalam Rakernas MUI di Lombok 2 bulan yang lalu, salah satu yang direkomendasikan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat untuk mengeluarkan fatwa hukum tentang memberi salam dengan macam-macam model agama,” terang Faisal.

Namun, pada poin lain terdapat pembolehan memberi penghormatan kepada nonmuslim yang tidak mengandung doa kesejahteraan, keselamatan dan keberkahan. Poin ini disebut-sebut sebagai bentuk penghormatan terhadap keragaman, berbeda dengan ucapan salam yang mengandung doa, dan dianggap merupakan perkara yang tidak berlaku seragam sebab takarannya ada pada agama masing-masing.

Untuk lebih konkretnya, 10 poin fatwa tersebut yakni:

1. Salam adalah ucapan tertentu yang mengandung penghormatan, doa kesejahteraan, keselamatan dan keberkahan;

2. Doa adalah permohonan dari seorang hamba kepada tuhan yang disembah oleh masing-masing umat beragama;

3. Simbol agama adalah ciri khas dan tanda tertentu suatu agama yang lahir dari suatu kepercayaan;

4. Memberi salam sesama muslim adalah disunatkan, dan menjawab salam adalah wajib apabila memenuhi ketentuan syariat Islam;

5. Memberikan penghormatan kepada non-muslim yang tidak mengandung doa kesejahteraan, keselamatan dan keberkahan adalah boleh;

6. Memberi salam dan berdoa untuk pengampunan dosa kepada non-muslim secara khusus adalah haram.

7. Penghormatan dari seorang muslim dalam kondisi normal kepada non-muslim dengan ucapan dan tindakan khas keagamaan mereka adalah haram;

8. Penggunaan simbol-simbol agama lain secara sengaja oleh seorang muslim adalah haram;

9. Penggunaan simbol-simbol agama Islam secara sembarangan dan sengaja adalah dilarang;

10. Tausiyah; diminta kepada pemerintah untuk menjaga toleransi beragama yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam; diminta kepada seluruh komponen masyarakat muslim untuk tidak sembarangan menggunakan salam, doa dan simbol-simbol agama lain; diminta kepada para pemimpin untuk memberi teladan kepada masyarakat dalam beragama, berbangsa dan bernegara.

Sumber: Liputan6.com

About A Halia