Breaking News
(Foto : Repubika)

Benarkah Yusuf Mansur Itu Qori?

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

(Foto : Repubika)

Banyaknya kasus wanprestasi atau dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Manur atas berbagai ajakan investasi yang dilakukannya, masih memunculkan kotroversi. Mereka yang percaya, umumnya adalah korban atau tahu rekam jejak dari Yusuf Mansur sejak usia muda (kini usianya sudah 46 tahun). Mereka yang masih ragu, bahkan belum percaya, karena melihat sosoknya sebagai penceramah agama Islam. Bahkan dikenal sebagai qori (hafal Al-Qur’an dan berusaha secara sungguh-sungguh mengamalkannya). Apa iya seorang penghafal Al-Qur’an begitu tega melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan isi Al-Qur’an? Begitulah ragam pendapat dari sebagian anggota masyarakat.

Pertanyaannya adalah, benarkah Yusuf Mansur seorang qori? Bahwa ia menginisiasi berdirinya pesantren Daarul Qur’an yang salah satunya mencetak para penghafal Al-Qur’an, benar. Tetapi apakah benar Yusuf Mansur sebagai seorang qori, penulis meragukannya. Bahwa ia bisa baca Al-Qur’an, ya. Hafal sebagian dari ayat-ayat tentang sedekah, mungkin. Tetapi apakah ia sebagai seorang qori, belum ada pembuktiannya. Menurut salah seorang ustadz yang pernah bermitra dengan Yusuf Mansur dalam membidani Daarul Qur’an, Yusuf Mansur itu seorang pembaca (tilawah) Qur’an. Dengan halus sang ustadz hendak mengatakan bahwa Yusuf Mansur itu bukanlah seorang yang hafidz (hafal) Qur’an.

Sebagai seorang pembaca Al-Qur’an, sudah seyogyanyalah Yusuf Mansur menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh kitab suci umat Islam itu. Yakni, dengan mengucapkan perkataan yang benar, tidak bohong, dan tidak mencai-cari alasan untuk berkelit. Bukankah Al-Qur’an telah memperingatkannya? Bacalah firman Allah Ta’ala ini, “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS Al-Ahzan: 70)

Dengan mengacu pada ayat tersebut, Buya HAMKA, dalam bukunya “Bohong di Dunia” menulis, “ …hidup yang dianjurkan oleh Islam adalah hidup yang mempunyai kepercayaan (iman) kepada Allah. Iman menimbulkan takwa, yaitu memelihara jiwa dari pengaruh-pengaruh perbuatan jahat yang akan menjatuhkan martabat manusia. Iman juga menjaga manusia agar senantiasa berhubungan dengan Allah.”

Lalu, bagaimana dengan para pendusta? Ada dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang disitir oleh Buya HAMKA. “Apakah mungkin orang beriman itu pendusta?” Tanya sahabat. “Tidak mungkin,” jawab Baginda Rasul. Oleh sebab itu, menurut Buya HAMKA, seseorang itu, “Sekali Dusta, tetap dusta.” Mengapa? Karena dusta itu adalah pintu menuju bahaya besar. Orang-orang pendusta tidak dapat dibawa serta menuju suatu cita-cita yang mulia. Orang-orang pendusta akan lari apabila bertemu bahaya di dalam menghadapi perjalanan hidup yang sukar. Orang-orang pendusta adalah pengecut, mengelak karena takut bahaya. Padahal, mengelak dari bahaya adalah bahaya yang teramat besar. “Orang-orang yang berdusta akan mendapat gelar yang sangat hina, yaitu munafik.” Simpul Buya HAMKA.

Lalu, bagaimana dengan kasus-kasus yang menjerat Yusuf Mansur selama ini? Lihatlah apa yang terjadi dengan  investasi batu bara (2009-2010), Patungan Usaha dan Patungan Aset (2012-2013), Condotel Moya Vidi (2014), VSI (cikal bakal Paytren, 2013-2014), Tabung Tanah (2014), dan lain-lain. Ini belum lagi yang katanya hendak membeli klub-klub bola, baik dari dalam maupun luar negeri, membeli saham Bank Muamalat, BRI Syariah, Tempo, dan lain sebagainya. Semuanya hanyalah pepesan kosong. Ketika para investor yang merasa kecewa dan mau ambil investasinya, berbagai jalan berliku ditempuh, tidak juga ada hasilnya. Sementara Yusuf Mansur sendiri selalu meminta mana buktinya? Padahal, dalam beberapa kasus, misalnya Condotel Moya Vidi, jika sudah setor uang, dijanjikan dapat sertifikat kepemilikan dan sejenisnya. Faktanya, sertifikat yang dijanjikan tidak kunjung tiba, sampai kasusnya dibawa ke meja hijau. Masih juga mengelak? Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur