Breaking News
Gambar hanya ilustarasi

Umar bin Khattabpun Meminta Nasehat Padanya

Oleh: Inayatullah Hasyim (Dosen Universitas Djuanda, Bogor)

Gambar hanya ilustarasi

 

Suatu hari, saat menjadi khalifah, Umar bin Khattab tengah berjalan bersama pasukannya. Tiba-tiba ia berhenti demi melihat seorang nenek tua di pinggir jalan. Umar lalu meminta nasehat darinya. Pasukan terheran-heran. “Ada apa hanya untuk seorang nenek tua, engkau berhenti begini lama?” tanya salah satu dari mereka. Umar tetap saja serius mendengarkan nasehatnya.

Setelah wanita tua itu puas menasehati, dan pergi berlalu, Umar bin Khattab berkata, “Demi Allah, Allah Maha Mendengar dialog dia dengan Rasulallah SAW, ketika dia dilecehkan oleh suaminya, maka bagaimana mungkin Umar bin Khattab tak mau mendengar nasehatnya?”.

Ya, wanita itu adalah Khaulah binti Tsa’labah yang pernah dilecehkan oleh suaminya, Aus bin Shamit, dengan berkata, “Engkau sekarang seperti punggung ibuku”. Maksudnya, Khaulah tak lagi menarik buat suaminya sebab telah tua dan gembrot setelah punya anak bererod. Ketika malam tiba, suaminya ingin menggaulinya, dia menolak dan esoknyanya dia mengadukan halnya kepada Rasulallah SAW.

Kepada Khaulah, Rasulallah SAW mengatakan tak ada jawaban lain kecuali cerai. Begitulah sudah hukum kebiasaan yang telah berlaku di tengah masyarakat Arab waktu itu. Mendengar itu, Aisyah ikut menangis. Khaulah menjadi khawatir sebab anak-anaknya banyak, dan di lubuk hatinya yang terdalam, dia masih mencintai suaminya. Dia kemudian mengadu langsung kepada Allah SWT.

Beberapa waktu kemudian, Aus bin Shamit dipanggil oleh Rasulallah SAW dan ditanyakan kebenaran cerita isterinya. Dia pun membenarkan. Rasulallah SAW pun berkata, “Jangan dekati dia, jangan pula gauli dia sampai ada izin untukmu”.

Tak lama kemudian Aisyah mengabarkan kepada Khaulah, bahwa ada tanda-tanda wahyu turun kepada Rasulallah SAW yaitu ketika Rasulallah berkeringat dan wajahnya menjadi merah. Aisyah berkata, itu mesti wahyu untuk urusanmu, Khaulah. Khaulah membalas, “Ya Allah, semoga wahyu yang turun untuk kebaikanku. Sebab, tak ada yang keluar dari mulut nabi-Mu kecuali kebaikan.”

Lalu turunlah firman Allah SWT:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS al-Mujadilah: 1)

Doa dan munajat Khaulah binti Tsa’labah menjadi sebab diturunkannya wahyu.  Pada ayat kedua dan seterusnya, Allah SWT menjelaskan denda bagi suami yang melecehkan istrinya dengan mempersamakan istri pada ibunya sendiri.

Dalam ilmu fiqh, denda itu disebut sebagai kafarah zihar. Dendanya adalah memerdekakan seorang budak, atau berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh fakir miskin. Ketika Rasulallah SAW menjelaskan denda itu kepada Khaulah binti Tsa’labah dan Aus bin Shamit, Khaulah menjawab, “Ya Rasulallah, suamiku tak punya budak yang bisa dimerdekakan”.

Kalau begitu, suruh dia puasa dua bulan. “Ya Rasulallah, pandangan matanya sudah mulai kabur, pendengarannya mulai terganggu tapi makan dan minumnya kuat, dia tak bakal kuat puasa”, Kalau begitu, suruh dia sedekah. “Ya Rasulallah, dia tak punya apa-apa yang bisa disedekahkan”. Rasulallah SAW kemudian berkata, “Maka (kalau begitu) biar aku saja yang akan memberimu sekarung kurma”.

Sungguh sabar Rasulallah SAW dalam menghadapi umatnya. Kalau kita menghadapi masalah seperti itu, paling juga kita bilang kepada orang yang mengadu, “sudah tahu miskin, bikin masalah pula”.

Wallahua’lam bis showab.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur