Breaking News
Jam'an Nurchotb Mansur alias Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Yusuf Mansur dan Aib yang Terbuka (2)

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

 

Jam’an Nurchotb Mansur alias Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

 

Menindaklanjuti tulisan pertama hari Kamis (25/7) pekan lalu, ada beberapa hal yang perlu diluruskan di seputar Yusuf Mansur dan kasus-kasusnya. Bahwa Imam An-Nawawi telah membolehkan seseorang melakukan ghibah dengan 6 alasan. Salah satunya (alasan nomor 5) adalah, jika seseorang melakukan perbuatan fasik atau bid’ah secara terang-terangan, seperti minum khamr di tempat umum, merampas milik orang lain, atau meminta dengan paksa, serta melakukian perkara-perkara batil. Boleh menyebut perbuatan-perbuatan tersebut yang dilakukan secara terang-terangan. Kasus Yusuf Mansur masuk dalam kategori ini.

Ada dua hal yang mesti digaris bawahi. Ada perkara yang menyangkut orang per orang dan ada perkara yang menyangkut dengan banyak orang. Jika perkaranya menyangkut antar orang per orang, antara si A dan si B, misalnya, sepanjang bukan perbuatan kriminal, sebaiknya tidak perlu orang lain tahu atau diberitahu. Persoalan akan beda jika menyangkut kasus-kasus kriminal yang berujung ke pengadilan misalnya. Dalam perkara seperti ini, tentu beritanya akan menyebar secara alami, dan tidak bisa dibendung.

Jika menyangkut seseorang atau sekelompok orang dengan banyak orang, apalagi sifatnya kriminal, maka kasusnya mesti dibawa ke ranah hukum. Sambil mengikuti proses hukum, kita berharap yang bersangkutan menyadari kesalahannya, meminta maaf (dan mengembalikan hak-hak mereka yang dirugikan)pada orang-orang yang ia rugikan dan bertobat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika yang bersangkutan tidak mau juga menyelesaikan persoalannya secara kekeluargaan, maka, tidak ada upaya lain, selain dibawa ke ranah hukum, juga diingatkan secara terbuka agar masyarakat umum lebih berhari-hati jika bermuamalah dengan yang bersangkutan.

Di era Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Fatimah binti Qois pernah mendatangi beliau dan berkata, “Saya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata: Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah meminang saya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata: Mu’awiyah itu orangnya miskin, adapun Abul Jahm ia tidak pernah melepaskan tongkatnya dari bahunya.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim). Merujuk pada hadits ini, menggibah dalam arti meminta pandangan tentang seseorang, dibenarkan secara syariat.

Mempublikasikan aib seseorang yang tidak mau mendengar nasihat, adalah sebuah keniscayaan. Ini adalah bagian dari amar ma’ruf nahyi munkar. Karena umat Islam itu sejatinya adalah umat yang terbaik (kuntum khoiroh ummat) yang dilahirkan di tengah-tengah manusia.

Lalu, apa tugas dari umat terbaik itu? Yakni, melaksanakan risalah para Nabi: amar ma’ruf nahyi munkar (lihat QS. Ali Imran: 110). Dalam rangka nahyi munkar itulah kenapa banyak orang mengingatkan Yusuf Mansur agar kembali ke jalan yang benar, menyelesaikan perkara-perkara yang belum selesai, meminta maaf kepada mereka yang selama ini disakiti, bertobat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan berhenti membuat manuver-manuver bisnis yang berujung mendulang masalah.

Itu sebabnya, hujatan dan gugatan kepada Yusuf Mansur seabrek jumlahnya. Buku yang khusus mengkritisi sepak-terjangnya di dunia bisnis sedikitnya sudah ada 5 judul yang beredar di masyarakat. Laporan pada polisi terus berlanjut, meskipun sampai hari ini, belum ada satu pun yang sampai ke meja hijau.

Oleh sebab itu, sepanjang kasus-kasus-kasusnya (mulai dari bisnis batu bara, patungan usaha-patungan asset, sampai PayTren yang mengundang kontroversi tersebut) belum diselesaikan, maka mesti tetap ada sekelompok orang yang terus menerus mengingatkannya, baik secara personal maupun dengan memakai berbagai media.

Mengapa hal itu perlu? Karena ini adalah amar ma’ruf nahyi munkar, jika mereka yang punya kemampuan membiarkannya, maka ini adalah alamat akan turunnya musibah dan bencana. Bentuknya bisa beragam. Dari doa yang tak terkabulkan, kerusakam di muka bumi, mendapatkan laknat dari Allah, sampai menyebabkan turunnya siksa Allah Subhanahi wa Ta’ala.

Jika ikhtiar-ikhtiar dalam mengingatkan Yusuf Mansur sudah maksimal, sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku, maka orang tersebut sudah terlepas dari kewajibannya. Jika nasihat yang diberikan tidak diindahkan, ketika nantinya terjadi musibah dan bencana, tidak ada alasan lagi bahwa sebelumnya tidak ada yang mengingatkannya.

Bagaimana pun Yusuf Mansur adalah saudara kita sesama muslim. Karena itu, jika dia melakukan kesalahan, perlu diingatkan. Jika dia tidak mengindahkan peringatan-peringatan dari berbagai pihak, nahyi munkar tidak boleh berhenti. Karena aplikasi nahyi munkar tersebut dilakukan sampai yang bersangkutan menyadari kesalahannya, menyelesaikan persoalannya, meminta maaf pada manusia dan bertobat pada Ilahi Robbi. Sepanjang dia tidak menghentikan aktifitas bisnis yang cenderung merugikan orang lain, sepanjang itu pula nahyi munkar akan terus dilakukan, baik oleh perorangan maupun kelompok masyarakat. (Habis)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur