Breaking News
(Foto : Doni Riw)

Gulagalugu Gaji Guru

Oleh: Doni Riw

(Foto : Doni Riw)

Aku pernah jadi Guru SMA Elit Swasta. Hampir semua muridnya anak orang berpangkat dan kaya. Wajar, hanya mereka yang mampu membayar biayanya.

Dalam peradaban kapitalis, semua hal menjadi komoditas. Tak terkecuali sekolah. Sebagai sebuah entitas bisnis, orientasinya tentu profit.

Produk yang dijual adalah jasa. Konsumennya adalah orang tua siswa. Penjualnya pemilik yayasan. Sedangkan, pelayan, eh, pegawainya adalah guru.

Pernah suatu hari, yayasan menghadirkan motivator. Dia menyemangati para guru untuk bekerja serius, hingga layak dinilai dengan nominal tinggi. Misalnya, dia menyebut angka, dua puluh juta rupiah.

Kalaupun yayasan hanya mampu menggaji satu setengah juta, jangan khawatir, delapan belas juta lima ratus ribu rupiahnya nanti Allah yang membayar di surga. Begitu kata motivator yang dibayar tinggi oleh owner bisnis yang setiap datang ke perusahaan, eh sekolah, selalu mengendarai mobil mewah.

Para kritikus berkata; “Jika menginginkan kualitas pendidikan yang tinggi, maka jangan hanya fokus pada bangunan yang mewah, tetapi pastikan gaji guru tinggi”

Di sisi lain, guru PNS di sekolah negeri terlihat lebih beruntung. Penghasila mereka berkali lipat dari guru swasta elit itu. Semua berkat tunjangan sertifikasi.

Lantas, apakah penghasilan tinggi itu berdampak signifikan pada peningkatan kualitas pendidikan? Ternyata tidak juga. Seorang kawan mantan pegawai bank bercerita, bahwa dampak langsungnya adalah peningkatan cicilan bank untuk pembelian produk-produk mahal yang meningkatkan gaya hidup. Akhirnya, baik guru swasta berpenghasilan mepet, maupun guru negeri berpenghasilan tinggi, sama-sama tidak menjadi solusi.

Jadi masalahnya bukan pada gaji. Melainkan pada sistem kapitalis yang menjadikan sekolah, murid, dan guru kehilangan visi. Muridnya sekolah demi ijasah dan karir. Sekolahnya berdiri demi profit. Gurunya mengajar demi gaji dan pemenuhan gaya hidup.

Tentu tidak semua seperti itu. Pasti ada yang serius mencetak siswa menjadi manusia sejati yang paham bahwa dirinya adalah hamba Allah Ta’ala. Tapi itu tidak di negeri kapitalis.

 

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur