Pengusaha Drop Out

Oleh: Joko Intarto
Reza
Saya kembali menemukan contoh pembenar joke ini: Orang pintar jadi karyawan di perusahaan milik orang bodoh. Satu produk unik yang lahir gara-gara wajib kerja di rumah saja selama pandemi.
Pria muda yang necis itu langsung memperkenalkan dirinya begitu tiba di stand pameran frame kacamata berbahan kayu di selasar ballroom Hotel Pullman di Podomoro City, Jakarta Barat, tadi pagi. ”Perkenalkan, nama saya Reza,” katanya dengan logat khas Urang Bandung.
Pemilik pabrik kacamata bermerk Banir itu memang asli BSD. Bandung Sono Dikit. Tepatnya di Cimahi. ”Jangan disebut pabriklah. Terlalu besar. Yang tepat workshop. Yang berkarya bukan pekerja, melainkan seniman,” kata Reza.
Walau wujudnya frame kacamata, Banir memang lebih tepat disebut karya seni. Mungkin masuk ke dalam kelompok produk seni industri. Kacamata berbahan kayu itu dibuat dengan detil oleh tangan-tangan seniman yang mahir. ”Ada dua orang seniman yang mengerjakan produksinya,” lanjut Reza.
Karena barang seni, produksi frame kacamata itu tidak bisa tinggi. Setiap orang rata-rata hanya bisa menyelesaikan pembuatan tiga unit frame setiap dua hari. Kapasitas maksimumnya hanya 90 unit per bulan. Kalau para seniman itu tidak libur.
Mengapa waktu produksinya begitu lama? Ternyata karena frame kacamata itu dibuat dengan manual. Balok kayu keras itu dibelah-belah. Digergaji. Dibubut. Dipres dengan bahan lain seperti kayu dan bebatuan.
Untuk menghasilkan produk frame kacamata seperti yang sekarang dipasarkan, Reza melakukan riset bahan baku selama setahun. ”Tantangan untuk memproduksi frame ini adalah menemukan bahan baku kayu yang kuat, lentur dan ringan.
Beberapa jenis kayu lokal terbaik sudah dicoba. Reza mengaku kurang puas. Konsumen yang diminta sebagai tester mengatakan frame itu terlalu berat. ”Akhirnya saya temukan juga beberapa jenis kayu khusus dari luar negeri. Ada kayu yang berwarna hitam, ada punya yang berwarna khaki,” kata Reza.
(Foto-foto : Dok. JTO)
Memadupadankan dua hingga tiga jenis kayu impor itulah yang tidak mudah. Hanya orang-orang yang memiliki citarasa seni yang bisa melakukannya. Sebagai produk seni, setiap unit frame Vanir bersifat unik dan eksklusif. Tidak ada yang sama. Entah bentuk, model maupun kombinasi warnanya.
”Anda sepertinya paham benar dengan desain. Kuliah di mana?” tanya saya.
”Saya sempat kuliah tetapi drop out. Tidak lulus. Keasyikan cari duit sih,” kata Reza sambil tertawa renyah. Tidak tampak kesedihan sama sekali saat menceritakan nasib kuliahnya yang ambyar.
”Hikmahnya apa setelah drop out?” tanya saya.
”Saya susah mencari kerja karena ijazahnya tingkat rendah. Terpaksa jadi pengusaha kacamata,” lanjutnya.
Banir merupakan produk frame kacamata yang masih baru. Usianya baru dua tahun. Ceruk pasarnya di dalam negeri juga masih kecil. ”Karena itu saya fokus memasarkan frame ini melalui toko online milik sendiri. Belum menarik untuk dijual di satu gerai secara offline, karena konsumennya masih kecil. Itu pun domisilinya terbesar di dalam dan luar negeri,” papar Reza.
Meski demikian, Banir telah berhasil mencuri perhatian banyak public figure. Raffi Achmad dan sejumlah artis lain menjadi konsumennya.
Sebenarnya Reza ingin sekali memamerkan frame kacamata kayunya di Citayam Fashion Week, bersama Bonge dan Jeje. Sayangnya niat itu tidak kesampaian. Acara yang sedang viral itu sekarang ditutup polisi karena dinilai sebagai biang kemacetan.
Anda tertarik mengoleksi produk Banir? Siapkan dulu maharnya. Setiap unit bisa dilego dengan harga mulai Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu. ”Untuk karya seni yang unik, harga ini tidak mahal,” kata Reza.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur