Breaking News
(Foto : JTO)

Cari Pusing

Oleh: Joko Intarto

(Foto : JTO)

Tanda-tanda usaha yang berkembang positif itu mulai sering muncul: makin sering pusing. Sebab, masalah kian banyak. Itulah yang saya alami dalam bisnis tempe Mbah Bayan.

Sumber kepusingan kali ini berasal dari distribusi. Ada 700 bungkus tempe yang harus dikirim ke Jogja pada hari Rabu, 22 September 2021. Tempe harus dikirim hari itu. Tidak boleh mundur. Hari Kamis dan Jumat (23 dan 24 September 2021), semua tempe akan dimasak untuk dibagikan dalam program Senabung atau sedekah nasi bungkus.

Jarak Purwodadi – Jogja kurang lebih 130 Km. Pertanyaannya, bagaimana cara mengirimkan ke Jogja yang efisien dari sisi biaya dan waktu?

Dikirim menggunakan armada travel trayek Pati – Joga (via Purwodadi) sebenarnya cepat dari segi waktu. Tapi ongkosnya mahal. Dikirim dengan armada sepeda motor sebetulnya juga bisa. Waktu kirimnya cepat. Ongkosnya terjangkau. Tapi mana ada motoris yang mau menempuh jarak 260 Km (130 Km pp)?

Bagaimana kalau diangkut dengan angkutan umum bus antar kota? Cara ini sangat mungkin. Dari Purwodadi, tempe itu dikirim menggunakan bus Rela ke Solo. Sampai terminal Tirtonadi, tempe dibongkar untuk dipindahkan ke bus lain jurusan Jogja. Pembeli mengambil kiriman di terminal Umbul Harjo.

Bisa juga jalur Solo – Jogja dilayani dengan sepeda motor sampai rumah pembeli. Jaraknya tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 120 Km (Solo – Jogja pp). Perkiraan saya, dengan metode ini ada orang Solo yang mau. Dulu, saat mahasiswa, saya biasa naik sepeda motor dari Semarang ke Purwodadi pergi-pulang. Jaraknya sama: 120 Km.

Bisa juga menggunakan dua orang kurir. Satu orang dari Purwodadi ke Solo. Satu orang lagi dari Solo ke Jogja. Masing-masing akan menempuh jarak sekitar 115 Km (pp).

Tapi pembeli tempe menawarkan solusi jalur distribusi lain yang unik: tempe dikirim naik sepeda motor ke kantor pusat PO Haryanto di Kudus yang berada di sisi utara pulau Jawa. Jaraknya 45 Km dari Purwodadi. Dari Kudus, tempe diangkut bus PO Haryanto ke Jogja. Pembeli akan mengambil di terminal Umbul Harjo.

Semalam Dani menawarkan solusi lain yang out of the box: Tempe dititipkan truk angkutan pasir yang kembali ke Jogja. Ide ini selintas agak konyol. Tapi ada benarnya juga.

Setiap hari ada ratusan truk pengangkut pasir Gunung Merapi ke Purwodadi. Satu truk umumnya mengirimkan pasir 2 kali sehari. Berangkat dari Jogja ke Purwodadi membawa pasir. Kembali dari Purwodadi ke Jogja dalam keadaan kosong.

Biasanya sopir truk bersedia mengangkut muatan kecil-kecil saat kembali. Istilahnya mencari ‘balen’. Lumayanlah kalau untuk menambah uang makan.

Sebenarnya distribusi tempe dari Purwodadi ke Jogja akan lebih efisien bila tempe Mbah Bayan punya beberapa agen di sepanjang jalur. Paling tidak di Solo dan Klaten. Bila jatah agen-agen itu disatukan, jumlahnya lumayan banyak. Bisa menggunakan satu mobil khusus.

Sekarang tempe mbah Bayan belum punya agen satu pun di luar kota. Pemasarannya masih di Purwodadi Grobogan saja. Itu pun dengan jumlah outlet yang sangat terbatas. Tiba-tiba ada permintaan dari Jogja.

Saya menganggap permintaan itu sebagai peluang. Order dari Jogja itu akan mendorong tempe Mbah Bayan untuk segera mengembangkan keagenan di Solo dan Klaten.

Biarlah sekarang pusing. Semoga kelak akan tetap pusing. Karena banyak masalah baru.

Nasihat Pak Dahlan Iskan, tanda-tanda usaha kian maju adalah selalu selalu pusing karena selalu ada masalah baru. Maka kalau perusahaan Anda mau cepat maju, sering-seringlah cari masalah.(jto)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur