Kehadiran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mampu membawa pengaruh yang cukup dahsyat dalam jiwa mereka. Mereka mampu memahami makna al-Qur’an secara menyeluruh dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Bila ada masalah, mereka langsung bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sehingga peran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam membersamai mereka benar-benar membuat mereka lahir sebagai sosok yang alim, ahli ibadah dan berjiwa pejuang.
Mereka itulah yang disebutkan oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik umat ini, para sahabat Nabi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in), dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in)” (Muttafaqun ‘alaih)
Namun demikian, bukan berarti Umat Islam hari ini tidak bisa lagi untuk bangkit. Demikian juga bukan berarti hadirnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjadi syarat dalam memenangkan agama ini. Seandainya Allah menetapkan syarat adanya rasul dalam kewajiban menegakkan agama, maka tentu Umat Islam tidak dibebani lagi untuk menegakkan agama setelah wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sebab, Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
Pokok penting hadirnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah keteledanan yang diluarkan beliau kepada para sahabat. Begitupun dengn hari ini, keteladanan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bisa kita temukan dalam hadits dan kisah-kisah para sahabat. Keteladanan dalam mengatur negara, mengatur masyarakat, mentarbiyah keluarga, hingga dalam ibadah.
Ketiga: Mereka Adalah Generasi Baru Dalam Sebuah Peradaban
Sebagai generasi baru, para sahabat memiliki jiwa yang lebih energik daripada generasi yang datang setelahnya. Hal ini sudah lumrah dalam kehidupan ini. Biasanya, generasi awal dari sebuah peradaban terbilang lebih baik daripada generasi yang datang setelahnya. Para sahabat adalah generasi baru yang merasakan nikmatnya iman di awal turunnya risalah Islam. Sebelumnya, mereka telah merasakan gelapnya kehidupan di masa jahiliyah. Sehingga ketika Islam datang, mereka bisa merasakan indahnya hidup di bawah system Islam.
Karena itu, Umar bin Khattab pernah mengungkapkan, “Islam tidak dapat dipahami dengan baik oleh mereka yang tidak mengenal jahiliyah.” Maknanya, ia tidak mampu memahami islam seutuhnya kecuali ketika dia mengetahui jahiliyah dan berupaya sekuat mungkin untuk menghindarinya. Sehingga dia bisa membandingkan indahnya ajaran Islam dibandingkan dengan sistem hidup lainnya.
Di sisi lain, ibarat sebuah bangunan, mereka adalah peletak dasar pondasi Islam. Bagaimana pun mereka siap berkorban demi tegaknya pondasi tersebut hingga sempurna. Begitulah perjuangan yang mereka bangun. Sehingga Islam kian meluas dan mampu menerapkan syariatnya secara kaffah.
Pertanyaanya, bagaimana umat ini bisa melakakukan perubahan yang sama sebagaimana para sahabat? Bukankah hadirnya nabi sebagai sang pemimpin sesuatu yang tidak mungkin diulangi lagi?
Menjawab pertanyaan di atas, Dr Muhammad Qutb menjelaskan, “Sejatinya, kunci perubahan utama yang dilakukan para sahabat tidak lepas dari Al-Quran dan hadis sebagai pedoman utama dalam hidup mereka. Ia menjadi sumber materi pokok dalam membentuk karakter seorang muslim, membina jamaah dan mengatur negara. Para sahabat dipilih oleh Allah sebagai potret ideal generasi muslim dalam memperjuangkan Islam. Ketika mereka menerapkan nilai-nilai Islam seutuhnya dalam hidup mereka, maka kemenangan itu pun bisa mereka capai dengan sempurna.”
Perjuangan Islam hari ini kondisinya tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh para sahabat. Keterasingan syariat islam sudah terjadi dalam banyak sisi. Terutama syariat yang mengatur sistem politik, budaya, muamalah dan sebagainya. Penerapan syariat terpasung oleh system jahiliyah hanya dalam lingkup masjid atau persoalan pribadi semata.
Dulu, di awal masa keterasingan Islam, masyarakat Quraisy menolak untuk mengucapkan kalimat tauhid; laa ilaaha illallah karena paham dengan konsekuensi kalimat tersebut. Berbeda dengan keterasingan Islam hari ini. Lafaz tauhid diterima dan diyakini kebenarannya oleh banyak orang, tapi konsekuensinya yang ditolak. Mereka berikrar dengan kalimat tauhid tapi tidak mau diatur dengan hukum Allah. Mereka mengakui kebenaran kalimat tauhid tapi berat meninggalkan hukum atau tradisi jahiliyah. Inilah yang disebut dengan ketarasingan islam di akhir zaman.
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Karena itu, keterasingan Islam hari ini tidak cukup dihilangkan hanya dengan cara mendakwahkan umat untuk kembali ke masjid, memperbanyak zikir, baca quran, sedekah dan sebagainya. Lebih dari itu, justru keterasingan itu harus dilenyapkan dengan cara menyadarkan umat agar mau menanggalkan sistem jahiliyah dalam hidup mereka.
Ya, prioritas gerakan islam hari ini adalah melenyapkan sistem jahiliyah dan membangun generasi baru yang menerapkan Islam sebagai aturan hidup. Dengan seperti itu, umat mampu bangkit di tengah-tengah keterasingan layaknya para sahabat zaman dulu.
Hadirnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di tengah-tengah para sahabat memang suatu anugerah yang tak mungkin terulangi lagi. Namun itu bukanlah syarat dalam meraih kejayaan umat. Sebab, inti sebenarnya yang dilakukan para sahabat adalah ketundukan jiwa terhadap perintah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan mengidolakan beliau dalam hidupnya. Karena itu, kunci kebangkitan umat hari ini adalah siap meneladani Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dengan cara menelusuri sirah perjalanan hidupnya serta mengamalkan sunnahnya.
Kisah perjuangan yang ditorehkan para sahabat hendaknya menjadi role model pergerakan islam hari ini. Mereka dipilih oleh Allah sebagai contoh bagi generasi umat berikutnya. Syariat yang mereka pahami dan mereka implementasikan sebenarnya bukanlah kewajiban khusus bagi mereka. Namun itu tuntutan yang diwajibkan bagi setiap muslim, kapan pun dan di mana pun ia berada. Artinya, ketika syariat itu diterapkan secara kaffah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat, maka kejayaan itu pun bisa diraih kembali. Wallahu a’lam bis shawab! []
Penulis: Fakhruddin
Editor: Arju
Dipublikasikan oleh Kiblat