(Foto : Tirto)

Yusuf Mansur Berkelit, Jejak Digital Menjawab

(Foto : Tirto)

Kecuali laporan tiga korban investasi (Patugan Usaha, Condotel Moya Vidi dan sedekah) di Mabes Polri pada Agustus 2016, laporan-laporan terhadap Yusuf Mansur setelah itu hasilnya masih di luar harapan para pelapor. Sebut saja laporan empat korban investasi Condotel Moya Vidi di Polda Jawa Timur, laporan satu korban investasi Patungan Usaha di Polda DIY, laporan satu korban investasi Patungan Usaha di Polres Bogor dan laporan satu korban investasi Patungan Asset di Polres Surakarta.

Laporan polisi terhadap Yusuf Mansur yang kandas itu, semua tertumpu pada soal barang bukti yang kurang. Ini karena lamanya waktu saat merek transfer. Bukti transfer telah hilang atau rekening koran yang sudah tak aktif. Para pelapor itu juga tidak bisa memberikan bukti kapan dan di mana Yusuf Mansur menyampaikan ajakan untuk berinvestasi. Disamping itu, penyidik masih persoalkan perjanjian tertulis antara Yusuf Mansur dan pelapor. Yusuf Mansur juga beralasan, tidak pernah bertemu secara langsung dengan para penggugat atau pelapor untuk mediasi.

Akibat kelemahan-kelemahan para pelapor di atas, Yusuf Mansur mudah berkelit. Dia selalu berlasan, tidak ada aliran uang yang masuk ke rekening atas namanya dirinya.

Semua ajakan investasi Patungan Usaha untuk hotel Siti itu, Yusuf Mansur lakukan pada acara cermah subuh di ANTV. Acara yang bertajuk ‘Wisata Hati’ itu berlangsung antara tahun 2012 dan 2013. Dalam acara Wisata Hati itu, kita saksikan bagaimana Yusuf Mansur mengajak masyarakat berinvestasi pada Hotel Siti sekaligus mencantumkan rekening pribadinya sebagai tujuan transfer.

Promosi Hotel Siti dalam acara itu dibikin klimis oleh Yusuf Mansur. Menurutnya, selama ini setiap jemaah umrah atau haji yang menginap di hotel dekat Bandara Soetta tak bisa memastikan apakah kamar hotel pernah dipakai untuk perilaku haram. Hotel Siti adalah solusinya. “Kita bisa memastikan, Insyaallah, Insyaallah, kalau kamar yang ditempati oleh para calon tamu Allah adalah kamar yang bersih, suci, fitri—melayani mereka semua,” kata waktu Yusuf Mansur waktu. Semua janji itu, belakangan terbukti hanya pepesan kosong.

Investasi Hotel Siti dikelola sendiri oleh Yusuf Mansur. Problemnya mulai terlihat: ia tak bernaung di bawah badan hukum perseroan, koperasi, maupun tanpa mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pendek kata: ilegal. Meski ilegal, Yusuf Mansur mampu memikat para investor. Terakhir, yang ikut Patungan Usaha Hotel Siti tercatat ada 2.029 investor. Dana investasi yang masuk ke kantongnya sebesar Rp24,3 miliar. Belum lagi uang yang terkumpul dari penjualan sertifikat sebesar Rp1 juta dan kelipatannya, yang Rp10 juta dan kelipatannya atau yang menyerahkan secara tunia.

Yusuf Mansur juga punya alasan untuk berkelit dari para pelapor. Bahwa dia tak punya perjanjian tertulis dengan para investor. Ini juga yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, ketika dia digugat oleh beberapa orang investor Condotel Moya Vidi dari Surabaya.

Padahal, seperti yang diketahui, dalam hukum acara perdata, sebagai hukum formil yang mengatur bagaimana cara menegakkan hukum perdata materiil, terdapat 5  alat bukti yang diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Yakni, bukti tulisan, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.

Semoga saja, dalam laporan polisi atau gugatan perdata yang sedang disiapkan oleh mereka yang merasa sebagai korban dari investasi Patungan Usaha Yusuf Mansur dan investasi-investasi lainnya bisa berjalan sesuai harapan mereka.

Karena seseorang atau pihak yang menjual produk Investasi itu bukan menjual mimpi tapi menjual potensi yang nyata. Sedangkan yang dilakukan oleh Yusuf Mansur dalam investasi Patungan Usaha Hotel Siti selama ini adalah sebaliknya.

 

 

 

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.