Breaking News

Yusuf Mansur dan Aib yang Terbuka

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

 

Sedikitnya sudah ada 4 buah buku mengkritisi sepak terjang Yusuf Mansur dalam blantika bisnis yang ia geluti selama ini. Puluhan artikel pula yang menyoroti perilaku dan pola bisnis yang ia geluti. Muncul pertanyaan, bolehkah kita membuka aib saudara kita sesame muslim?

Pertanyaan itu akhirnya berlanjut bahwa, jika tidak boleh membuka aib dan menggibah saudara kita, lalu bagaimana mensikapi perilaku Yusuf Mansur kepada sebagian masyarakat yang berinteraksi dengannya dan berakhir mengecewakan?

Adalah Imam an-Nawawi (631 – 24 Rajab 676 H), pensyarah Kitab Shahih Muslim dan penulis buku Riyadhush Shalihin dan al-Adzkar itu memberikan enam kriteria bahwa membuka aib atau menggibah seseorang diperbolehkan. Salah satunya adalah, jika seseorang melakukan perbuatan fasik atau bid’ah secara terang-terangan, seperti minum khamr di tempat umum, merampas milik orang lain, atau meminta dengan paksa, serta melakukian perkara-perkara batil. Boleh menyebut perbuatan-perbuatan tersebut yang dilakukan secara terag-terangan.

Dalam konteks ini, apa yang dilakukan oleh Yusuf Mansur selama ini masuk dalam salah satu kriteria aib atu ghibah yang diperbolehkan. Lihatlah Yusuf Mansur pernah mengaku-ngaku bertemu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam keadaan terjaga; berbisnis batu-bara berakhir dengan huru-hara, patungan usaha dan patungan aset berbuntut masalah; paytren yang memunculkan kontroversi tak berkesudahan; dan sebagainya. Praktek-praktek wanprestasi yang dilakukannya masuk dalam perbuatan fasik, karena perbuatan tersebut sejatinya telah keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Karena persoalan-persoalan yang dilakukan oleh Yusuf Mansur tersebut secara terbuka dan menyangkut banyak orang, maka memberikan informasi kepada masyarakat secara benar juga mesti secara terbuka.

Masih muncul pertanyaan, apa tidak sebaiknya mengkonfirmasi dulu kepada yang bersangkutan? Tabayyun? Tahapan-tahapan tersebut sudah dilakukan, tapi yang bersangkutan tidak pernah mau menjawab secara jujur dan terbuka. Proses ke kepolisian juga sudah dilakukan, meskipun belum masuk ke persidangan.

 

Tidak sedikit dari mereka yang jadi korban melakukan upaya-upaya kekeluargaan; berkomunikasi secara baik-baik dan tidak mau ribut-ribut. Tapi, jamak terjadi, mereka tidak mendapat tanggapan yang berarti. Akhirnya jalan terbuka dan jalur hukum mereka tempuh.

Ada juga yang korban yang menjadi malu jika kasusnya diungkap. Alasannya, Yusuf Mansur itu kan seorang ustadz, jika kasus-kasus wanprestasi diungkap ke media massa, apa tidak malah kontraproduktif? Apa tidak malah mencemarkan dakwah secara umum? Dari kasus-kasus yang sudah berunculan, kami sampai pada kesimpulan, bahwa apa yang dilakukan oleh Yusuf Mansur bukan lagi dakwah, tapi wanprestasi yang masuk ke ranah hukum. Jika ditutup-tutupi, akan menimbulkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat. Jadi, agar semuanya jelas, maka dihadirkan pula secara terbuka, meskipun jalur hukum terus berjalan.

Kepada Yusuf Mansur, jika memang apa yang dituduhkan kepadanya tidak benar, dia punya hak untuk menjawabnya. Buku dijawab dengan buku; artikel dijawab dengan artikel; dan seterusnya. Tetapi, ini yang tidak dilakukannya. Ia terus saja dengan ide-ide bisnisnya, sementara bisnis-bisnis sebelumnya yang bermasalah tidak pernah ia selesaikan secara tuntas.

Karena itu, kepada Yusuf Mansur yang pernah dipenjara karena kasus kriminal pada tahun tahun 1998 dan 1999 itu, hendaknya menyelesaikan persoalan-persoalan yang ia lakukan secara jantan dan bertanggungjawab, agar persoalan tidak terus berkembang. Ingatlah, kasus tahun 1998 dan 1999 yang menyebabkan ia masuk penjara selama masing-masing 2 bulan itu adalah kasus kriminal, jangan sampai terulang lagi.

Akhirnya, sebagaimana manusia, Yusuf Mansur punya sisi positif dan negative sekaligus. Sisi positifnya, ia penganjur sedekah dan mendirikan pondok pesantren; sisi negatifnya, wanprestasi dalam berbisnis atau berkomitmen dengan pihak lain, tak pernah ia selesaikan secara tuntas. Karena itu, selesaikan masalahnya dan bertobatlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur