Thayyibah.com::
Oleh: Sugito Atmo Pawiro*
Seolah tidak peduli dengan prasyarat penyelidikan dan penyidikan yang jamaknya berlaku dalam hukum acara, Polda Metro Jaya akhirnya tetap bersikukuh menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka dalam kasus konten pornografi di situs baladacintarizieq.
Dasar penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka adalah alat bukti yang sudah ditemukan penyidik dari hasil gelar perkara, yang dianggap sudah layak dinaikkan jadi tersangka. Setidaknya hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 29 Mei 2017. Argo mengatakan alat bukti tersebut di antaranya keterangan saksi, ahli, dan lainnya. Alat bukti yang didapat penyidik, berupa chat , handphone, dan sebagainya. Peningkatan status Rizieq dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara. Dalam gelar perkara itu, penyidik menetapkan Rizieq sebagai tersangka.
Namun anehnya, kelengkapan syarat adanya bukti permulaan yang cukup untuk menjerat seorang saksi menjadi tersangka dalam sebuah perkara pidana, justru dengan gamblang diabaikan polisi. Jika chat di dalam aplikasi whatsapp diajadikan dasar pengenaan sebagai tersangka kepada Habibi Rizieq, jelas merupakan alat bukti yang sumir. Bagaimana pun chat itu diduga kuat adalah fake aplikasi whatsapp atau percakapan palsu. Dan sama sekali belum diuji secara scientific untuk mengukur akurasinya. Namun tanpa proses itu polisi justru secara terburu nafsu menetapkan Habib Rizieq sebagai tersangka.
Kejanggalan mengenai prosedur hukum yang benar ini, tanpa tedeng aling-aling telah diabaikan polisi di hadapan publik. Polisi tidak lagi dengan cermat memperhatikan prinsip due process of law dalam penegakan hukum. Hal ini semakin menunjukkan kesan adanya usaha sistematis yang disengaja untuk menjatuhkan Habib Rizieq sebagai tokoh ulama dan pemimpin kelompok umat Islam yang sangat gigih memperjuangkan amar ma’ruf dan nahi munkar di tanah air belakangan ini.
Bahwa penulis selaku Kuasa Hukum Habib Rizieq terpanggil untuk segera menyampaikan komentar ini dari Makkah Saudi Arabia, menyusul adanya pemberitaan media bahwa Habib Rizieq ditetapkan sebagai tersangka. Sejauh ini memang belum diperoleh konfirmasi kapan alasan hukum apa yang menjadi dasar sangkaan terhadap Habib Rizieq. Hanya saja Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Wahyu Hadiningrat saat dimintai konfirmasi oleh pers telah membenarkan peningkatan status terhadap Habib Rizieq dari sebagai saksi dalam kasus dugaan pornografi versi polisi itu menjadi tersangka.
Habib Rizieq difitnah terlibat skandal seksual dengan Firza Hussein. Barang bukti dalam laporan polisi berupa chatting via WhatsApp dan foto bugil Firza Hussein di dalam telepon seluler (HP) miliknya yang disita polisi dalam kasus dugaan makar, jauh sebelum kasus ini mencuat ke permukaan.
Keganjilan hukum sebenarnya sudah terjadi pada Selasa, 16 Mei 2017 lalu, ketika Firza Hussein ditetapkan sebagai tersangka dengan alat bukti berupa konten pornografi di dalam telepon seluler yang disita polisi itu. Padahal pengujian secara ilmiah hanya membuktikan kebenaran wajah dari foto di dalam HP. Dan tidak membuktikan kebenaran adanya konten pornografi.
Jangankan Habib Rizieq, keganjilan, selain keanehan, kekonyolan dan kesewenang-wenangan polisi (Polda Metro Jaya) dalam menetapkan status tersangka kepada Firza Hussein saja sudah sangat terang benderang ihwal bias dan sumirnya fakta hukumnya. Firza Hussein (FH) disangkakan dengan Pasal 4 Ayat (1) jo Pasal 29 dan atau Pasal 6 jo Pasal 32 dan atau Pasal 8 jo Pasal 34 UU RI No 44 tahun 2008 tentang Pornografi yang seungguhnya sama sekali memenuhi unsur-unsur perbuatan yang dapat dipersangkakan dengan norma-norma hukum itu. Lantas norma hukum apa lagi yang akan dialamatkan kepada Habib Rizieq?
Apabila Habib Rizieq dikenakan norma hukum yang sama dengan Firza Hussein maka sesungguhnya kesemberonoan penegak hukum justru ditampilkan secara terang-terangan. Bagaimana pun tidak ada alasan apapun seorang Habib Rizieq,
dan sudah barang tentu Firza Hussein juga, untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, … atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan atau ketelanjangan atau alat kelamin (sebagaimana Pasal 4 Ayat 1 UU Pornografi). Tidak mungkin dan mustahil pula seorang Habib Rizieq memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana Pasal 6 UU Pornografi.
Bagaimana pun beredarnya produk pornografi di dalam chat aplikasi whatsapp itu dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dengan sengaja menyebarkan fitnah keji untuk menjatuhkan martabat dan membunuh karakter Habib Rizieq. Seyogyanya kepolisian harus membuktikan pelaku yang melakukan tindak pidana ini terlebih dahulu.
Habib Rizieq adalah korban dari perbuatan keji orang lain. Ia sama sekali tidak terbukti terlibat dalam peristiwa hukum yang dikategorikan pornografi, lantas mengapa justru ia yang harus dimintakan pertanggungjawaban hukum? Pertanyaan ini justru memperkuat stigma bahwa kepolisian telah menodai proses hukum yang benar demi mewujudkan rasa dendam dan ketidaksukaan terhadap seorang tokoh ulama. Jika demikian aparatur penegak hukum semakin menjauhkan dari tujuan mewujudkan keadilan.
*Sugito Atmo Pawiro, Kuasa Hukum Habib Rizieq yang kini berada di Makkah, Saudi Arabia.