Breaking News
Samarkand, sekarang Uzbekstan (Foto : Brilio)

Mundur karena Perintah Hakim

Oleh: Akmal Burhanuddin Nadjib

Samarkand, sekarang Uzbekstan (Foto : Brilio)

Qutaibah bin Muslim Al Bahily seorang panglima militer yang tangguh dengan prestasi yang sangat luar biasa, membebaskan wilayah-wilayah untuk menyebarkan Islam.

Panglima Bani Umayyah dibawah khalifah Umar bin Abdul Aziz berhasil menaklukkan kota Samarkand, salah satu kota yang sangat strategis di wilayah Transoxiana.

Qutaibah menaklukkan kota Samarkand tanpa memberikan satu diantara 3 pilihan yang diperintahkan oleh Islam sebelum memasuki sebuah wilayah. Qutaibah dan pasukannya langsung memasuki Samarkand melalui peperangan tanpa ada penawaran tunduk memeluk Islam atau membayar upeti.

Ketika orang-orang Samarkand mengetahui bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran Islam, maka para pendeta disana menulis surat kepada pemimpin tertinggi umat Islam saat itu, Umar bin Abdul Aziz dan dibawa secara langsung oleh para pendeta.

Saat utusan dari Samarkand tiba di kantor kekhilafahan, Umar bin Abdul Aziz langsung menerima dan mempelajari surat tersebut. Setelah dibaca dan dipelajari, khalifah segera memanggil panglima Qutaibah bin Muslim ke mahkamah pengadilan untuk meminta keterangan atas insiden yang terjadi.

Hakim Mahkamah Pengadilan memanggil Panglima Qutaibah dengan sebutan nama tanpa embel-embel pangkat yang disandangnya.

“Ya Qutaibah, silahkan masuk,” panggil hakim.

Qutaibah masuk ruang pengadilan dan diperintahkan duduk dihadapan hakim, bersebelahan dengan para pendeta yang datang sebagai utusan penduduk Samarkand.

Kemudian hakim berkata, “Sekarang silahkan para Pendeta dari Samarkand saya persilahkan untuk menyampaikan tuntutannya.”

Pendeta berkata, “Qutaiba telah menyerang kami dengan pasukannya, dan dia tidak mengajak kami masuk Islam. Dia tidak memberi kami waktu untuk menyelesaikan masalah kami.”

Hakim menoleh ke Qutaiba dan berkata, “Apa yang Anda katakan tentang hal ini, Qutaiba?”

Qutaiba berkata, “Perang adalah strategi. Samarkand adalah negeri yang besar. Negeri-negeri di sekitarnya telah melakukan penentangan. Mereka tidak mau masuk Islam dan tidak mau pula membayar upeti. ‘

Hakim kembali bertanya, “Wahai Qutaiba, apakah Anda meminta mereka untuk masuk Islam, atau membayar upeti, atau memberikan pilihan terakhir dg perang?”

Qutaiba menjawab, “Tidak, kami langsung memasuki negeri mereka dan menawan sebagian mereka dengan alasan seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya.”

Hakim mengatakan, “Saya melihat Anda telah mengakuinya. Wahai Qutaiba, Allah tidak akan membantu ummat ini kecuali dengan menghindari pengkhianatan dan menegakkan keadilan.”

Kemudian hakim berkata, “Kami telah memutuskan dan memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk keluar dari Samarkand. Semua orang baik tentara, laki-laki, perempuan maupun anak-anak harus meninggalkan Samarkand. Tinggalkan toko-toko dan rumah-rumah. Tidak boleh ada seorangpun yang tinggal di Samarkand.”

Para pendeta dari Samarkand tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka segera kembali pulang untuk memberitahukan penduduk Samarkand atas apa yang mereka saksikan di negeri kaum muslimin.

Tidak berapa lama setelah penetapan hakim, penduduk Samarkand mendengar suara bergemuruh, debu-debu bertebangan sisi-sisi jalan, dan panji-panji berkibar diantara kabut debu.

Mereka bertanya-tanya, “Apa yang sebenarnya sedang terjadi?“

Dijawab oleh kaum muslimin, “Hukum telah dijalankan, pasukan telah ditarik menuju barak.”

Melihat keadaan yang demikian, para pendeta dan penduduk Samarkand tidak bisa menahan diri menunggu terlalu lama. Mereka berbondong-bondong menuju barak tempat penampungan kaum Muslimin.

Dibarak itulah mereka mengikrarkan kalimat Tauhid   لا إله إلا الله محمد رسول الله. Menyatakan keislaman secara sukarela.

 

 

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur