Breaking News

RISKA yang Kukenang

Oleh: Satria hadi lubis

DI Menteng Jakarta Pusat, ada remaja mesjid yang eksis dari tahun 70-an sampai sekarang, namanya Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA). Remaja mesjid ini cukup terkenal di Jakarta dan sudah melahirkan puluhan ribu alumninya, yang tersebar di seluruh Indonesia.

Alhamdulillah, saya beruntung pernah menjadi pengurus RISKA di tahun 1987-an setelah selesai ikut Studi Dasar Terpadu Nilai Islam (SDTNI) angkatan IV di RISKA. Saya sendiri baru tertarik untuk belajar Islam pada akhir kelas tiga SMA di tahun 1984, tapi waktu itu hanya ikut pengajian umum atau tabligh akbar secara sporadis dengan ustadz yang bergonta ganti. Biasanya ustadznya yang terkenal dan pintar ngelucu. Jangan bicara tentang sistematika materi dan rutinitasnya, tentu hal tersebut sulit dijumpai di pengajian umum atau tabligh akbar.

Di RISKA, saya dan beberapa teman-teman pengurus sering berdiskusi tentang bagaimana cara ber-Islam yang benar dan moderat. Salah satu kesimpulannya adalah kita perlu belajar Islam secara serius dengan mengikuti tarbiyah (halaqoh atau liqo’). Jadi belajar Islamnya perlu sistematis, rutin, dengan model mentoring. Dalam teori fiqhud dakwah, pengajian umum itu seperti pelajaran matrikulasi (pengantar), sedang “sekolah” sesungguhnya ada di liqo atau halaqoh, yang sistemnya seperti di sekolah umum formal, tapi dalam format yang lebih sederhana dan informal.

Dari hasil diskusi yang intens di RISKA tersebut, lalu saya dan beberapa pengurus mencari tarbiyah. RISKA sendiri waktu itu belum ada program yang mengarah ke tarbiyah. Ini hanya inisiatif pribadi saja dari beberapa pengurus yang se “visi” tentang pentingnya ikut tarbiyah. Qodarullah, jadilah saya dan beberapa teman pengurus RISKA mengikuti tarbiyah di luar RISKA. Sejak itulah saya “hijrah” menjadi muslim (yang berusaha) kaffah dan turut serta memperjuangkan Islam (menjadi da’i)….insya Allah.

Pengalaman di RISKA 34 tahun yang lalu itu terus membekas di dalam hati saya. Sebab disitulah saya paham betapa pentingnya lingkungan untuk menjadi orang baik. Sebab disitulah saya pertama kali “jatuh cinta” kepada Islam (tapi saya gak dapat jodoh disitu ya hehe…karena istri saya bukan aktifis RISKA).

Kini RISKA tetap eksis di usianya yang menjelang 50 tahun. RISKA telah membuktikan bahwa remaja mesjid itu bukan organisasi abal-abal. Berbagai kegiatan RISKA yang pas untuk anak muda sudah dirasakan manfaatnya oleh puluhan ribu alumninya, yang mungkin akan menjadi kenangan manis sampai kakek nenek. RISKA telah menjadi perantara dari datangnya hidayah Allah bagi banyak orang yang pernah menjadi peserta atau pengurus RISKA. Kini alumni RISKA berhimpun dalam sebuah paguyuban bernama KARISKA (Keluarga Besar Riska).

(Foto-foto : Dok. Satria hadi Lubus)

Bagi teman-teman yang ingin tahu tentang RISKA, mungkin untuk studi banding bagi remaja mesjidnya. Atau bagi yang tinggal di Jabotabek, mungkin untuk memasukkan anak remaja atau kenalannya ke RISKA bisa melihat dinamika kegiatan RISKA di website atau media sosialnya.

Saya berdoa semoga RISKA tetap jaya dan adik-adik pengurus RISKA yang sekarang tetap mampu menjaga “warisan” RISKA, yaitu sebagai organisasi remaja mesjid yang asyik untuk bergaul bagi anak muda sambil terus belajar Islam. Barakallahu fiikum!

Some memories are unforgettable, remaining ever vivid and heartwarming!

About Redaksi Thayyibah

Redaktur