Breaking News
Jamaah Tahlil (Foto : Dream)

Tentang Tahlil

Oleh: Abd. Syakur Dj

 

Jamaah Tahlil (Foto : Dream)

 

Tahlil adalah “akronim” dari kalimat Tauhid “Lâ Ilâha Illa Allâh”. Nabi saw. bersabda bahwa: “Semulia-mulia/sebaik-baik yang saya ucapkan dan diucapkan oleh Nabi-nabi sebelumku adalah Lâ Ilâha Illa Allâh.” Beliau juga berpesan kepada yang hidup bahwa: “Perbaruilah iman kalian dari saat ke saat!” Ketika ditanya: “Bagaimana memperbaruinya?” Beliau menjawab: “Perbanyaklah mengucapkan Lâ Ilâha Illa Allâh.” Dari sini “akronim” kalimat itu—dan yang paling banyak dibaca dalam Tahlil—dijadikan nama bagi kumpulan doa buat yang telah wafat.

Tidak ada riwayat yang mengabarkan bahwa tradisi Tahlil, dalam bentuknya seperti yang kita kenal sekarang, sudah dikenal pada masa Nabi saw. Atas dasar itu, sejumlah kalangan menuduhnya sebagai bid‘ah. Sayangnya, mereka yang menuduh bid‘ah ini mungkin lupa—jika tidak ingin menyebutnya tidak tahu—bahwa Tahlil adalah kumpulan doa yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain, ia merupakan tradisi yang—secara substantif—memiliki tautan yang sangat kuat dengan masa Nabi saw.

Tahlil memang telah menjadi tradisi yang cukup populer di sebagian besar Dunia Islam. Begitu populernya, tidak jarang ia kerap disalahpahami, baik oleh yang menentangnya maupun yang mendukungnya. Kesalahpahaman paling umum yang sering dijumpai di kalangan umat Islam yang mendukung Tahlil adalah “menitipkan pengampunan” (tawashul) kepada tokoh-tokoh yang “dianggap” memiliki kedekatan hubungan dengan Allah (waliyullah) agar mereka memohonkan pengampunan bagi si “penitip” atau pembaca Tahlil. Padahal, aneka bacaan yang dilantuntan dalam prosesi Tahlil tidak dimaksudkan demikian. Tetapi lebih kepada permohonan kepada Allah—secara langsung tanpa melalui perantara—agar aneka pengampunan dan keberkatan yang dilimpahkan kepada para waliyullah itu juga diberikan kepada mereka sebagai pembaca Tahlil. Kesalapahaman ini boleh jadi muncul akibat kekurangpahaman si pembaca terhadap redaksi bacaan Tahlil yang dibacanya. Oleh karena itu, tentunya sangat baik jika kandungan makna apa yang dibaca dapat dipahami untuk dihayati dan diamalkan. Wallahu a’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur