Breaking News
(Foto : Istimewa)

Kopi, Yang Dulu Minuman Haram

(Sejarah Kopi di Mesir)

Oleh: Akmal Burhanuddin Nadjib

(Foto : Istimewa)

Dulu, zaman Turki Utsmani, kopi pernah dilarang di jazirah Arab, mengikut fatwa yang mengharamkannya.

Terjadi perdebatan di kalangan para ulama mengenai hukum minum kopi ini. Ada yang menghalalkannya; seperti yang dilakukan oleh Syekh Abu Bakr ibn Abi Yazid al-Makky dalam karyanya “Itsaratu n-Nakhwah bi Hukmi l-Qahwah” (اثارة النخوة بحكم القهوة) dan “Ijabatu d-Da’wah bi Nashshi l-Qahwah” (إجابة الدعوة بنصّ القهوة).

Dan adapula yang mengharamkannya;  seperti Syekh Hasan bin Katsir al-Hadramy al-Makky yang menulis “Qam’u sy-Syahwati ‘an Syurbi l-Qahwati” (قمع الشهوة عن شرب القهوة), dan Syamsu d-Diin Muhammad al-Qaththan yang mengarang “Zallatu l-Qadami mimman Yata’atha Syurba l-Qahwati” (زلة القدم والهفوة ممن يتعاطى شرب القهوة).

Sejarah perdebatan sengit tentang kopi ini dimulai dari Hijaz, melintasi Syam, hingga berakhir di Mesir, berlangsung sejak tahun 1511 M hingga 1572 M. Dan ternyata, diskusi hukum kopi, berlangsung lebih dari setengah abad.

Kopi di Mesir

Minuman kopi mulai dikenal di Mesir pada abad 16 Masehi. Saat itu, para pelajar Mesir yang belajar di Azhar menyaksikan teman-temannya dari negeri Yaman membuat minuman di malam hari ketika mereka mengulang pelajaran.

Para pelajar Mesir pun mulai mencoba minuman tersebut, kemudian ikut membuatnya sebagai peneman belajar di malam hari. Supaya mereka bisa begadang. Semenjak itu,  minuman kopi pun menyebar ke seantero Mesir.

Menurut Muhammad Arnauth, minum kopi mulai berkembang di kalangan penganut sufi. Para sufi meminum kopi untuk membantu mereka terjaga dalam zikirnya. Sehingga, kopi dan sufi hampir tidak dapat dipisahkan.

Kopi masuk ke Mesir dari Yaman, melalui laut, ke Suez lalu ke Kairo. Pada saat itu, masyarat Mesir terbelah menjadi dua; antara pendukung dan penolak kopi. Keadaan ini berlangsung hingga menimbulkan ketegangan, permusuhan dan pertikaian sengit.

Seperti yang diberitakan oleh majalah At-Tahrir pada tahun 1953, puncak pertikaian hukum kopi terjadi ketika seorang ulama fikih Syafi’i menyulutkan kampanye menentang kopi, setelah beliau ditanya oleh seseorang yang melemparkan pernyataan hukum bolehnya minum kopi.

Pertengahan abad 16, seorang ulama terkemuka, ahli fikih bermazhab Syaifi’i, Syeikh Ahmad ibn Abdi l- Haq as-Sinbati (w 999 H), mengeluarkan fatwa yang mengharamkan minum kopi dengan dalih ‘memabukkan dan merusak akal.’

Fatwa tersebut berdampak memicu pertikaian sengit antara pendukung dan penolak fatwa. Kondisi sosial carut marut. Polisi merazia konsumen kopi. Beberapa peminum kopi dipenjara.

Penduduk setempat juga menyerang dan merusak kafe-kafe kopi, bahkan memukuli pengunjung kafe, lalu menghancurkan semua cawan, teko dan periuknya. Minum kopi dilarang secara sembunyi-sembunyi apalagi di depan umum.

Akhirnya, para juragan dan peniaga kopi membujuk Syeikh as-Sinbathi untuk menarik fatwanya. Dalam keadaan, para pendukung fatwa masih menindas peminum kopi, hingga ada yang terbunuh.

Hal ini menyebabkan Syaikh as-Sinbathi dan pendukungnya melarikan diri berlindung ke sebuah masjid, karena dikejar dan dikepung oleh peniaga kopi untuk membalas dendam.

Kepungan di sekeliling masjid berlangsung selama tiga hari! Selama itu, para pengepung meminum kopi tanpa gula, sebagai simpati duka atas korban meninggal karena meminum kopi. Inilah asal muasal, minum kopi (tanpa gula) saat takziyah.

Fitnah terjadi. Hingga kasus itu dibawa ke mahkamah. Hakim tertinggi ketika itu, Muhammad bin Ilyas al-Hanafy menangani kasus “kopi haram memabukkan” ini.

Beliau mengundang para ulama untuk berdiskusi. Para peminum kopi diminta untuk ikut hadir. Kemudian, sepanci kopi direbus dan dipanaskan. Lalu, kopi panas itu disuguhkan kepada para hadirin yang datang untuk diseruput. Sang Hakim bercengkrama bersama mereka sepanjang hari, untuk melihat keadaan yang ditimbulkan dari meminum kopi panas itu…

Ternyata, tidak ada pengaruh pada diri hadirin. Tidak ada yang mabuk. Tidak ada perubahan.

Akhirnya, sang Qadhi memutuskan: kopi halal untuk diminum!

 

(diceritakan ulang oleh: Muh. Masnur Hamzah, Kairo)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur