Breaking News

Indonesia Kaya Orang Hebat tetapi Miskin Merek Nasional

 

 

Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, saat menjadi pembicara kunci pembukaan Science Technplogy Index (Sinta) Talks 2019 yang digelar di Hotel Grand Candi Semarang, Selasa (19/2).
Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, saat menjadi pembicara kunci pembukaan Science Technplogy Index (Sinta) Talks 2019 yang digelar di Hotel Grand Candi Semarang, Selasa (19/2).

thayyibah.com :: Kendati Indonesia kaya akan orang- orang hebat, namun bangsa ini masih ‘miskin’ dengan nation brand atau merek nasional yang mendunia. Hal ini masih menjadi salah satu dari sekian permasalahan bagi pengembangan riset dan teknologi di negeri ini.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, saat menjadi pembicara kunci pembukaan Science Technplogy Index (Sinta) Talks 2019 yang digelar di Hotel Grand Candi Semarang, Selasa (19/2).

Menurut Dimyati, di Indonesia banyak memiliki orang hebat sekelas Prof Adi (Prof Dr Adhi Soeprijanto MT dari ITS-red) dan masih orang hebat lainnya yang hadir pada forum Sinta Talks, kali ini.

“Namun jika ditanya ‘betulkah Indonesia belum punya nation brand’, jawabannya tentu tidak akan jauh berbeda, kendati ITS sudah mengawali dengan Gesit yang sebentar lagi akan menjadi nation brand,” ungkapnya.

Padahal, lanjutnya, kalau bicara nation brand, seperti misalnya dengan menyebut Samsung, maka dalam benaknya kita pasti akan tahu itu merupakan produk asal negara ‘X’ dengan sekian peneliti di belakangnya.

Semua orang, jelasnya, tahu kehebatan Samsung dengan berbagai generasi teknologi hasil risetnya yang menghabiskan bertriliun- triliun rupiah untuk membangunnya. Sementara Indonesia dengan anggaran yang ada jika dibandingkan dengan Samsung itu sangat jauh.

Sekedar informasi, lanjut Dimyati, salah satu tahun (antara 2012 atau tahun 2013) Samsung mengeluarkan anggaran Rp 106 triliun. Disamping itu juga anggaran Rp 80 hingga Rp 100 triliun. Sementara anggaran riset kita di tahun 2017, masih Rp 30,8 triliun atau masih sepertiga dari satu perusahaan yang punya satu nation brand.

“Jadi kita bisa bayangkan, satu nation brand dilahirkan dengan action yang luar biasa, dengan penelitian yang hebat dan sarana yang luar biasa, sehingga hasilnya betul-betul memiliki kualitas,” katanya.

Kendati dengan anggaran yang ada tersebut, Alhamdulillah Allah memberikan kekuatan yang luar biasa bagi bangsa ini. Sehingga bisa melakukan sesuatu, walaupun masih harus bekerja keras untuk bisa mempunyai nation brand.

Di lain pihak Indonesia juga memiliki banyak profesor hebat seperti yang hadir di forum Sinta Talks ini, tetapi sebagai bangsa yang hebat Indonesia tidak punya nation brand. “Saya tidak ingin mengatakan ini kegagalan profesor, tetapi ini kegagalan kita semua,” tambahnya.

Sebagai bangsa yang hebat, lanjutnya, Indonesia belum bisa berkolaborasi, belum bisa menerapkan value- value secara berjamaah (bersinergi-red).

Bangsa ini lupa ada sesuatu yang luar biasa dengan bersinergi tersebut. Kalaupun sudah melakukan, tetapi tidak pernah tahu bahwa ada sesuatu yang sangat hebat dan luar biasa selain terlalu sering salah menyalahkan.

“Yang ingin saya katakan, adalah penting bagi kita berkolaborasi secara ilmiah, saya yakin dampaknya akan sangat luar biasa bagi bangsa ini,” tandasnya.

Di lain pihak, Dimyati juga menambahkan, upaya-upaya yang sudah dilakukan bangsa ini di bidang riset dan teknologi, sesungguhnya merupakan bagian yang masih sangat kecil dari apa yang harus dilakukan.

Ia menganalogikan baru satu pussle dari mozaik yang kita desain dan kita inginkan bersama dalam membangun riset dan teknologi yang lebih maju. Artinya kita masih ada masalah yang lebih besar dan harus dipecahkan dari sekedar apa yang kita bicarakan di forum ini.

Pemerintah juga terus melakukan berbagai cara dalam rangka mendorong riset dan pengembangan teknologi. Karena bangsa ini sudah lama tidur dan berada di zona nyaman. Baru dalam tiga atau empat tahun terakhir ini mulai bangkit kembali yang dapat dilihat dari beberapa indikator.

Untuk itu, ia pun mengajak semua yang hadir dalam forum ini untuk bersama- sama saling mengingatkan, saling memberikan masukan yang konstruktif dan bersama- sama bersikap open mind untuk membangun riset dan teknologi ke depan.

Apalagi bangsa ini sedang punya momentum yang luar biasa, kendati sebetulnya juga bisa dianggap sebagai peluang dan sekaligus tantangan. Momentum ini harus bisa dimanfaatkan.

Banyaknya anak-anak muda inovatif di negeri ini menjadi pertanda bahwa bangsa ini akan menjadi pusat kemajuan, kalau bisa memanfaatkannya dengan baik.

Tetapi kalau salah dalam  mengelolanya atau tidak memberi tempat kepada anak- anak yang luar biasa (generasi milenial) tersebut maka bangsa ini akan menyesal seumur- umur dalam mengejar ketertinggalan yang sudah sedemikian jauh.

“Untuk itu jangan sia- siakan peluang ini kalau kita tidak ingin menyesal. Untuk itu mari, ke depan bersinergi membangun peradaban kita menjadi lebih baik,” tegas Dimyati.

Sumber: republika

About A Halia